Serangan Siber ke Telepon Genggam Harus Diwaspadai

Senin, 01 Januari 2018 – 09:45 WIB
Ilustrasi Foto: JPG/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Memasuki tahun baru 2018, pemerintah patut waspada terhadap ancaman serangan siber. Apalagi jika berkaca pada beragam peristiwa yang terjadi sepanjang tahun lalu.

Dari peretasan laman resmi milik instansi pemerintah, instansi swasta, sampai serangan terhadap masyarakat melalui berbagai media.

BACA JUGA: Pertukaran Informasi Berperan Menangkal Serangan Siber

Untuk itu, butuh langkah lebih serius agar potensi serangan siber bisa ditekan sampai batas terendah.

Menurut pakar keamanan siber Pratama Persadha, fenomena serangan siber kepada masyarakat harus cepat ditindaklanjuti.

BACA JUGA: Fitur Cek NIK di Semua Operator Sudah Bisa Diakses

Sebab, isu keamanan siber sudah bersentuhan langsung dengan masyarakat. Kebijakan registrasi kartu sim adalah salah satu buktinya.

”Tinggal sekarang PR besarnya sejauh dan sedalam apa negara bisa masuk serta mengedukasi masyarakat,” ungkap dia, Minggu (31/12).

BACA JUGA: Ingat ya, Satu Orang Bisa Daftarkan 3 Nomor Telepon

Pria yang sempat bertugas di Lembaga Sandi Negara (Lesmaneg) itu menyampaikan bahwa tanpa keterlibatan dan kesadaran masyarakat keamanan siber yang kuat sulit tercipta.

Mengingat tidak mudah melawan serangan siber yang ditujukan langsung kepada masyarakat.

”Ransomware yang akan masif menyerang ke depan diperikarakan sudah bisa menginfeksi smartphone,” ungkap Pratama.

Ancaman itu berlaku untuk para pengguna telepon pintar berbasis android maupun iOS. Berdasar informasi yang dia terima, malware yang bisa menyerang telepon genggam memang sudah dikembangkan. ”Sehingga negara sudah sepatutnya waspada,” terang dia.

Tujuannya tidak lain guna menyelamatkan para pengguna telepon genggam yang jumlahnya sudah mencapai ratusan juta.

Pratama mengakui acaman serangan siber terhadap masyarakat secara individu sangat mungkin terus naik.

Salah satu yang menjadi sasaran adalah masyarakat yang mulai terbiasa bertransaksi melalui telepon genggam. Baik untuk belanja maupun memenuhi kebutuhan lainnya.

”Serangan siber yang bisa langsung menginfeksi smartphone harus menjadi perhatian serius,” imbuhnya.

Kehadiran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) seharusnya bisa menjadi kekuatan baru. Lembaga tersebut mestinya dapat diandalkan untuk mengatasi berbagai ancaman siber.

Untuk itu, lembaga yang secara resmi dibentuk ketika Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2017 tentang BSSN ditandatangani harus segera bekerja.

Mengingat bukan hanya ancaman serangan siber terhadap individu masyarakat yang berpotensi meningkat. Pilkada serentak yang juga dilaksanakan tahun ini perlu pengamanan lebih kuat dari sektor siber.

Sehingga upaya peretasan laman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang terjadi tahun lalu tidak terulang. Bukan tidak mungkin panasnya situasi selama pilkada turut menjalar sampai dunia maya.

Untuk itu, perlu langkah serius dari pemerintah. Pratama mengakui pendekatakan hukum memang penting. Namun edukasi internet aman dan sehat juga demikian.

”Pendekatan hukum pada pelaku hate speech memang harus terus dilakukan. Namun, bila tidak diimbangi edukasi yang gencar akan sangat sulit mewujudkan suasana yang kondusif di media sosial dan internet,” beber dia.

Belum lagi ancaman ransomware seperti wannacry dan petya yang juga bisa kembali muncul tahun ini. Antisipasi dari pemerintah melalui edukasi penggunaan internet sangat penting.

”Persiapan terbaik adalah pemerintah menyusun SOP menghadapi serangan ransomware itu,” ujar Pratama. Dengan begitu, infrastruktur strategis negara bebas dari ancaman.

Senada dengan Pratama, Ibnu Dwi Cahyo selaku public relation manager Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) menyampaikan bahwa ancaman serangan siber yang berpotensi meningkat adalah serangan terhadap telepon pintar.

Artinya serangan langsung ke individu masyarakat. ”Karena transaksi keuangan banyak pakai gadget,” ungkap dia.

Data terakhir yang diterima CISSReC, angka serangan siber melalui telepon pintar tahun lalu sudah lebih dari 1,5 juta kali.

”Yang terlapor sampai pertengahan 2017. Faktualnya lebih dari itu,” imbuh pria yang akrab dipanggil Ibnu tersebut.

”Karena banyak yang nggak tahu smartphone-nya diserang,” tambah dia.Untuk menghindari serangan tersebut, perangkat keamanan telepon pintar harus selalu diperbarui. (syn/)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Korban Papa Minta Pulsa, Caca Tengker Dukung Registrasi SIM


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler