Senator Senang Dapat Pengakuan

Kali Pertama, Hari Ini Sidang Bersama DPR-DPD

Senin, 16 Agustus 2010 – 07:58 WIB

JAKARTA - Hari ini hari bersejarah bagi DPD (Dewan Perwakilan Daerah)Lembaga yang sudah berusia 6 tahun itu akan duduk sejajar dengan DPR dalam sidang bersama untuk mendengarkan pidato kenegaraan presiden 16 Agustus

BACA JUGA: Andre OVJ Nyalon Wakil Walikota

Momentum itu secara simbolis politik menjadi bukti meningkatnya pengakuan terhadap eksistensi para senator (anggota DPD) di parlemen.

"Paling tidak ini awal penghargaan kepada rakyat, yang diwakili parpol dan wakil daerah, untuk membangun kebersamaan dalam menyelesaikan masalah bangsa melalui parlemen," kata Wakil Ketua DPD Laode Ida di Jakarta kemarin (15/8).

Keputusan sidang bersama tersebut melalui proses panjang
Awalnya DPR tak setuju karena tidak diatur dalam tatib (tata tertib) mereka

BACA JUGA: Jafar Resmi Pimpin Demokrat di Senayan

Namun, DPD melakukan lobi karena tuntutan sidang bersama diatur UU
Laode berharap, berangkat dari sidang bersama tersebut, DPD benar-benar bisa dilibatkan dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU)

BACA JUGA: Menanamkan Rasa Nasionalisme dengan Baik

Apalagi, itu merupakan amanat UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

"Jadi, ketika membahas RUU yang terkait dengan bidang DPD, kami dilibatkan dalam membahas atau memberikan masukan sejak awal hingga sebelum rapat paripurna DPR untuk pengesahan," ujar senator asal Sultra ituMenurut dia, selama lima tahun terakhir peran DPD dalam pembahasan RUU sangat terbatasDPD hanya datang menyerahkan dokumen pertimbangan dan membacakan pada awal pembahasan RUU bersama pemerintah"Setelah itu, disuruh pulang," katanya.

Laode menegaskan, sidang bersama tersebut harus bisa ditindaklanjuti dengan agenda dan langkah aksi kebersamaan di antara dua kamar, yakni DPR dan DPD"Justru rugi bangsa ini kalau hanya satu pihak yang menonjolPadahal, di parlemen ada DPR dan DPD," ujarnya.Sebelumnya, Ketua DPD Irman Gusman juga mengatakan bahwa sidang bersama menunjukkan semakin diakuinya eksistensi kelembagaan DPDMemang, begitu agenda pidato kenegaraan yang dimulai pukul 10.00 selesai, sidang bersama tersebut akan diskors dan diteruskan siang harinya pukul 14.30.

Kali ini statusnya bukan lagi sidang bersama, tapi sidang paripurna DPR yang dihadiri para anggota DPDKali ini agendanya adalah pidato presiden untuk menyampaikan nota keuangan dan RAPBN 2011Menurut Irman, di sini juga ada kemajuan"Kami tidak lagi dianggap sebagai undangan," katanya.Secara teknis, pengantar nota keuangan dan RAPBN 2011 dari presiden akan diserahkan kepada ketua DPRSelanjutnya, ketua DPR bakal menyerahkan itu kepada ketua DPD agar secara kelembagaan DPD ikut memberikan pertimbangan sesuai dengan amanat pasal 22d ayat 2 dan pasal 23 ayat 2 UUD 1945"Ini luar biasaSelama ini biasanya itu (disampaikan kepada DPD, Red) secara tertulis saja," tegas senator dari Sumatera Barat itu.

Di tempat terpisah, anggota DPD asal Bali I Wayan Sudirta mengharapkan pidato kenegaraan presiden hari ini mengangkat tiga isu besar yang berpotensi mengancam eksistensi NKRIKetiga masalah itu adalah maraknya korupsi sampai ke daerah, tindak kekerasan yang mengancam pluralisme, serta pilkada langsung yang gagal menghasilkan kepala daerah yang sesuai dengan harapan rakyat.

Sudirta mengatakan, korupsi yang marak sampai ke daerah merupakan salah satu turunan negatif dari otonomi daerah pada era reformasiKorupsi di daerah itu melibatkan kepala daerah hingga aparat di bawahSaking maraknya, kata Sudirtan, jumlah pengaduan perkara ke KPK sampai Mei 2010 ini mencapai 37 ribuPadahal, itu di luar perkara korupsi yang ditangani kejaksaan dan kepolisian.

"Makanya, presiden perlu memberikan dukungan politik yang maksimal kepada KPK agar lembaga superbody ini tidak goyah ketika menghadapi perlawanan dari oknum aparat yang terlibat," kata Sudirta yang lolos tujuh besar calon ketua KPK.

Presiden juga perlu memberikan perhatian serius terhadap pilkada langsung yang prosesnya kini kerap diwarnai politik uangBahkan, sering terjadi penyalahgunaan wewenang dan manipulasi APBD untuk pemenangan oleh kandidat incumbentSementara itu, panwas tidak memiliki wewenang yang memadai untuk menindak pelanggarAkibatnya, pilkada menghasilkan kepala daerah yang belakangan banyak terlibat masalah korupsi"Lebih dari 60 persen kepala daerah hasil pilkada bermasalah dan terlibat korupsi," katanya.

Persoalan yang tak kalah penting adalah pluralismeMenurut Sudirta, adanya tindak kekerasan dan main hakim sendiri oleh sekelompok preman terhadap pihak lain yang berbeda keyakinan, baik agama, suku, ras dan budaya, bisa menjadi ancaman serius terhadap eksistensi NKRI"Apalagi, para pelaku kekerasan itu terkesan kebal hukum, bertindak melampaui wewenang aparat penegak hukum," ujarnya(pri/c4/tof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Eks Hakim MK Dukung Awasi Para Hakim MK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler