Senator Sulut Sesalkan Fitnah ke Pimpinan DPD, Minta Yorrys Cs Tak Rusak Citra Lembaga

Senin, 29 Juli 2024 – 14:45 WIB
Suasana Sidang Paripurna DPD RI. Foto: ilustrasi/dokumentasi DPD

jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPD RI dari Dapil Sulawesi Utara (Sulut) Djafar Alkatiri angkat bicara menanggapi kegaduhan yang terjadi saat Sidang Paripurna DPD pada Jumat (12/7) lalu. 

Dia meminta koleganya Yorrys Raweyai Cs menghentikan gaya-gaya preman dalam menggolkan agenda politik di DPD.

BACA JUGA: Sentil Yorrys CS yang Tuding Pimpinan DPD Arogan, Senator Lampung: Itu Kekanak-kanakan!

Sebab, dia mengingatkan kegaduhan yang ditimbulkan Yorrys Cs dapat merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.

"Sejumlah anggota DPD yang mendukung Yorrys mengklaim sebagai 'Kelompok DPD Pro Perubahan'. Pertanyaannya, mau berubah seperti apa? Memasukan gaya-gaya premanisme dalam memuluskan agenda politik di DPD?" kata Djafar dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/7).

BACA JUGA: Yorrys Sebut Anggota DPD RI Kecewa dengan Gaya Pemimpin Otoriter dan Intimidatif

Djafar mengatakan manuver politik yang dilakukan Yorrys di DPD membuka memori publik atas kegaduhan politik yang pernah dilakukan mantan politikus Partai Golkar itu di DPR pada 2015 lalu.

Saat itu, kata Djafar, Yorrys mempertontonkan gaya premanisme dalam upaya penguasaan Sekretariat Fraksi Golkar di DPR.

BACA JUGA: Paul Finsen Mayor Bantah Yorrys Raweyai Didukung Seluruh Senator Papua untuk Pimpin DPD

"Dia memaksa masuk, merusak pintu Fraksi Partai Golkar di DPR, untuk melakukan penguasaan. Apakah cara-cara seperti ini yang dimaksud Yorrys sebagai agenda perubahan di DPD ke depan," sindir Senator Sulut itu.

Diketahui, Sidang Paripurna DPD pada Jum'at (12/7) lalu sempat panas lantaran sebagian anggota DPD tak menyetujui pengesahan Tata Tertib (Tatib) baru DPD.

Sejumlah senator menginterupsi jalannya rapat yang dipimpin Ketua DPD LaNyalla Mattalitti, kemudian maju ke meja pimpinan sidang untuk merebut palu dan menghentikan jalannya sidang.

Kericuhan yang terjadi di depan meja pimpinan, membuat sejumlah anggota yang mendukung agar Tatib baru DPD disahkan ikut maju untuk membentengi meja pimpinan sidang.

Namun, sidang berakhir dengan tertib, sejumlah anggota yang sempat bersitegang dengan pimpinan saling bersalaman dan bermaafan.

Lebih lanjut Djafar mengungkapkan Yorrys Raweyai merupakan salah satu aktor dalam kegaduhan di Sidang Paripurna DPD di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jum'at (12/7).

Namun, dia menyesalkan Yorrys justru memperkeruh suasana dengan memfitnah pimpinan DPD sebagai otoriter dan diktator.

Padahal, kata Djafar lagi, Sidang Paripurna DPD pada Jumat (12/7) lalu memutuskan menugaskan Panita Perancang Undang-Undang (PPUU) untuk melakukan harmonisasi terhadap materi Tatib.

Keputusan itu merupakan bukti nyata kolaborasi seluruh pimpinan dan anggota DPD dalam menyelesaikan persoalan.

"Pernyataan Yorrys yang memposisikan lembaga DPD seperti milik perorangan atau pimpinan sangat menyesatkan. Kita tahu, kepemimpinan di DPD bersifat kolektif kolegial dan kolaboratif, melibatkan empat pimpinan dan semua anggota," tegasnya.

Djafar menambahkan pihaknya mempersilakan Yorrys dan sejumlah pendukungnya untuk mencalonkan diri sebagai pimpinan DPD periode 2024-2029.

Namun, dia meminta senator asal Papua itu mematuhi aturan perundang-undangan, berpegang pada etika dan mekanisme organisasi kelembagaan.

"Salah satu agenda dalam Sidang Paripurna DPD pada Jumat (12/7/2024) adalah pengesahan Tatib DPD. Dalam Tatib itu, ada pasal yang menyatakan, calon pimpinan harus orang yang tidak pernah mendapat sanksi dari Badan Kehormatan (BK) DPD. Pasal menjadi persoalan, karena ada yang pernah mendapat sanksi etik dari BK, tapi tetap ingin mencalonkan diri," tutur dia.

Menurut Djafar, kehadiran pasal tersebut dalam Tatib DPD merupakan hal wajar dan normal.

Bahkan, kata dia, baik untuk menjaga maruah dan kredibilitas lembaga di mata publik.

"Itu juga bukan aturan baru, sudah ada sebelumnya. Kalau sekarang dipersoalkan, seluruh anggota DPD dan publik bisa memahami, bahkan mencurigai adanya upaya penyusupan kepentingan di lembaga DPD," tandasnya.

Sebelumnya, Yorrys Raweyai menyatakan kericuhan dalam Sidang Paripurna DPD, di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen pada Jumat (12/7) terjadi lantaran gaya kepemimpinan LaNyalla Mattalitti dan Nono Sampono.

Menurut dia, kedua pimpinan DPD itu telah memberikan contoh pimpinan yang otoriter dan eksklusif.

"Ini adalah respons mayoritas anggota DPD, yang tidak lagi bisa dibendung. Kekecewaan demi kekecewaan akibat gaya kepemimpinan otoriter dan tertutup Pak La Nyalla dan Pak Nono sudah terakumulasi sejak lama, hingga memunculkan resistensi yang memuncak”, ujar Yorrys dalam konfrensi pers di Jakarta, Selasa (16/7)

Yorrys menambahkan sejak awal seluruh anggota DPD menaruh harapan besar pada pimpinan DPDuntuk membawa perubahan bagi kelembagaan DPD ke arah yang lebih baik.

Namun, perubahan tak kunjung terwujud, bahkan DPD dikelola dengan persepsi sendiri, tertutup, dan intimidatif.

"Pak La Nyalla dan Pak Nono telah memosisikan lembaga DPD seperti milik sendiri, di mana suara dan aspirasi kritis dan berbeda dari para anggota cenderung diabaikan. Puncak dari keresahan para anggota DPD itu ditumpahkan pada Paripurna DPD kemarin," imbuh Yorrys. (mar1/jpnn)


Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler