Serba Bisa, Karya Fadriah Syuaib Jadi Koleksi Warga Italia

Jumat, 01 Januari 2016 – 14:50 WIB
ILUSTRASI. Karikatur. FOTO: Indo Pos/JPNN.com

jpnn.com - Meskipun hanya belajar secara otodidak, kemampuan melukis Fadriah Syuaib tergolong luar biasa. Membuat karikatur, lukisan abstrak, hingga kaligrafi merupakan hobi yang juga menjadi pekerjaan sehari-harinya. Keterbatasan dana pun tak menghentikannya untuk menggelar pameran lukis, baik bersama komunitas lukis maupun secara tunggal.

Ika Fuji Rahayu, Ternate

BACA JUGA: Ada yang Nyaman, Ada Juga yang Ketemu Jodoh

Ditemui di kediamannya di Lingkungan Koloncucu, Kelurahan Toboleu, Ternate Utara, Fadriah Syuaib tengah memainkan jemarinya yang meliuk-liuk di atas kertas sketsa. Gambar karikatur seorang pria itu hampir rampung dikerjakannya. Tinggal menambahkan polesan warna di beberapa bagian, maka selesai lah salah satu karya perempuan berkacamata itu.

Ya, menggambar sketsa memang telah menjadi makanan sehari-hari Fadriah. Ia kerap menggambar berdasarkan keinginannya sendiri atau pun karena pesanan orang.

BACA JUGA: Sensasi Menyusuri Sungai di Tengah Hutan

“Sketsa adalah ibu dari seni rupa. Ia hal yang paling mendasar, sehingga setiap perupa harus menguasainya dengan baik,” tutur perempuan berusia 36 tahun itu, seperti dilansir Harian Malut Post (Grup JPNN.com).

Selain menggambar sketsa, Fadriah juga piawai melukis di atas kanvas. Dalam melukis, abstrak merupakan aliran yang cenderung didalaminya. Pada tahun 2004, ia bersama para perupa lain dari komunitas Rumah Seni Sabua mengelar pameran seni rupa di aula SMK Negeri 2 Ternate. Saat itu Fadriah mengikutsertakan dua buah lukisan karyanya.

BACA JUGA: UNIK: Begini Ritual Maulid Adat di Sesait

“Kedua lukisan tersebut langsung laku dibeli orang. Salah satu lukisan yang berjudul Tersudut dibeli oleh warga Irlandia. Itu pertama kalinya saya merasakan karya saya ternyata bisa dihargai oleh orang lain. Rasanya bangga sekali,” ujarnya seperti dilansir Harian Malut Post (Grup JPNN.com).

Fadriah mulai melukis sejak kanak-kanak. Ia melukis secara otodidak, meskipun darah seninya berasal dari sang ayah, H. Syuai Hatari, yang pernah tergabung dalam sebuah komunitas teater.

Sejak duduk di bangku SD, Fadriah kerap mengikuti lomba-lomba lukis dan selalu menjadi langganan juara. Ketika memasuki bangku SMP, istri dari Hudan Irsyad itu nyantri di Pondok Pesantren Kharisul Khairat Ome, Tidore Kepulauan.

“Di pondok biasanya kita diikutkan MTQ. Kebetulan di MTQ ada mata lomba Kaligrafi. Nah, saya kemudian coba-coba ikut Kaligrafi. Dari situ kemampuan melukis kaligrafi juga terasah,” kisah PNS yang bertugas di UPTD Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kota Ternate itu.

Dalam hal melukis kaligrafi pun Fadriah tak main-main. Salah satu kaligrafi karyanya kini dikoleksi oleh suami istri warga negara Italia. Kedua pelancong itu tertarik membeli lukisan kaligrafi Fadriah ketika keduanya tengah berlibur di Ternate. Kaligrafi berhuruf Arab itu mungkin tak dipahami maknanya oleh kedua turis itu. Namun nilai artistik yang terkandung di dalamnya tak dapat dipungkiri oleh keduanya. Alhasil, pasangan itu memutuskan mengoleksi karya Fadriah.

”Sedangkan lukisan-lukisan lain ada yang dibeli oleh orang Malut maupun dari luar Malut. Orang-orang sering datang ke rumah untuk memesan sketsa. Pejabat di Maluku Utara juga memesan lukisan keluarga mereka ke saya,” kata pemilik Coffee Shop Madifo yang terletak di Kelurahan Salero itu.

Fadriah sendiri telah dua kali menggelar pameran lukisan tunggal. Pameran pertamanya yang bertajuk Bayangan Kita Satu digelar pada 2006 dengan merogoh koceknya sendiri. pameran itu digelar di aula Gedung Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Ternate. Sedangkan pamerannya yang kedua pada 2009 khusus menampilkan karya karikaturnya. Pameran dengan judul 20 Wajah Fenomenal itu memamerkan karikatur wajah tokoh-tokoh Malut yang dipandang fenomenal. Mereka terdiri atas politisi, tokoh pendidikan, budayawan, hingga enterpreneur.

”Pameran yang kedua di Hotel Boulevard. Lukisan-lukisan karikatur itu dibeli oleh pemilik wajah dalam karikatur itu sendiri,” kisah alumni Politeknik Negeri Manado itu seraya tertawa.

Selain melukis, rupanya Fadriah memiliki bakat menulis yang terhitung baik. Ia merupakan penyumbang tulisan dalam buku Jelajah Kuliner Nusantara yang digagas oleh Lentera Timur, sebuah media online yang berpusat di Jakarta. Buku tersebut berisi kumpulan tulisan mengenai kuliner dan sejarahnya dari seluruh pelosok nusantara. Fadriah merupakan penulis untuk kuliner Malut. Kumpulan cerpen miliknya pun telah diterbitkan dengan judul Antah Berantah. Ia juga pernah menulis skenario untuk drama radio yang disiarkan di RRI Ternate.

”Melukis dan menulis nampaknya sudah ada dalam darah saya,” kata Fadriah yang pernah mendapat beasiswa untuk magang di galeri seni Selasar Sunaryo Art Space Bandung ini.

Fadriah menilai, Kota Ternate menyimpan segudang bakat-bakat seni yang belum tereksplorasi. Sayangnya, bakat-bakat tersebut tidak didukung dengan ketersediaan fasilitas bagi komunitas seni.

”Perhatian pemerintah masih begitu minim. Mereka maunya kita selalu ada tiap kali dibutuhkan. Namun giliran kita yang butuh, kebutuhan gedung pameran misalnya, mereka entah di mana. Begitu juga dengan komunitas film yang sudah buat film tapi begitu selesai produksi bingung mau diputar di mana, karena memang tidak tersedianya dukungan fasilitas untuk itu. Karena itu kita berharap pemerintah bisa lebih peka terhadap kebutuhan dunia seni,” tandasnya.(kai/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... LUAR BIASA: Pantai Eksotis Nan Indah Seminyak Bali Jelang Tahun Baru 2016


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler