jpnn.com, JAKARTA - Partai Demokrat dinilai harus segera berbenah jika tidak ingin ambruk di Pilpres 2019 mendatang. Tanda-tanda itu mulai terlihat seiring kegagalan partai berlambang mercy ini menempatkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres pendamping Joko Widodo maupun Prabowo Subianto di Pilpres 2019.
"Saya menangkap kesan SBY pengin mengambil banyak, akhirnya enggak ada yang didapat. Ini mungkin pelajaran berharga bagi PD ke depan," ujar pengamat politik Muradi kepada JPNN, Senin (20/8).
BACA JUGA: Kecurigaan soal Sandi Lebih Dominan ketimbang Kejutan
Pengajar di Universitas Padjajaran Bandung ini lebih lanjut mengatakan, dalam bahasa sederhananya, politik itu berbagi. Artinya, tergantung negosiasi untuk kemudian memperoleh apa yang diinginkan.
"Tidak bisa kemudian keinginan satu pihak yang terlalu besar, karena pihak lain juga tentu memiliki kepentingan. Saya kira hal ini yang dilewatkan Partai Demokrat di Pilpres 2019," ucapnya.
BACA JUGA: Nama-nama Beken Masuk di Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf
Saat ditanya, mengapa kemudian PD akhirnya mendukung pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Muradi menilai kemungkinan untuk bergabung ke kubu Joko Widodo sudah tidak memungkinkan.
Karena itu, pilihan satu-satunya mendukung Prabowo-Sandi, meski kesan yang kemudian muncul PD dianaktirikan.
BACA JUGA: Bu Menkeu Sebut Kritik Zulkifli Hasan soal Utang Menyesatkan
"Jadi kenapa memilih mendukung Prabowo-Sandi, kemungkinan ke Jokowi sudah tidak memungkinkan. Kan yang pertama didekati itu kubu Jokowi, tapi sepertinya PD ingin mengambil keuntungan terlalu banyak. Jadi menurut saya, kerugian besar menolak tawaran bergabung dengan kubu Jokowi," pungkas Muradi.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terinspirasi Jokowi, Sekjen Partai KIK Naik Moge ke KPU
Redaktur & Reporter : Ken Girsang