Seperti ini Pencapaian 3 Tahun Sektor Pertanian Era Jokowi JK

Selasa, 11 Juli 2017 – 13:45 WIB
Penyuluh pertanian. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Hari Priyono mengatakan, menjelang akhir tahun ketiga kebijakan pemerintah Jokowi dan JK di bidang pertanian telah memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan produksi yang berdampak bagi kesejahteraan petani.

Padi, jagung dan kedelai adalah tiga komoditas awal yang digenjot peningkatan produksinya sejak awal melalui program Upaya Khusus (upsus) Pajale.

BACA JUGA: Kebijakan Pangan di Pemerintahan Jokowi-JK Berhasil, Ini Buktinya

"Secara bertahap, program kebijakan pemerintah di sektor pertanian di era nawacita mulai menunjukan hasil," ujarnya.

Produksi Gabah Kering Giling (GKG) pada 2015 mencapai 75,55 juta ton meningkat 4,66 persen di bandingkan 2014 sebesar 70,85 juta, pada 2016 produksi mencapai 79,1 juta ton, di tahun ini juga tercatat untuk pertama kalinya Indonesia berswasembada beras setelah 32 tahun.

BACA JUGA: Kebijakan Pangan Era Pemerintah Jokowi-JK On The Track, Ini Buktinya

Peningkatan produksi juga terjadi pada komoditi bawang merah dengan capain 1,29 juta ton meningkat sebesar 5,74 persen dibandingkan 2015 yang mencapai 1,22 juta. Sama halnya dengan bawang, untuk komoditi cabai produksi pada 2016 produksi mencapai 78.167 ton, sedangkan kebutuhan 54.346 juta ton.

Produksi jagungpun demikian, naik 4,2 juta ton atau 21,9 persen, peningkatan produksi jagung ini setara Rp 13,2 triliun.

BACA JUGA: Bulog Naikkan Harga, Nilai Tukar Petani Membaik

"Dengan demikian Kementerian Pertanian mampu memenuhi ekspektasi target swasembada hanya dalam 2 tahun. Di tahun 2016 pemerintahpun mengambil kebijakan yang berpihak kepada petani dengan tidak mengeluarkan rekomendasi impor, beras, cabai, dan bawang merah," jelasnya.

Terkait adanya polemik impor beras pada 2016, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Agung Hendriadi meluruskan bahwa rekomendasi impor beras adalah rekomendasi yang dikeluarkan pada 2015.

"Realisasinya sebagian pada 2016, jadi bukan rekomendasi dan impor ditahun yang sama. Selama kurun waktu 2016 dan 2017 pemerintah tidak pernah mengeluarkan rekomendasi Impor beras medium, karena produksi kita berhasil dan cukup memenuhi konsumsi masyarakat. Rekomendasi impor hanya dikeluarkan untuk beras dengan kebutuhan khusus atau sering disebut specialty rice yang peruntukannya untuk hotel, restoran dan kesehatan," tutur Agung.

Pencapaian peningkatan produksi juga diikuti dengan meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) yaitu NTP) pada 2016 mencapai 101,65 meningkat 0,06% dibandingkan NTP 2015 yang sebesar 101,59 dan NTUP rata-rata nasional tahun 2016 juga berada di posisi tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Tahun 2016 NTUP mencapai 109,86 atau naik 2,3% dibandingkan 2015.

Data Biro Pusat Statistik mencatat pencapaian produksi jagung Februari 2017 sebesar 6,3 juta ton, jika dibandingkan februari 2016 hanya sebesar 3,2 juta ton. Dari pencapaian tersebut bukan mustahil jika target 24,2 juta ton di tahun 2017 ini dapat tercapai.

Guna mengatasi gejolak harga pangan, Kepolisian Republik Indonesia bersama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Badan Urusan Logistik (Bulog) membentuk Satgas Pangan.

Kinerja satgas pangan terbukti efektif, bergerak di seluruh propinsi dan mampu menjaga kestabilan harga dan ketersedian stok pangan menjelang dan berakhirnya ramadhan dan hari raya idul fitri.

Kepala BPS Suhariyanto menyatakan, upaya pemerintah dalam membentuk satgas pangan berdampak besar terhadap stabilnya harga pangan di msyarakat. Karena selama ini naiknya harga pangan berdampak besar bagi peningkatan inflasi.

Rating FSI untuk aspek sustainable agriculture, Indonesia berada di rangking 16 (skor 53,87) setelah Argentina serta berada di atas Cina, Ethiopia, Amerika Serikat, Nigeria, Arab Saudi, Afrika Selatan, Mesir, Uni Emirat Arab, dan India.

“Intinya hasil riset ini menunjukkan Indonesia berada di atas Amerika Serikat. Riset GFSI memang berbeda dengan FSI. Pada Juni 2016 peringkat GFSI Indonesia berada pada peringkat 71 dari 133 negara dengan skor 50,6 atau naik 2,7 poin. Hal yang perlu dicatat adalah peningkatan skor 2,7 ini merupakan peningkatan tertinggi di seluruh dunia," papar Agung.

Hari menambahkan capaian-capaian tersebut merupakan hasil bersama dari berbagai komponen bangsa, patut kita syukuri.

"Dan kurang pantas rasanya ada pihak tertentu yang cenderung mencari kelemahan dan tendensius menyampaikan kritik yang mengarah pada ungkapan kebencian. Mari kita syukuri, terus bergerak dan sama-sama kita perbaiki kekurangan tanpa harus membuat kegaduhan, kami tunggu sumbangsihnya," pungkas Hari.(jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kementan Optimis Indonesia Menjadi Negara Pengekspor Jagung


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler