Senayan Khawatir Pengangkatan Honorer jadi PPPK Deadlock, Banyak Masalah Rumit

Senin, 04 Desember 2023 – 08:03 WIB
Massa honorer unjuk rasa menuntut diangkat menjadi CPNS. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Dewan Pembina Forum Honorer K2 Teknis Administrasi Indonesia Nur Baitih mengaku mendapat kabar dari pejabat Kantor Staf Presiden (KSP) bahwa honorer yang telanjur dirumahkan maupun tercecer akan dimasukkan ke pendataan.

Dia mengaku kaget lantaran langkah tersebut bakal membuat jumlah honorer di data base BKN makin membeludak.

BACA JUGA: Honorer Teknis Lulusan SMA Bakal Diangkat PPPK, Diusulkan Prioritas 2024 Tanpa Tes

Namun, di sisi lain, Bunda Nur kepada JPNN.com, Minggu (3/12), mengaku sangat setuju honorer yang telanjur dirumahkan maupun tercecer akan dimasukkan ke pendataan, asalkan ini bisa betul-betul menyelesaikan permasalahan status honorer agar tidak ada lagi diskriminasi.

Perlu diketahui bahwa selain tercecer dan telanjur dirumahkan, sejatinya masih banyak lagi masalah honorer jelang pengangkatan jadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK.

BACA JUGA: Butuh 10 Tahun Seluruh Guru Honorer jadi PPPK, Begini Cara Menghitungnya

Anggota Komisi X DPR RI Muhamad Nur Purnamasidi mengatakan masalah honorer bertambah terus seperti amuba.

Diketahui, amuba, amoeba, atau ameba merupakan binatang bersel satu yang berkembang biak dengan cara membelah diri.

BACA JUGA: Honorer Tercecer akan Didata, Ada Potensi Lonjakan Mengkhawatirkan

“Masalah honorer ini seperti amuba,” kata Nur Purnamasidi saat Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendikbudristek Nadiem Makarim pada 7 November 2023

Dia menilai masalah honorer seperti amuba karena satu masalah belum selesai, sudah muncul menjadi 2 masalah, berkembang lagi jadi 3 masalah, dan seterusnya.

“Selalu ada pembelahan-pembelahan,” kata anggota Fraksi Partai Golkar itu.

Menurutnya, untuk menyelesaikan setiap masalah honorer, butuh komitmen dari pemerintah.

Berikut sejumlah masalah menjelang pengangkatan honorer jadi PPPK:

1. Banyak Honorer Telanjur Di-PHK

Data 2,3 juta honorer saat ini sedang dan akan diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan BKN. Audit dilakukan secara menyeluruh. Bukan secara acak.

Hanya saja, di luar jumlah honorer yang sudah dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang mencapai 2,3 juta itu, diduga masih banyak honorer yang belum terdata di BKN.

Honorer yang belum terdata itu, antara lain ialah honorer yang sudah telanjur diberhentikan atau dirumahkan.

Masalah tersebut diungkap Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus saat Rapat Kerja bersama MenPAN-RB Azwar Anas, di Senayan, Senin (13/11).

Guspardi Gaus mengatakan kasus honorer telanjur di-PHK terjadi antara lain di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat.

Para honorer yang sudah telanjur diberhentikan itu tidak ikut dimasukkan dalam pendataan di BKN.

Selain itu, kata Guspardi, masih banyak juga honorer yang bertugas jauh dari perkotaan, belum terdata di BKN.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang.

Dia meragukan jumlah honorer sebanyak 2.357.092 atau 2,3 juta, yang sudah dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak atau SPTJM dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).

Junimart mengatakan, di luar jumlah honorer yang sudah ber-SPTJM itu, masih banyak lagi honorer yang belum terdata di BKN. Dia mengaku punya data.

Anggota Komisi II DPR Syamsurizal meminta KemenPAN-RB serius menuntaskan persoalan data honorer.

Dia mengatakan, masih banyak honorer yang mengeluh tidak terdata di BKN dan itu terjadi di banyak daerah.

“Masih banyak yang tercecer,” kata Syamsurizal.

“Di luar angka itu masih ada 1,6 juta,” imbuhnya, seraya mengatakan masalah ini memang tidak sederhana. Namun, harus segera diselesaikan agar tidak muncul masalah lagi di kemudian hari.

2. Jumlah Honorer Naik Turun, Bagaimana Anggaran Gaji PPPK?

MenPAN-RB Abdullah Azwar Anas mengakui hasil audit sementara yang dilakukan BPKP dan BKN, menunjukkan jumlah honorer naik turun.

“Hasil sampling BPKP, data naik turun di lapangan,” kata Menteri Anas saat raker di Komisi II DPR.

“Kalau sudah ada policy, tetapi data belum beres, ini jadi masalah, sehingga validasi menjadi penting,” kata Anas.

Jumlah honorer yang belum ada kepastian sudah tentu akan berdampak pada besaran anggaran yang harus disiapkan untuk gaji PPPK.

Anggaran untuk gaji PPPK 2024 sudah ditetapkan pemerintah. Lantas, bagaimana jika ternyata jumlah honorer bertambah lagi, jauh melebihi 2,3 juta?

3. Masalah Anggaran Audit Honorer

Untuk memastikan siapa saja yang masuk kategori honorer tercecer dan honorer telanjur dirumahkan, sudah pasti perlu dilakukan pendataan. Bukan asal-asalan. Butuh biaya tambahan untuk audit.

Padahal, terhadap data 2,3 juta honorer yang sudah ada di BKN, proses auditnya saat ini masih terkendala anggaran.

Belum siapnya anggaran untuk audit data honorer secara menyeluruh, bukan secara acak, juga menjadi kekahawtiran sejumlah anggota Komisi II DPR RI.

Program pengangkatan honorer jadi PPPK dikhawatirkan Komisi II DPR bakal deadlock gegara data honorer masih amburadul akibat proses audit yang terganjal masalah anggaran.

Junimart Girsang mengatakan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dilibatkan untuk melakukan audit, ternyata belum punya pos anggaran untuk itu.

“(BPKP) enggak punya anggaran, bisa mendata ini? Masih banyak masalah-masalah non-ASN,” cetus Junimart.

Mardani Ali Sera juga mengatakan hal yang sama. Anggota Fraksi PSKI Komisi II DPR RI itu meminta masalah ketersediaan anggaran untuk audit harus segera dibereskan.

“Kalau BPKP tidak ada dana, kami perjuangkan,” cetus Mardani.

Merespons hal itu, Menteri Anas menegaskan akan segera bertemu Kepala BPKP untuk membahas masalah anggaran audit data honorer.

“Setelah ini saya akan bertemu Kepala BPKP,” kata Mas Anas.

4. Masih Ada Honorer jadi Guru PPPK Belum Gajian

Anggota Komisi X DPR Anita Jacoba Gah mengatakan, hingga saat ini masih ada guru honorer yang sudah lulus PPPK, tetapi belum pernah menerima gaji bulanan.

“Ada PPPK, sudah lulus, tetapi gaji belum dibayar,” ujar politikus Partai Demokrat itu, pada raker 7 November.

5. Guru Swasta juga Pengin jadi PPPK

Anita Jacoba juga menyampaikan aspirasi guru swasta yang merasa peluangnya untuk jadi PPPK sangat terbatas.

“Mereka bilang, “kami juga mengajar anak-anak bangsa”. Jadi, mereka juga rindu menjadi PPPK. Berikanlah mereka kesempatan,” kata Anita.

Anita Jacoba juga menyampaikan bahwa ada kasus guru yang sudah lulus sertifikasi, tetapi gagal pada seleksi PPPK.

Sebaliknya, ada guru yang gagal lulus sertifikasi, tetapi malah lolos seleksi PPPK.

“Bahkan yang lolos PPPK ini (honorer) yang baru. Mereka yang sudah lama mengabdi, malah tidak lolos. Ada yang lolos, tetapi belum dapat penempatan.”

6. Usulan Formasi PPPK Terhambat Syarat Belanja Pegawai

Pada raker, Nur Purnamasidi mengeluhkan mengenai syarat pemda dalam mengusulkan formasi PPPK 2024.

Nur menilai, syarat belanja pegawai maksimal 30 persen dari APBD, akan menghambat target pemenuhan formasi PPPK.

Pasalnya, akan banyak pemda yang tidak bisa mengusulkan formasi PPPK 2024.

Perlu diketahui, banyak pemda yang porsi belanja pegawai di APBD-nya mencapai lebih 30 persen.

Bahkan, masih ada beberapa pemda porsi belanja pegawai di atas 60 persen.

“Ini prolem baru lagi. Mohon, Mas Menteri bisa menyelesaikannya,” ujar Purnamasidi. (sam/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler