Sembuhkan Orang Gila, Bripka Sahabuddin Naik Pangkat

Selasa, 17 Oktober 2017 – 13:47 WIB
Bripka Sahabuddin diapit istrinya, Sri Handayani dan Kapolres Barru, AKBP Burhaman. Foto: Idham Ama/Fajar

jpnn.com, BARRU - Aksi kemanusiaan Bhabinkamtibmas Polsek Tanete Riaja, Barru Sulawesi Selatan, Sahabuddin pantas diapresiasi. Sembuhkan orang gila, Sahabuddin dapat kenaikan pangkat dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Akhir pekan lalu, Sahabuddin diundang Kapolri makan siang. Tak cuma makan siang bersama Jenderal Tito, suami dari Sri Handayani itu diberikan penghargaan kenaikan pangkat dari Bripka ke Ipda. Pangkat perwira pertama itu diraih tanpa ujian, tanpa proses, dan tak pernah dia duga sebelumnya.

BACA JUGA: Ratusan Orang yang Berebut Asuh Bayi Ini Harus Bersabar

Kenaikan pangkat yang benar-benar kejutan. Sahabuddin hanya berniat menolong orang yang mengalami gangguan jiwa di daerah tempat tugasnya, Tanete Riaja, Kabupaten Barru. Kini Sahabuddin telah menangani 20 orang gila,
16 di antaranya sudah sembuh.

Mereka yang sudah sembuh tak lagi terkucil dari keluarga dan masyarakat sekitar. Mereka telah kembali ke kehidupan normal.

BACA JUGA: Larangan Ojek Online di Bandung Bentuk Kesewenang-wenangan

Awal mula Sahabuddin mengabdikan diri mengurus orang gila terbilang unik. Dia mengaku pernah nyaris celaka gara-gara orang gila. "Saya mau diparangi, mau ditombak. Saya hampir celaka. Saat itulah saya niatkan menolong mereka," kata pria berbadan tegap ini kepada Fajar.

Berawal dari niat untuk menolong orang yang mengalami gangguan kejiwaan di wilayah tugasnya, dia pun mulai melakukan pendekatan dan pembinaan. Terutama pendekatan ke keluarga orang yang mengalami gangguan jiwa.

BACA JUGA: Sajikan Keagungan Gunung Ijen Via Banyuwangi Ethno Carnival

Orang gila yang ditangani Sahabuddin, rata-rata penyakitnya sudah kronis. Bahkan ada yang sudah lama dipasung. Untung Sahabuddin kala itu tidak menyerah.

Sahabuddin mengisahkan, setelah melakukan pendataan dan penanganan awal, dia pun mulai melakukan pendekatan secara medis. Untuk urusan ini, dia lagi-lagi mendapat hambatan. Terutama karena orang gila yang ditangani tak ada kartu BPJS. Dia lalu menguruskan kartu agar pengobatan medis bisa dilakukan.

Secara bertahap Sahabuddin membawa orang-orang gila tersebut ke RSJ di Kota Makassar untuk pengobatan. Tak hanya sampai di situ, setiap saat Sahabuddin memantau perkembangan mereka di RSJ. Jika sudah sembuh dia mengeluarkan dari RSJ dan membawa kembali ke kampung halaman. "Baru saja saya antar lagi ke RSJ untuk konsultasi. Sekalian ambil obat," katanya.

Sejak menekuni 'tugas mulia' itu, Sahabuddin mengaku bersyukur karena bisa membantu orang lain. Sekaligus mengurangi beban penderitaan orang yang mengalami gangguan jiwa dan keluarganya. "Saya berkesimpulan bahwa orang gila itu butuh perhatian, butuh sentuhan. Terbukti mereka bisa sembuh," ucapnya.

Sri Handayani, istri Sahabuddin mengaku, senang karena sang suami bisa menolong orang yang hidupnya susah karena gangguan kejiwaan. Sri bahkan ikut membantu suami jika ada yang membutuhkan penanganan. "Senang dan bangga tentunya," kata Sri, sembari melirik suaminya.

Seperti apa karier Sahabuddin di korps baju cokelat? Sahabuddin ternyata menyelesaikan pendidikan dasar di SD Pai, SMP 14 Sudiang, dan SMA Ramayana Pai, Makassar. Setelah tamat SMA, dia mencoba peruntungan dengan mendaftar Secaba Tahun 1994/1995. Waktu itu dewi portuna tidak berpihak kepadanya. Dia dinyatakan tidak lolos di seleksi akhir.

Untungnya karena fisik dan hasil ujiannya bagus sehingga direkomendasikan masuk di tamtama Brimob pada tahun yang sama. Setelah menyelesaikan pendidikan, Sahabuddin bertugas di Satuan Gegana Brimob Kelapa Dua.

Sebagai pasukan elite kepolisian, selama 13 tahun Sahabuddin menghabiskan masa dinasnya dengan berbagai operasi yang diikuti. Operasi itu di antaranya; Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma. Operasi militer ini untuk membebaskan peneliti dari Ekspedisi Lorentz 95 yang disandera Organisasi Papua Merdeka.

Operasi ini sebagian besar anggotanya berasal dari Kopassus. Operasi ini dimulai tanggal 8 Januari 1996 dan berakhir 9 Mei 1996 setelah penyerbuan Kopassus ke markas OPM di Desa Geselama, Mimika. Dalam penyerbuan ini, dua dari sebelas sandera ditemukan tewas, Matheis Yosias Lasembu, seorang peneliti ornitologi dan Navy W. Th. Panekenan, seorang peneliti biologi.

Operasi lainnya yang diikuti adalah, Operasi Cinta Meunasah Aceh 1, Operasi Cinta Meunasah Aceh II, Operasi Opslihkam Aceh, Operasi Kemanusiaan Sumbar, dan Operasi Tinombala Sulteng.

Saat suaminya tugas di Brimob, Sri Handayani yang dinikahi Sahabuddin pada tahun 2000 mengaku, betapa beratnya beban menjadi istri anggota Brimob. Sri selalu khawatir karena sering ditinggal suami saat operasi. "Paling lama waktu ke Aceh. Alhamdullah selamat," kenang Sri.

Setelah itu, Sahabuddin kemudian bermohon pulang kampung demi keluarga. Di Sulsel Sahabuddin ditugaskan di Polwil Parepare di Satuan Lalulintas. Setelah Polwil Parepare bubar, dia pindah tugas ke Polres Barru dan ditempatkan di Polsek Tanete Riaja, sampai sekarang.

Di mata Kapolres Barru, AKBP Burhaman, Sahabuddin yang kini berpangkat perwira patut menjadi panutan bagi aparat kepolisian. Baik di Polres Barru maupun di Polda Sulsel. Bukan semata-mata karena penghargaan kenaikan pangkat dari Kapolri. Lebih dari itu, Sahabuddin telah mengharumkan kepolisian dalam menjalani kehidupan dan tugas sehari-hari.

"Bukan hanya menangani orang gila, Sahabuddin banyak membantu menyelesaikan kasus warga tanpa proses pengadilan," ucapnya.

Atas dasar itu, Burhaman berjanji akan mengoptimalkan pembinaan ke anggotanya. "Kami berharap akan lahir Sahabuddin, Sahabuddin, yang lain," katanya. (arsyad hakim/fajar/fajar online)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 2 Pemuda Jadi Mualaf di Depan Wakil Bupati


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler