Senator Ini Dulu Menolak DPD Bangun Gedung, tapi Kini Getol Mendukung

Rabu, 17 Juni 2015 – 20:36 WIB
Wakil Ketua DPD RI, Farouk Mohammad. Foto: M Fathra Nazrul/JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA - Upaya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) membangun kantor perwakilan di setiap ibu kota provinsi ternyata tak berlangsung mulus. Sebab, sempat muncul penolakan dari internal DPD atas rencana pembangunan gedung untuk para senator berkantor di provinsi masing-masing.

Wakil Ketua DPD, Farouk Mohammad adalah termasuk yang menolak pembangunan gedung di 34 provinsi itu. Alasannya, karena anggarannya terlalu fantastis. Awalnya, satu gedung DPD di daerah dengan luas bangunan 3000 meter persegi dianggarkan mencapai Rp 34 miliar.

BACA JUGA: Fadli Zon Getol Dorong Revisi UU KPK, Ini Alasannya

Farouk saat menjadi anggota DPD periode 2009-2014, menggalang rekan-rekannya untuk menolak pembangunan gedung itu. Namun, dari 132 anggota DPD, ternyata hanya 50 senator yang menolak.

"Saya menolak waktu itu terus mengumpulkan tanda tangan 50 orang teman-teman untuk menolak itu. Tapi nggak cukup karena cuma 50 orang,” katanya di gedung DPD, Jakarta, Rabu (17/6).

BACA JUGA: Wow...Kantor DPD RI Senilai 21 Miliar Mau Dibangun di Sulut

Farouk pun tak kehilangan akal. Mantan perwira tinggi Polri itu lantas mengancam akan menggalang aksi demonstrasi untuk membatalkan rencana pembangunan gedung DPD yang anggarannya Rp 34 miliar per unit. “Saya mengancam di Panitia Musyawarah DPD, kalau tetap dilanjutkan empat tingkat dari luas hampir 3000 meter dengan dana sebesar Rp 34 miliar, menggalan demonstrasi melawan DPD," katanya.

Akhirnya, DPD pun melakukan kajian ulang atas rencana pembangunan gedung itu. Termasuk dengan melibatkan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan elemen masyarakat lainnya. Akhirnya disepakati bahwa anggaran pembangunan satu gedung DPD di daerah adalah Rp 21 miliar.

BACA JUGA: Ical: Pilkada Nggak Penting Bagi Golkar

Farouk pun menegaskan, pembangunan gedung DPD di setiap provinsi itu harus diwujudkan karena sudah menjadi amanat Undang-undang MD3. Kalaupun angka Rp 21 miliar masih dianggap terlalu tinggi, kata Farouk, maka masih ada ruang bagi publik untuk memberikan masukan.

"Kalau dianggap terlalu mewah ya kita sederhanakan. Tapi kalau eksistensi kantor tetap diperlukan karena itu amanat undang-undang, yang membuat DPR," tambahnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pakar: Potensi Korupsi Terbesar Bukan di Dana Aspirasi, Tapi APBN


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler