jpnn.com, JAKARTA - Masyarakat terlihat sangat antusias menyaksikan langsung Sidang Tahunan MPR 2018, Kamis (16/8). Kesemarakan sidang juga dinikmati di depan gedung Nusantara III, Kompleks MPR/DPR/DPD, Jakarta. Ratusan kursi berwarna hijau tertata rapi di sisi selatan dan utara. Di masing-masing bagian terpampang layar lebar.
Barisan kursi dan layar lebar itu tak hanya di depan gedung Nusantara III. Namun di depan gedung Nusantara IV, juga demikian.
BACA JUGA: Pameran Perpustakaan Semarak Saat Sidang Tahunan MPR
Ratusan kursi yang sudah ditata sejak Rabu 15 Agustus 2018 itu disediakan untuk para teladan dari berbagai profesi seperti guru, penyuluh pertanian, motivator KB, bidan, sukarelawan bencana, kelompok sadar wisata, dan profesi lainnya untuk menyaksikan siaran langsung Sidang Tahunan MPR lewat layar lebar.
Mereka datang dari provinsi paling barat, Aceh, hingga paling timur, Papua, dari paling utara, Sulawesi Utara, hingga paling selatan, Nusa Tenggara Timur. Mereka datang dikoordinasi oleh kementerian terkait.
BACA JUGA: Jurus Charles Bela Jokowi dari Kritikan Zulkifli Hasan
Para teladan itu duduk di kursi sesuai dengan pembagian profesi dan kementerian. Mereka ada yang berpakaian batik, jas, dan pakaian resmi lainnya. Mereka terlihat menikmati sekali acara itu.
Henoch Nico Kmur, relawan bencana dari Papua, mengaku datang ke Jakarta sudah empat kali namun baru kali pertama berada di komplek parlemen. “Senang dan bangga bisa menyaksikan Sidang Tahunan MPR," ungkapnya. Baginya, ini momen luar biasa yang bisa dinikmatinya secara langsung. “Tak bisa dilupakan," ujarnya.
BACA JUGA: Ahmad Basarah Ditetapkan Sebagai Ketua PAH I MPR RI
Pria kelahiran Supiori, Papua, 14 Juli 1984, itu mengatakan kehadiranya juga mempertemukan dengan kawannya di Tagana dari berbagai daerah.
Terkait Sidang Tahunan MPR, khususnya Pidato Presiden Joko Widodo, alumni STISIPOL Silas Papare, Jayapura, itu mengharap bangsa dan negara ini ke depan lebih baik. “Kita bangun rasa nasionalisme yang tinggi," tuturnya. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah sudah berjalan, ini terlihat ada perubahan di daerah terpencil. “Kehidupan di sana lebih baik," katanya.
Meski demikian pembangunan di daerah terpencil harus lebih diperhatikan agar masyarakat bisa lebih makmur.
Henoch mengakui di provinsinya juga sudah terjadi perubahan. Namun, perubahan yang terjadi tidak membuat pria bertubuh gempal itu berpuas diri. Dia masih menekankan agar penciptaan lapangan kerja di provinsi paling timur itu diwujudkan.
“Harapan kami lebih banyak diberi lapangan kerja agar Papua sama dengan provinsi yang lain," ungkap pria yang masih menjadi pegawai honorer di salah satu dinas di Jayapura itu.
Perasaan senang bisa menghadiri sidang tahunan juga diungkapkan oleh Ronny Sumendaf. Menurut guru bidang pendidikan khusus dari Manado, Sulawesi Utara, itu dia datang ke kompleks parlemen merupakan sebuah kerinduan bagi orang-orang daerah. “Ini moment puncak karier sebab tak semua guru bisa datang ke sini," ungkapnya.
Dalam menyikapi sidang tahunan, dirinya berharap agar ke depan pemerintah lebih memperhatikan dunia pendidikan. Disebut guru adalah roh pendidikan. Sama seperti apa yang diharapkan oleh Henoch, dirinya menginginkan agar guru pendidikan khusus di daerah dingkat menjadi pegawai negeri.
Alasannya, selain banyak yang sudah pensiun, juga dirasa kekurangan guru. “Saya pun merangkap mengajar di kelas lainnya," katanya.
Para teladan dari kawasan Indonesia bagian barat pun juga mengungkapkan perasaan yang sama dengan teladan dari kawasan Indonesia bagian timur. Muhibuddin, Ketua Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S), Langgang Jaya Pratama, Lambor Bileu, Aceh Besar, Aceh, mengatakan selepas menyaksikan sidang tahunan secara langsung, ia akan kembali ke kampung halamannya dengan semangat baru. “Semangat dalam membina masyarakat demi kemajuan bangsa di sektor pertanian," ujarnya.
Dirinya berharap selepas pidato kenegaraan, dunia pertanian ke depannya lebih bagus dengan penerapan teknologi yang dikuasai. Dipaparkan, problem yang dialami petani di daerahnya adalah masih minim sarana dan prasarana pelatihan pertanian.
“Anggaran pertanian masih kurang," ucapnya. Padahal potensi di daerahnya seperti padi, sapi pedaging, dan kopi aceh sangat melimpah.
Kelompok tani yang dipimpinnya disebut mampu memproduksi pupuk dengan kapasitas yang dari tahun ke tahun meningkat. Tahun 2007 mampu memproduksi pupuk per bulannya mencapai 2 ton. Tahun 2018 meningkat menjadi 150 ton.
“Di tahun 2019, kita ingin produksinya mencapai 500 ton," harapnya. Agar produksi maksimal dan bisa diserap lebih masif, ia mengharap agar pemerintah memberi kemudahan izin produksi.
Harapan cerahnya dunia pertanian di masa yang akan datang juga dikatakan oleh Bayu Murti. Petani dari Purbolinggo, Lampung Timur, Lampung, itu menginginkan agar penggunaan teknologi dalam dunia pertanian dipacu. Tujuannya agar terjadi keseimbangan antara birokrasi dan teknokrasi. “Agar berdampingan sehingga petani kuat," tutur pria kelahiran tahun 1965 itu.
Masalah yang dihadapi petani di kampung halamannya adalah kurang terampilnya sumber daya manusia. “Sehingga mereka belum tahu bagaimana menyuburkan tanah," ungkapnya. Tak hanya itu, sekarang anak muda juga enggan menjadi petani.
“Mereka mau menjadi petani tapi yang tidak berpanas-panasan," ucapnya dengan tertawa. Potensi pertanian yang tumbuh di sana adalah padi, jagung, dan kedelai. Hasil panen yang ada selama ini diakui fluktuatif. “Kadang bagus, kadang enggak," ujarnya.
Ketika ditanya soal kehadiran dirinya di komplek parlemen, ia mengakui sangat istimewa. “Sebagai kelompok teladan membuat kami bisa hadir di sini. Jadi senang dan bangga," tambahnya. (boy/adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ih, Bang Zulkifli Hasan Jangan Genit dong
Redaktur : Tim Redaksi