Senator Abraham Liyanto Nilai Perppu Pilkada Ambigu

Senin, 11 Mei 2020 – 14:25 WIB
Anggota Komite I DPD RI dari dapil Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Abraham Paul Liyanto. Foto: Dok. DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Senator atau Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Abraham Liyanto menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada bersifat ambigu.

Alasannya, Perppu itu pada satu sisi menyatakan pelaksanaan Pilkada serentak mundur dari 27 September menjadi 9 Desember 2020, tetapi di sisi lain disebut, manakala tidak dapat dilaksanakan pada bulan Desember, dapat ditunda dan dijadwalkan kembali.

BACA JUGA: Cegah Covid-19, Abraham Membagikan Masker dan Hand Sanitizer di NTT

“Alih-alih menunjukkan sikap antisipatif, aturan itu menyiratkan ketidakyakinan pemerintah bahwa semua tahapan penyelenggaraan dapat disiapkan dalam waktu singkat,” kata Abraham di Jakarta, Senin (11/5/2020).

Dia menilai dari isi Perppu tersebut, terlihat jelas pemerintah belum mampu memastikan kapan penyebaran wabah virus Corona atau Covid-19 berakhir. Akibatnya, Pilkada ditetapkan tanpa kepastian karena bergantung pada penyebaran Covid-19.

BACA JUGA: Abraham: Pemerintah Perlu Fasilitasi Link and Match BUMDes Dengan Pengusaha

"Perppu itu memang mengandung kepastian berupa empat tahapan yang ditunda KPU bisa dilaksanakan kembali. Tetapi ketidakpastian muncul karena digantungkan pada kondisi Covid-19,” jelas Abraham yang juga anggota Komite I DPD membidangi pemerintahan ini.

Menurutnya, pemerintah terlalu memaksakan diri menjadwalkan pemungutan suara Pilkada 2020 pada bulan Desember. Kesan yang muncul adalah tahapan pilkada seolah hanya mencakup persoalan pemungutan suara saja.

BACA JUGA: Fikri Faqih DPR: Kok Bisa SK Menkeu Menganulir Perpres?

Padahal, jika pemungutan suara dilaksanakan pada bulan Desember, tahapan Pilkada 2020 yang saat ini ditunda, mesti dimulai kembali selambat-lambatnya pada bulan Juni 2020.

Sebelum tahapan dimulai kembali, pada bulan Mei ini, KPU dan Bawaslu, serta stakeholder pemilu lainnya sudah bersiap kembali untuk melanjutkan tahapan pilkada.

Hampir semua tahapan pilkada merupakan kegiatan yang mengundang interaksi banyak orang, dan kegiatan yang dilaksanakan di luar rumah. Aktivitas-aktivitas itu bertentangan dengan upaya menekan angka penyebaran Covid-19.

“Mengapa pemerintah begitu berani mengambil resiko melaksanakan pilkada ditengah pandemi Covid-19 yang belum juga berhasil diantisipasi angka penyebarannya?" tanya Abraham. 

Abraham yang sudah tiga periode menjadi anggota DPD ini mengusulkan Pilkada ditunda saja satu tahun yaitu dari 27 September 2020 menjadi 27 September 2021. Hal itu supaya persiapan pelaksanaan Pilkada bisa lebih baik. Di sisi lain, masyarakat tidak khawatir akan penyebaran Covid-19 karena sudah selesai.

“Kita fokus saja pemulihan ekonomi tahun ini. Pilkada butuh biaya. Kalau ekonomi belum pulih, tidak mungkin bisa menggelar pilkada karena butuh biaya,” kata Abraham.

Dia juga meminta Pilkada 2021 digabung dengan Pilkada 2020. Semua kepala daerah yang masa jabatannya habis di bulan Juni tahun 2020, ditarik pelaksanaannya ke 2021. Hal itu untuk menghembat biaya Pilkada. Biaya yang dihemat bisa digunakan membeli satelit untuk peningkatan jaringan komunikasi.

“Jika sudah ada penanbahan satelit maka Indonesia bisa menggunakan sistem E-Rekap. Bahkan bisa menggunakan sistem E-Voting dalam Pilkada dan Pemilu. Untuk tahap awal, pakai E-Rekap dulu. Itu bisa dilakukan jika Pilkada ditunda tahun depan. Dananya dari penghematan Pilkada 2020 dan 2022," tutup Abraham.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan, Indonesia saat ini memiliki sembilan satelit dan akan menambah dua satelit baru. Sembilan satelit itu terdiri atas 6 satelit telekomunikasi dan 3 satelit eksplorasi bumi. Sementara penambahan dua satelit baru ditargetkan selesai sampai tahun 2023.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengemukakan apabila hingga akhir Mei ini, penyebaran pandemi virus corona (Covid-19) masih tinggi maka Pilkada serentak pada 9 Desember bisa ditunda lagi. Pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) baru lagi untuk mengatur jadwal lanjutan Pilkada 2020.

"Kalau ternyata nanti akhir Mei misalnya masih tidak jelas dan trennya masih tinggi dan masih akan memanjang lagi, dengan Perppu yang baru,” kata Mahfud dalam Rapat Kerja (Raker) secara virtual (online) dengan Komite I DPD di Jakarta, Jumat (8/5/2020) lalu.

Ia menjelaskan asumsi lahirnya Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada adalah Covid-19 sudah menurun di akhir Mei. Dengan asumsi itu, maka Perppu menetapkan Pilkada mundur dari 23 September ke 9 Desember 2020. Perppu No 2 Tahun 2020 ini baru diterbitkan pemerintah tanggal 4 Mei lalu.

Menurutnya, Perppu harus diterbitkan karena masalah penetapan tanggal pelaksanaan Pilkada tidak bisa dilakukan oleh KPU. Penetapan tanggal ditentukan oleh Undang-Undang (UU). Dalam situasi pandemi Covid-19 seperti sekarang, butuh waktu untuk membahas perubahan sebuah UU. Maka cara cepat yang dipakai adalah dengan menerbitkan Perppu.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler