Senator Aceh Terima Aduan Pekerja Migran di Kamboja yang Mengaku Dapat Perlakuan tak Manusiawi

Senin, 20 Februari 2023 – 22:17 WIB
Anggota DPD RI asal Aceh H Sudirman menunjukkan surat pengaduan yang disampaikan enam pekerja migran Indonesia di Kamboja dan surat yang ditujukan kepada Direktur Perlindungan WNI/BHI Kemenlu. Foto: Dokumentasi Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPD RI H Sudirman menerima pengaduan sejumlah pekerja migran Indonesia di Kamboja yang meminta perlidungan lantaran mengalami perlakuan tidak manusiawi dari perusahaan tempatnya bekerja yang berkedok usaha jasa layanan pinjaman online.

Pengaduan secara tertulis itu disampaikan enam pekerja yang telah melarikan diri dari tempat kerjanya.

BACA JUGA: Produksi Karet Alam Anjlok, Sultan DPD Dorong Pemerintah Lakukan Ini

Kebetulan salah satu dari enam pekerja tersebut bernama Zihan Salsabila berasal dari Kabupaten Pidie Jaya sehingga mereka berinisiatif mengirim surat yang direkan bersama kepada Senator Aceh tersebut melalui staf ahlinya.

Empat pekerja migran lainnya, yakni Muhammad Saputra (Sumut), Niken Prihatin (Jawa Timur), Rofuan Maindra (DKI Jakarta), Finan Hendra (Sumut) dan Riko Alexander (Kalbar).

BACA JUGA: Senator Aceh Sudirman Minta Perlindungan Nasabah dan Pelaku UMKM Diperkuat, Ini Alasannya

Dalam surat tersebut, mereka menceritakan terkait perlakukan yang sangat tidak wajar dan tidak manusiawi yang diterima pekerja migran Indonesia di sana.

Ada rekan mereka yang dikurung, bahkan disetrum hanya lantaran lupa menyerahkan handphone saat akan masuk kerja.

Mereka juga didenda pemotongan gaji jika tidak mencapai target yang dibebankan, bahkan disuruh lari keliling lapangan hingga 10 kali.

Selain itu, mereka juga dipaksa untuk bekerja selama 12 jam dan lembur tanpa dibayar.

Ada juga pekerja yang paspor dan dokumen lainnya ditahan perusahaan ketika kontrak kerjanya telah selesai dan berniat untuk kembali ke Indonesia.

Akibatnya, mereka tidak bisa membeli tiket penerbangan dan keluar dari Kamboja.

Kondisi ini membuat enam pekerja migran Indonesia itu nekat melarikan diri.

Namun, mereka kini tidak tahu harus kemana dan bagaimana cara untuk mendapatkan perlindungan dan dapat kembali ke Indonesia.

Saat ini, keenam pekerja yang melarikan diri tersebut bersembunyi di suatu tempat dan tidak berani keluar karena takut dan menghindari kejaran pihak perusahaan.

Mereka juga tidak bisa bergerak untuk mencari perlindungan ke KBRI Phnom Penh lantaran tidak memiliki bekal serta dokumen paspor karena ditahan perusahaan.

Terkait hal itu, Haji Sudirman mengaku sangat prihatin dengan kondisi keenam pekerja migran tersebut.

“Mereka telah tiga hari kabur dari tempat kerja dan sedang bersembunyi mengindari kejaran dari pihak perusahaan tersebut,” ungkao Sudirman atau akrab disapa Haji Uma, Senin (20/2.

Sudirman juga menjelaskan saat ini dirinya melalui staf ahlinya Muhammad Daud telah melakukan komunikasi intensif dengan pekerja tersebut.

Dia juga telah berkoordinasi dan mengirim surat resmi kepada Direktur Perlindungan WNI/BHI Kementerian Luar Negeri terkait upaya perlindungan kepada pekerja migran Indonesia.

“Saya juga telah berkoordinasi dan mengirim surat resmi ke Bapak Yudha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI/BHI Kemenlu untuk upaya perlindungan dan evakuasi para pekerja kita dari Kamboja,” beber Sudirman.

Berdasarkan cerita di surat yang diterimanya, Sudirman mengungkapkan para pekerja tersebut mendapat informasi dan tawaran kerja di Kamboja dari Facebook dengan iming-iming gaji besar dan kerja santai.

Namun setelah bekerja, kondisinya bertolak belakang dari yang dijanjikan.

Bahkan, mereka mulai tahu jika perusahaan tersebut melakukan praktik penipuan berkedok layanan jasa pinjaman online.

Target teritorial operasi perusahaan tersebut adalah Indonesia, namun mereka operasinya dijalankan dari Kota Chrey Tum, Kamboja.

Mereka menyasar warga Indonesia sebagai korban dengan modus menawarkan pinjaman online.

"Cara kerjanya, yaitu menggunakan aplikasi. Sebelum pencairan pinjaman, nasabah diharuskan membayar sepuluh persen dari total pinjaman untuk mendapatkan kode OTP," bebernya.

Setelah itu, mereka akan menipu dan meminta biaya lagi dari nasabah dengan cara mengirim kode OTP yang salah dan kembali meminta biaya.

“Dari cerita mereka, target wilayah utama operasi mereka adalah Indonesia dan ini adalah modus penipuan berkedok pinjaman online," ungkap Sudirman.

Nasabah tidak akan pernah mendapat pinjaman dan bahkan akan terus diminta biaya untuk proses pencairan pinjaman.

Sementara pekerja dipaksa mendapatkan target dan mereka di bawah tekanan.

"Satu sisi mereka berat hati lantaran korbannya warga Indonesia, namun di sisi lain mereka takut dan terpaksa melakukannya,” beber Haji Uma.

Senator Aceh itu berkomitmen untuk terus menindaklanjuti dan mengawal upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan dan evakuasi para pekerja Indonesia di Kamboja tersebut.

Menurutnya, ini adalah kasus kedua setelah kejadian hampir serupa menimpa dua warga Aceh di Myanmar.

“Insyallah saya sampai saat ini berkomunikasi terus dengan Direktur Perlindungan WNI/BHI Kemenlu terkait masalah ini dan pihak Kemenlu dan KBRI sedang bekerja menindaklanjuti hal tersebut," kata Haji Uma. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler