Kota Melbourne menjadi tuan rumah 'Land Forces International Defence Exposition 2024', yang menampilkan perlengkapan dan teknologi militer terbaru dari penjuru dunia.
Salah satu perusahaan yang mengikuti pameran tersebut adalah dari Indonesia, tapi bukan menawarkan peralatan seperti senjata atau sejenisnya.
BACA JUGA: Pelaku Kekerasan Seksual di Kereta Komuter Akan Masuk Daftar Hitam dan Dilarang
CV Sepatu SANI dari Jawa Timur menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia dengan memamerkan sepatu militer buatan mereka sendiri.
Ralfael Kwok dari CV Sepatu Sani mengatakan keterlibatannya di pameran tersebut karena melihat peluang besar saat Indonesia dan Australia sedang meningkatkan hubungan bilateral, termasuk di bidang pertahanan.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Staf PBB Ikut Jadi Korban Tewas Akibat Serangan Israel di Gaza
"Secara geografis,... negara terbesar paling dekat sama Australia kan kita," kata Ralfael.
"Banyak sekali perjanjian bilateral, seperti IA-CEPA, yang menurut saya sebuah momentum yang harus dipergunakan, enggak boleh miss out," ujarnya kepada Billy Adison dari ABC Indonesia.
BACA JUGA: Australia Alami Kerugian Judi Online Terbesar di Dunia, Iklan di Media Jadi Sorotan
Tapi Ralfael menyayangkan karena terlepas dari hubungan Australia dan Indonesia yang sering digaungkan, hanya sepatu dari perusahaannya yang mengikuti pameran militer tersebut.
"Ini kita satu-satunya perusahaan Indonesia juga sayang. Saya juga kaget," tambahnya.
Pada awalnya CV Sepatu Sani hanya memproduksi sepatu komersial, tapi pernah membuat sepatu militer untuk TNI di tahun 2018.
Ralfael mengaku ia memohon kehadiran dan dukungan dari perwakilan Indonesia di Canberra dan Melbourne serta pihak TNI, yang diwakili Letnan Jenderal TNI Teguh Muji Angkasa, Atase Militer KBRI di Canberra Kol. Cke Tomy Arvianto, dan Konsul Ekonomi KJRI Melbourne Bayu Rahmat Novita.
"Menurutku, kalau pemerintahannya kita [Indonesia] udah oke nih, value Made in Indonesia itu bisa dinaikkan, bisa compete secara produksi," ujar Ralfael.
Akhir Agustus lalu, Australia dan Indonesia mengumumkan upaya untuk memperkuat hubungan di bidang pertahanan dan militer.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Australia Richard Marles, yang juga wakil perdana menteri, menandatangani perjanjian yang mereka sebut "bersejarah".
Termasuk dalam perjanjian tersebut antara lain meningkatkan kerja sama dalam keamanan maritim, penanggulangan terorisme, serta dalam bidang pendidikan dan pelatihan.
"Perjanjian ini mencerminkan tekad bersama kita untuk mengembangkan kemitraan pertahanan dalam mendukung tatanan berbasis aturan global," ujar Menhan Richard, 29 Agustus lalu.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada mitra saya, Prabowo Subianto, atas kepemimpinan dan kemitraannya dalam menyaksikan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan ditandatangani hari ini."Unjuk rasa menentang pameran militer
Pameran militer ini berlangsung hingga hari Jumat (13/09) di Melbourne Convention and Exhibition Centre (MCEC), dengan menampilkan delegasi dari 45 negara dan 700 perusahaan, termasuk dari Asia Pacific.
Hari Rabu lalu, kepolisian Victoria dan pengunjuk rasa terlibat dalam bentrokan di luar gedung MCEC menyebabkan puluhan warga ditangkap dan 24 polisi terluka.
Kepolisian Victoria mengatakan mereka terganggu dengan perilaku beberapa pengunjuk rasa, yang melempari batu, kaleng, dan kotoran kuda, serta semprotan asam.
Tapi warga dan saksi mata menuduh polisi menggunakan kekuatan yang berlebihan, seperti semprotan merica, granat kejut, serta penggeledahan tas pengunjuk rasa.
Penyelenggara unjuk rasa mengatakan mereka "terkejut dengan tingkat kekerasan yang ditujukan kepada warga yang melakukan anggota masyarakat yang melakukan unjuk rasa damai".
Sejumlah jurnalis mengatakan mereka melihat apa yang diyakini sebagai peluru karet yang ditembakkan ke beberapa pengunjuk rasa, serta penggunaan gas dan semprotan.
Tapi Kepala Kepolisian Victoria Komisaris Shane Patton mengklarifikasi kalau "peluru karet" tersebut hanyalah peluru tongkat busa keras.
Banyak peserta pameran yang enggan membicarakan unjuk rasa anti-perang yang terjadi di luar pameran.
Tapi sebagian dari mereka mengatakan kemarahan yang diungkapkan pengunjuk rasa "tidak beralasan", karena banyak peserta pameran yang tidak menawarkan senjata dan teknologi milter.
Kepada program ABC 7:30, sejumlah peserta pameran tidak mempermasalahkan hak pengunjuk rasa untuk menyampaikan pendapatnya, tapi mengatakan bentrokan yang terjadi sudah kelewat batas.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wonderkid Bayern Munchen Terpukau Fanatisme Suporter Timnas Indonesia