jpnn.com - Kinerja Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam menyerap gabah petani pada musim panen Mei 2017 sangat mengecewakan dan merugikan petani.
Hal ini terlihat dari data realisasi Serap Gabah (Sergab) pada 1-16 Mei 2017 mencatat serapan gabah petani hanya sebesar 145.630 ton setara beras.
BACA JUGA: Mentan Gelar Operasi Pasar Bawang Putih di Surabaya, Hasilnya?
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Winarno Tohir menilai kinerja Sergab Bulog tersebut sangat buruk karena jauh lebih rendah atau anjlok 50 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Dia menyebutkan Sergab pada Maret 2017 mencapai 425.555 ton dan April sebesar 424.065 ton setara beras. Sementara pada April 2016, Bulog mampu menyerap gabah lebih banyak yakni mencapai 649.780 ton dan hingga 16 Mei 2016 mencapai 283.904 ton.
BACA JUGA: Permentan untuk Meningkatkan Produksi Bawang Putih Dalam Negeri
“Kinerja Bulog saat ini sangat ironis dan mencederai amanah Presiden Jokowi untuk menjaga kedaulatan pangan dengan menyerap gabah petani minimal 4 juta ton setara beras dalam waktu 6 bulan yakni Maret hingga Agustus 2017. Jadi Bulog jangan main-main, karena ini menyangkut kedaulatan pangan dan ketahanan negara,” ujar Winarno di Jakarta, Jumat (19/5).
Untuk itu, Winarno meminta Bulog agar optimal dan gerak cepat menyerap gabah petani, apalagi harga gabah di tingkat petani saat ini jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 3.700 per kg.
BACA JUGA: Komoditas Perkebunan Makin Bergairah
Menurutnya, hal ini penting mengingat Bulog sebagai satu-satunya lembaga negara yang berperan dalam penyediaan pangan nasional dan stabilisasi harga pangan agar dapat memberikan harga yang menguntungkan bagi petani.
"Bulog harus kerja keras menyerap gabah petani, walaupun gudang-gudang Bulog sudah terisi atau tidak tertampung. Ini tidak bisa dijadikan alasan. Bulog harus tetap menyerap gabah petani dan menyewa gudang-gudang milik BUMN dan swasta yang ada," ucapnya.
Winarno pun menegaskan buruknya kinerja Bulog dalam menyerap gabah petani bisa memberikan dampak negatif yang fatal terhadap ruang yang terbuka lebar bagi para tengkulak untuk membeli gabah petani dengan harga murah.
Selain itu bisa berakibat pada lemahnya ketahanan pangan nasional karena stok beras nasional jauh dari target, sehingga berpotensi besar menciptakan impor.
“Inilah pentingnya Bulog tidak boleh diam dan main-main, harus turun cepat serap gabah petani agar harga stabil atau menguntungkan petani, stok beras nasional terjaga dan impor jangan sampai terjadi," tegasnya.
Sementara Udin Saefudin, petani di Kampung Koleberes, Kelurahan Dayeuhluhur, Kecamatan Warudoyong, Sukabumi mengungkapkan turunnya harga gabah memang sudah menjadi tren ketika musim panen.
Harga gabah saat ini turun sampai Rp 1.000 per kilogram. Padahal, harga gabah sebelumnya Rp 4.200 per kilogram, akan tetapi saat ini hanya Rp 3.200 per kilogram.
“Jika tak naik berarti turun. Tanpa adanya faktor yang pasti petani lagi-lagi menjadi objek permainan tengkulak demi meraup keuntungan,” kata dia.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Daya Serap Bulog Anjlok 50 Persen, Petani Mulai Menjerit
Redaktur & Reporter : Yessy