Seperti Ini Dampak Implementasi Regulasi Gambut untuk Riau

Rabu, 03 Mei 2017 – 15:08 WIB
Ilustrasi kelapa sawit. Foto: Jawa Pos/JPNN

jpnn.com, RIAU - Implementasi PP 57/2016 yang dituangkan dalam PERMENLHK No. 14/2017,15/2017,16/2017,17/2017, serta KEPMENLHK No. 129/2017 dan 130/2017 dinilai akan menimbulkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi Riau.

Dengan adanya paket regulasi gambut tersebut, sedikitnya 1,5 juta hektare atau 30 persen dari KHG akan dialokasikan sebagai fungsi lindung.

BACA JUGA: Bayar Angsuran Kredit di MPM Finance Makin Mudah

Hal itu akan menyebabkan ketidakpastian berusaha dan hukum yang akan berimbas pada turunnya investasi.

Kondisi ini akan berdampak terhadap penurunan PDRB Riau serta pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau dan Indonesia. 

BACA JUGA: Jokowi Usul Dana Haji Diinvestasikan ke Infrastruktur, Ini Pendapat MUI

Pengurangan tenaga kerja massal di sektor kehutanan dan perkebunan pada akhirnya akan menjadi permasalahan sosial di Riau.

Apabila implementasi fungsi lindung diterapkan pada Kawasan Bukan Hutan (APL), sektor unggulan pemerintah Riau akan mengalami stagnasi dan terhambat pengembangannya.

BACA JUGA: Jokowi: Sulsel Bisa Jadi Lokomotif di Indonesia Timur

Hal itu dijabarkan akademisi dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Riau (LPPM-UR) dalam siaran pers yang diterima JPNN, Rabu (3/5).

LPPM-UR sudah mengadakan workshop dengan tema Implementasi Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut: Optimalisasi Peran Stakeholders dalam Membangun Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Berkelanjutan, di Pekanbaru, Selasa (3/5).

Ketua LPPM Universitas Riau Almasdi Syahza mengatakan, diperlukan komitmen stakeholders terhadap pengelolaan KHG.

Dengan begitu, fungsi lindung dan budi daya ekosistem gambut dapat dilakukan secara seimbang berkelanjutan. 

“Kegiatan workshop ini diharapkan menjadi wadah untuk mewujudkan komitmen bersama dan membangun sinergisme pada para pihak,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima JPNN, Rabu (3/5).

Ekosistem gambut Indonesia telah mengalami kerusakan yang masif akibat pemanfaatan yang melebihi daya dukung dan daya tampungnya.

Komitmen pemerintah untuk perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut telah dilakukan lewat peraturan pemerintah (PP) nomor 57 tahun 2016 juncto PP nomor 71 tahun 2014.

Peraturan ini mendapatkan tanggapan beragam dari para pihak. Aktivis dan pemerhati lingkungan menyatakan, peraturan ini sangat tepat karena akan mampu melindungi hutan dan gambut.

Karena itu, pemerintah harus tegas dan konsisten untuk menerapkannya.

Di lain pihak, para pelaku bisnis, baik perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan maupun perkebunan menyatakan, penerapan peraturan ini akan berdampak negatif terhadap bisnis yang mereka jalankan.

Lebih jauh lagi, akan berdampak negatif bagi perekonomian daerah, yakni menurunnya pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan neraca pembayaran (defisit neraca perdagangan dan kapital).

Karena itu, Aras Mulyadi mengingatkan akademisi Universitas Riau untuk bersikap bijak dalam menyikapi permasalahan ini.

“Universitas Riau harus bisa menjadi mediator yang aktif dan arif sehingga workshop ini menghasilkan keluaran yang menyeimbangkan perlindungan dan pengelolaan KHG dari aspek lingkungan, sosial dan ekonomi,” ujarnya.  (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tambah Investasi di Infrastruktur, Taspen Kucurkan Rp 4 Triliun


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler