jpnn.com, JAKARTA - Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menyatakan gerakan #2019GantiPresiden dilakukan gerombolan pengacau negara yang dikemas dengan pengajian, tabliq akbar hingga silraturahmi.
Di balik itu, kata politikus Golkar ini, kegiatan tersebut sesungguhnya provokasi kepada masyarakat untuk jangan memilih Jokowi di Pilpres 2019.
BACA JUGA: Ahmad Dhani dan Neno Warisman Ingin Dicatat dalam Sejarah?
"Mereka berdalih bahwa itu kebebasan dan dijamin oleh undang-undang," kata Ngabalin di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (28/8).
Memang, katanya, UUD 1945 pasal 28e memberikan kebebasan kepada setiap warga negara untuk menyampaikan pendapatnya. Tetapi di bawah UUD 1945 itu, turunannya UU Nomor 9 Tahun 1998 ada aturan dan sanksinya sesuai Pasal 8 UU tersebut yang menjelaskan ada 5 poin, di antaranya menghargai perbedaan yang ada, menjaga persatuan dan seterusnya.
BACA JUGA: Neno Ngeles Begini soal Penggunaan Mikrofon Lion Air
"Jadi kalau anda datang ke daerah dan mengganggu orang di daerah itu, dia berhak mempunyai kewenangan untuk menolak anda. Bahkan harus diusir keluar seperti di Surabaya itu karena itu mengacau," tegas Ngabalin.
Dewan Komisaris salah satu BUMN ini juga menganggap gerakan #2019GantiPresiden telah dimaknai kelompok tersebut bahwa tepat 1 Januari 2019 Pukul 00.00 WIB, ganti presiden.
BACA JUGA: Cukup Kirim Ahmad Dhani dan Neno Sudah Bikin Gempar, Murah!
"Hari-hati, itu yang saya sebut dengan makar. Sekarang coba antum tahu #2019GantiPresiden, 2019 dari kapan? Dari satu Januari pukul 00.00 WIB. Itu fi'il amar, perintah," kata Ngabalin.
Kalau mereka bilang Bawaslu dan KPU mengizinkan, atau bukan bagian dari kampanye, lanjut Ngabalin, itu memang bukan urusan KPU maupun Bawaslu karena kedua institusi itu tidak punya kewenangan untuk menjelaskan kedudukan UU, tapi penyelenggara UU.
BACA JUGA: Neno Ngeles Begini soal Penggunaan Mikrofon Lion Air
Apa yang dilakukan kelompok yang menamakan diri Relawan Ganti Presiden (RGP) itu menurut Ngabalin merupakan persoalan keamanan. Sebagaimana di dalam UU 9/1998 ada unsur keamanan dan ketertiban, menghargai perbedaan pendapat, menjaga persatuan dan kesatuan, hukum, norma yang berlaku di tengah masyarakat.
"Jadi kalau anda datang di Surabaya, Makassar, Riau, Batam, kemudian orang Batam merasa terganggu, wajib dibubarkan. Kalau perlu langsung diusir. Memang betul harus dijaga bandara, enggak perlu kasih izin masuk," tegasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penyanyi #2019GantiPresiden Merasa Dikuntit Belasan Intel
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam