jpnn.com, DENPASAR - Ningsih Suciati, mantan Dirut Bank of India menggugat Polda Bali ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dalam sidang praperadilan.
Dalam surat gugatan praperadilan tertanggal 25 Oktober 2017 itu, Ningsih menilai penetapannya sebagai tersangka oleh Polda Bali terkait dugaan tindak pidana perbankan tidak sah.
BACA JUGA: DPRD DKI Minta Perangkat Desa Senayan Berpihak pada Warga
Patut diduga dalam materi hukum pada praperadilannya ada unsur dengan sengaja mengalihkan isu hukum.
Yaitu masalah SID bank dan faktanya bukan materi pokok yang dilaporkan oleh pihak korban (adanya pengalihan isu hukum ).
BACA JUGA: DPRD Dukung Pemprov Manfaatkan Lahan Sengketa
Gugatan praperadilan Ningsih ini dinilai aneh dan janggal. Pasalnya, penetapan statusnya sebagai tersangka itu dikarenakan adanya juga putusan atau penetapan dari PN Denpasar beberapa waktu lalu yang mengabulkan gugatan praperadilan yang dilakukan Rita.
Dengan demikian, Ningsih diasumsikan memperaperadilankan hasil keputusan praperadilan PN Denpasar, yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Masalah ini berawal dari tindakan Rita yang melaporkan Ningsih Suciati ke Polda Bali beberapa waktu lalu atas dugaan melakukan tindak pidana perbankan.
Khususnya dugaan telah terjadinya perbuatan melawan hukum terkait tentang tidak adanya ketaatan pada peraturan dalam UU tentang Perbankan dan peraturan BI dan dalam proses lelang secara keseluruhan diduga telah melanggar peraturan PMK dan ketentuan UU ttg Hak Tanggungan.
Dalam hal ini terkait lelang Villa Kozzy di Seminyak, Kuta-Bali beberapa waktu lalu.
Setelah diperiksa, Ningsih sempat ditetapkan statusnya sebagai tersangka sejak pada 15 Desember 2011.
Namun, dalam perkembangannya, Polda Bali kemudian menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) pada 4 Juni 2014 terkait dengan perkara perbankan yang diadukan Rita tersebut.
Menyikapi adanya SP3 itu, Rita kemudian mempraperadilankan Polda Bali ke PN Denpasar dengan No 05/pid pra/2016/PN Dps, sehingga akhirnya turun keputusan atau penetapan dari PN Denpasar tertanggal 29 Maret 2016.
Dalam putusannya PN Denpasar menilai penerbitan SP3 tidak sah.
Selanjutnya PN Denpasar memerintahkan Polda Bali agar membuka atau melanjutkan penyidikan kembali laporan Rita terkait dugaan tindak pidana perbankan dengan dugaan Ningsih Suciati dkk sebagai tersangka.
Dalam hal ini, setelah penyidikan ulang Polda Bali kembali memeriksa dan menetapkan Ningsih sebagai tersangka karena adanya putusan praperadilan dari PN Denpasar, dan pihak Polda Bali telah menerbitkan SPDP atas kasus tersebut,dan telah diterbitkan P19 oleh Kejaksaan Tinggi,Bali.
Namun ternyata, Ningsih justru mempraperadilankan Polda Bali. Sidang gugatan praperadilan Ningsih harusnya digelar pada 28 November ini tapi tertunda.
Menanggapi adanya gugatan praperadilan atas putusan praperadilan ini, Jacob Antolis mengaku aneh dan sangat janggal.
Menurutnya, terjadinya ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi pihak korban,sehingga harus mengirim surat permohonan pengawalan dan perlindungan hukum ke Presiden dan seluruh pejabat-pejabat pemerintah yang mempunyai wewenang.
"Saya baru mendengar ada putusan praperadilan dalam kasus atau masalah hukum yang sama dalam putusan praperadilan memerintahkan meneruskan penyidikan atas tersangkanya dan pihak Polda Bali telah menerbitkan SPDP dan Kejaksaan Tinggi telah menerbitkan P19 dan sebaliknya dilakukan kembali praperadilan dengan masalah status tersangka tidak sah," ujar Jacob, Kuasa hukum Rita, di Denpasar.
Terkait dengan hal ini, Jacob meminta aparat instansi terkait ikut mengawasi dan mengawal proses persidangan praperadilan yang diajukan Ningsih.
"Saya minta agar bisa diawasi dalam proses persidangannya, sehingga berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku, dan kalau terjadi melenceng dalam proses maupun dalam putusannya nanti artinya penegakan hukum di Indonesia sudah dalam status mati suri alias tidak ada lagi kepastian hukum dan keadilan," papar Jacob.
Dia berharap agar sidang praperadilan ini digelar secara adil dengan memerhatikan aturan hukum yang berlaku, sehingga masyarakat mendapatkan keadian dan kepastian hukum. (rmo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia