Senator dari Kalteng Wafat

Selasa, 30 Desember 2008 – 18:26 WIB

JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kalimantan Tengah, KH Haderanie bin Haji Nawawi (75 tahun), meninggal dunia hari Ahad (28/12) pukul 18.35 WITA atau 17.35 WIB di Rumah Sakit Ulin Banjarmasin, Kalimantan SelatanSebelumnya, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Tengah periode 1992-2008 ini diopname di Intensive Coronary Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Doris Sylvanus, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sejak hari Jumat pagi hingga Ahad siang.
 
Upacara pelepasan sebelum dikebumikan di Kompleks Makam Muslimin Jl Tjilik Riwut Km 2,5, Palangkaraya, dipimpin Wakil Ketua DPD Irman Gusman di rumah duka Jl Kinibalu No 62 Bukit Hindu, Palangkaraya, Senin (29/12)

BACA JUGA: Tebar Pesona, Kapolda Sumut Dikritik

Acara dihadiri Sekretaris Jenderal (Sesjen) DPD Siti Nurbaya Bakar, Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, Ketua Umum MUI Kalimantan Tengah KH Abdul Wahid Qasimy, dan berbagai lapisan masyarakat.

Dalam kata-kata pelepasannya, Irman menyatakan, Haderanie sebagai tokoh panutan yang dihormati dan dicintai
Selama sebagai anggota Panitia Ad Hoc (PAH) III DPD, almarhum memberi kontribusi dan dharma bakti yang tak ternilai harganya

BACA JUGA: KPK Tetap Bidik Rusli Zainal

Sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Fraksi Utusan Daerah (F-UD) periode 1999-2004, Haderanie berperan melahirkan DPD
 

Sementara Gubernur Teras Narang menegaskan Kalimantan Tengah kehilangan seorang tokoh masyarakat sekaligus tokoh agama

BACA JUGA: Pembentukan Provinsi Sumbawa Harus Dimatangkan

“Beliau adalah Bapak kami, juga guru kami dan sahabat kamiPengalaman kami secara pribadi dengan beliau luar biasaInilah keteladanan yang amat sangat luar biasa.”

Haderanie digambarkan sebagai figur yang pintar memosisikan dirinya, selain rajin berkomunikasi dengan pemerintah daerah dan rajin mewejang“Beliau orang tua kami, karenanya saya selalu memanggil beliau dengan sebutan ‘Abah’,” katanya.

Atas kepergiaannya, Teras berharap, Kalimantan Tengah tidak kekurangan tokoh sekelas Haderanie“Kalimantan Tengah sangat menanti tokoh-tokoh pengganti beliauKalimantan Tengah memerlukan Kiai Haji Haderanie yang lainTerima kasih Abah-kuSelamat jalanKiranya Abah beristirahat dengan tenangKami selalu mengingat dan mengenang jasa-jasa Abah.”
 
Muhammad Ashary, anak tertuanya, yang membacakan biodata Haderanie di Kompleks Makam Muslimin, menyebut Haderanie sebagai putera ke-10 pasangan Haji Nawawi bin Abdul Hamid asal Tumbukan Banyu, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, dengan Masudah binti Haji Adam asal Bakumpai, Barito Kuala, Kalimantan SelatanIa kelahiran tanggal 16 Agustus 1933 di Puruk Cahu, Barito, Kalimantan Tengah.
 
Menikahi Mastian Ruslin binti Asran bin Ahmad, suami istri ini dikarunia sembilan anak, yaitu Ashary, Astuti Rahmi, Madurasmi, Murniwati, Asrarul Haq, Asmarani, Asyraful Auliya, Asyiah Arrani (meninggal dunia), dan Kumala Sari.
 
Sejak kecil, Haderanie telaten mempelajari ilmu agama dari ibunya, lalu julak galuh (saudara ibu) yang diperistri keturunan kelima Syekh Muhammad Arsyad Al-BanjariSempat menempuh pendidikan mubalig yang dipimpin KH Asnawi Hadisiswoyo, ia direkomendasikan Tuan Guru Haji Suriansyah untuk mengikuti pendidikan di Kulliyah Muballighin di Semarang, Jawa Tengah.
 
Selanjutnya, Haderanie berguru antara lain kepada KH Zainal Ilmi (Martapura), KH Hanafi Gobet (Banjarmasin), dan KH Abdussamad (Alabio)Penganut Tarekat Syazaliyah (Syekh Abu Hasan Al-Syazily) ini mengikuti talqin dzikir Syekh Abu Alawi Abdul Hamid Alawi Al-Kaff (Mekah) yang kemudian diturunkan kepada sembilan muridnya di Palangkaraya.
 
Tahun 1955, Haderanie bersama Usman Rafiq, Mawardi Yasin, Tarmizi, dan Gusti Muhammad Yusuf membangun organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di Muara Teweh, BaritoPengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) NU Kalimantan Tengah sejak berdiri hingga tahun 2005 ini juga anggota Mustasyar Pengurus Besar (PB) NU periode 1999-2004.
 
Ketika berusia 23 tahun, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Peralihan Kabupaten Barito (tahun 1956)Selanjutnya, anggota Badan Pemerintah Harian (BPH) Kalimantan Tengah (tahun 1967).
 
Di sepanjang Sungai Miai Banjarmasin tahun 1962, dosen agama Islam di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari Cabang Palangkaraya ini mengajar tauhid dan tasawufWaktu berpindah ke Surabaya tahun 1972, Haderanie tetap mengajar tauhid dan tasawuf.
 
Haderanie menerbitkan empat buku, yakni Ilmu Ketuhanan: Ma’rifat, Musyahadah, Mukasyafah, dan Mahabbah; Asmaul Husna, Sumber Ajaran Tauhid/Tasawuf (terjemahan Ad-Durr An-Nafis karya Syeikh Muhammad Nafis Al-Banjari); Maut & Dialog Suci (terjemahan Mukhtashar At-Tadzkira karya Imam Qurthubi); dan Mukhtashar Al- Tadzkirat bi Ahwal Al-Maut wa Umur Al-Akhirah karya Syeikh Abdul Wahab Al-Sya’rani(Fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Konflik Internal, Ketua Golkar Sulsel Mundur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler