Sengketa Pilkada Bakal Ditangani MA

Jumat, 29 Agustus 2014 – 15:17 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) ke depan tidak lagi ditangani Mahkamah Konstiitusi (MK), namun oleh Mahkamah Agung (MA).

Perubahan hadir setelah sebelumnya MK menghapus kewenangannya menangani sengketa pilkada, atas permohonan uji materil yang diajukan Ketua Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Victor Santoso Tandiasa, Mei lalu.

BACA JUGA: Jika tak Kelar, 87 RUU Pemekaran Dilanjutkan DPR 2014-2019

Atas putusan tersebut, pemerintah dan DPR kemudian membahasnya dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada dan meminta masukan dari MA beberapa waktu lalu.

"Pertanyaaan kami ajukan resmi ke MA. Jawabnya, kalau undang-undang memerintahkan, mereka mengatakan siap. Iya UU Pilkada," ujar Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Komisi II DPR RI, Hakam Naja di Jakarta, Jumat (29/8).

BACA JUGA: Rencana Pilkada Serentak 2015 tak Akan Berubah

Dengan adanya jawaban dari MA, maka terkait penanganan sengketa pilkada kini tidak lagi menjadi masalah alot saat pembahasan RUU Pilkada, yang direncanakan akan disahkan menjadi undang-undang September mendatang.

"Jadi MA itu istilahnya secara implisit mengatakan mereka akan lebih senang kalau bisa fokus menengahi. Tapi kalau UU memerintahkan, mereka mengatakan siap," katanya.

BACA JUGA: PDIP Tetap Terbuka bagi Koalisi Merah Putih di Pilkada

Saat ditanya bagaimana dengan usulan agar penyelesaian sengketa pilkada diberikan ke Bawaslu, menurut Naja Komisi II tetap akan mengkajinya lebih dalam. Namun jika sudah ditetapkan dalam undang-undang, maka DPR periode berikutnya perlu melahirkan revisi undang-undang pilkada yang baru.

"Ya nanti akan menjadi kajian kita, karena ini kan memang ada beberapa opsi. Yang diajukan itu namanya Badan Penyelesaian Sengketa Pemilu (BPSP). Kalau ditanya apa akan jadi rekomendasi untuk DPR berikutnya, tidak bisa rekomendasi. Karena UU, ya harus putusan UU," katanya.

Sebelumnya dalam putusan MK Mei lalu, Hakim konstitusi menilai Pasal 236 C Undang Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) dan Pasal 29 Ayat 1 huruf e UU Nomor 48 Tahun 2009 dianggap inkonstitusional.

Patrialis Akbar menyebut, berdasarkan putusan MK Nomor 1-2/PUU-XII/2014, MK memiliki pendirian yang bersifat limitatif. Artinya kewenangan MK tidak bisa dikurangi atau ditambah lagi. Dengan memasukan kewenangan untuk menuntaskan sengketa pilkada sebagai bagian dari tugas MK, maka MK sudah melenceng dari fitrahnya.
      
Namun untuk menghindari adanya kevakuman serta ketidakpastian hukum pascaputusan, Ketua MK Hamdan Zoelva menyatakan MK tetap akan menyidangkan sengketa pilkada sampai ada revisi terhadap UU tersebut oleh DPR dan pemerintah, khususnya terkait lembaga yang berwenang memutus sengketa pilkada.(gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tugas DKPP Tak Hanya Memecat Penyelenggara Pemilu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler