Sengaja Ulur Pengangkatan Honorer?

Rabu, 30 September 2015 – 08:42 WIB
Honorer K2 ikut tes 2013. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - MENTERI Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengeluarkan pernyataan terbaru soal mekanisme pengangkatan honorer K2 menjadi CPNS. Jika pada 15 September 2015 bilang pengangkatan tanpa tes, kemarin Yuddy menegaskan para honorer K2 harus dites lagi.

Mantan Sekjen Forum Honorer Indonesia (FHI) Eko Imam Suryanto yang kini sudah menjadi guru PNS di sebuah SMP Negeri di Medan, menanggapi perkembangan ini. Berikut wawancara wartawan JPNN Soetomo Samsu dengan pria yang kini lebih senang disebut sebagai "orang yang peduli nasib honorer" itu, pagi tadi (30/9).

BACA JUGA: Honorer K2 Harus Dites Lagi

Tanggapan Anda terhadap pernyataan terbaru Menteri Yuddy?

Pernyataan itu jelas membuat galau dan kecewa para honorer K2. Dengan kembali menyatakan tes untuk honorer K2 sebelum diangkat, terjawab sudah kekhawatiran yang kemarin saya kemukakan. Artinya, sampai saat ini Pak Menteri saya anggap belum punya skenario yang pas untuk menyelesaikan nasib kawan kawan Honorer K2.

BACA JUGA: Usia Honorer K2 Dipertimbangkan

Kira-kira apa yang membuat Menteri Yuddy berubah sikap?

Pernyataan Pak Yuddy juga saya anggap sebagai wujud ketidakseriusan beliau dalam mensikapi nasib kawan kawan honorer K2 yang tersisa. Timbul pertanyaan, ada apa sebenarnya, kok setelah demo bidan terus bikin statement yang berbeda dengan tanggal 15 September 2015. Jangan-jangan ini adalah cara untuk mengulur-ulur penyelesaian masalah honorer k2. Jika ini tujuan Pak Menteri, tentunya ini sangat mencederai hati kawan kawan honorer, sebab mereka sangat berharap pengabdiannya terhadap bangsa dan negara ini berbuah manis.

BACA JUGA: Hujatan Bobotoh Memang Top

Apa karena Menteri Yuddy masih ragu dengan kemampuan honorer K2 sehingga perlu dites ulang, setelah tes 2013 silam?

Jika Pak Menteri masih ragu terkait honorer K2, ada beberapa hal yang mungkin bisa menjadi acuan Pak Menteri. Tentang tingkat Kompetensi, saya menyampaikan dan menjamin hampir 90 persen  mereka sudah Strata I. Saya selaku orang yang selama ini berurusan dengan honorer, punya data.

Memang kalau acuannya adalah data Tahun 2010, berdasar SE MENPAN No 3 Tahun 2010, pasti akan heran, karena pada saat pendataan tahun 2010, di formulirnya hanya diminta mengisi pendidikan awal masuk . Dengan berjalannya waktu, banyak para honorer yang dengan kesadaran sendiri mengambil Pendidikan lanjutan. Jadi Pak Menteri tidak usah ragu terkait kompetensi sebagian honorer K2.

Anda begitu yakin honorer K2 punya kompetensi tinggi?

Iya, secara pengalaman di lapangan, Pak Menteri tidak usah ragu dengan kinerja mereka. Ibarat tentara atau pasukan, kawan-kawan sudah terbiasa dan ahli menggunakan senjata. Artinya diambil dari sisi manapun, secara fakta mereka lebih mahir dalam pekerjaannya.

Bagaimana dengan honorer K2 yang sudah berusia tua?

Ya, justru itu, mereka sarat pengalaman. Dedikasi dan integritas terkait pekerjaan saya yakin sangat baik, sebab selama ini mereka sudah teruji dengan masa pengabdian mereka, dan mereka tidak pernah mengeluh dengan situasi dan kondisi. Tentunya hal ini harus menjadi pertimbangan negara dalam memberikan penghargaan kepada mereka.

Apa yang mesti dilakukan Menteri Yuddy?

Pak Menteri seyognya juga harus mempertimbangkan kontiunitas kebijakan Kementerian yang dulu. Masih segar dalam ingatan saya, Pak Azwar Abu Bakar pernah menerbitkan surat  Edaran di Bulan Agustus 2014 kepada Pejabat Pembina Kepegawaian yang meminta untuk mengirimkan data honorer K2 yang belum lulus dilengkapi dengan SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak). Tapi saya lupa nomor suratnya. Tentunya laporan dan data dari surat ini sudah ada di Kemenpan. Yang perlu dipertimbangkan lagi, harus ada koordinasi dengan Kementerian Teknis, karena Kementerian Teknis pasti lebih tahu terkait permasalahan honorernya.

Alasan perlunya tes ulang untuk pemeringkatan, siapa yang nilai tes terbagus, diangkat gelombang awal. Tanggapan Anda?

Terkait dengan alasan tes, untuk melakukan perangkingan untuk menentukan siapa yang diangkat duluan, saya pikir ini alasan klise dan cenderung dicari cari, karena kalau hanya untuk melakukan perangkingan saya pikir cukup dengan hasil tes November 2013 lalu. Sekaligus juga untuk menghemat anggaran.

Apa Anda melihat kemungkinan ada kesengajaan mengulur-ulur pengangkatan honorer K2, katakanlah menunggu jelang pemilu 2019?

Jika memang ada pertimbangan politik, saya pikir ada jalan tengah yang bisa diambil sambil menunggu payung hukum dan keputusan politik presiden, yakni pendekatan kesejahteraanyaitu dengan segera menetapkan gaji minimum honorer.

Jika kita kembali lagi ke belakang, memang masalah honorer ini adalah produk politik yang tentunya harus diselesaikan juga dengan menggunakan instrumen politik yang melibatkan semua komponen Politik, karena semua harus bertanggung jawab terkait masalah honorer ini. Masih segar dalam ingatan kita semua tentang penyelesaian guru bantu dan honorer K2 lalu. Dimana saat itu Presiden teribat langsung dengan mengeluarkan PP, mulai PP No 48 Tahun 2005 jucnto PP 43 Tahun 2007 sampai PP 56 Tahun 2012. Ini semua adalah produk politik yang tetap melibatkan Presiden. Jadi saya tetap berpendapat presiden harus tahu terkait masalah ini. Tidak cukup hanya Pak Menteri yang mengurusi dan menyelesaikan

Pesan untuk para honorer K2?

Untuk kawan-kawan honorer harus kembali meminta penjelasan resmi dan kalau perlu melakukan pressure politik kepada pemerintah dan meminta pernyataan hitam di atas putih terkait janji-janji yang disampaikan oleh pemerintah, sehingga kawan-kawan tidak termakan lagi janji kosong, seperti lagu era delapan puluhan,... janji janji, tinggal janji...hanya mimpi... (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kuncinya Verifikasi Honorer K2


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler