UNIK: Begini Ritual Maulid Adat di Sesait

Kamis, 31 Desember 2015 – 18:05 WIB
Rombongan pemuda dan pemudi dari berbagai dusun di Desa Sesait, Lombok Utara, Provinsi NTB, berjalan menuju pusat lokasi acara Maulid Nabi dengan membawa berbagai macam hasil pertanian. FOTO: Lombok Pos/JPNN.com

jpnn.com - Di bulan Rabiul Awal (kalender Islam), Lombok Utara selalu menggelar tradisi Maulid Adat. Tradisi ini dilakukan di beberapa daerah salah satunya Desa Sesait.

------------------------------

BACA JUGA: LUAR BIASA: Pantai Eksotis Nan Indah Seminyak Bali Jelang Tahun Baru 2016

PUJO NUGROHO, TANJUNG

------------------------------

BACA JUGA: Mengejar Ombak, Tenggelam, Muncul, Langsung Teriak Senang

Perayaan Maulid Adat di Sesait memiliki beberapa proses dan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan. Sebelum ada kepastian kapan Maulid Adat digelar, maka Tau Lokak Empat yang terdiri dari Mangkubumi, Pemusungan, Penghulu dan Jintaka mengadakan musyawarah membahas kesepakatan jadi atau tidaknya ritual maulid adat digelar.

Kegiatan pembukaan prosesi Maulid Adat wet Sesait ini dimulai dengan Memajang di Mesjid Kuno Sesait dimulai tepat pukul 16.00 Wita. Tahapan ini didahului salat Asar berjamaah di Mushala Kampu Sesait, Kamis lalu. Memajang itu sendiri dilakukan oleh Tau Lokak Empat (Mangkubumi, Pemusungan, Penghulu dan Jintaka). Para tamu undangan dengan didampingi Tau Lokak Empat pun beriringan menuju tempat acara dilaksanakan (Mesjid Kuno)  dan prosesi ini berjalan sakral.

BACA JUGA: Gitaris Padi Ari, Cerita tentang Puncak Ketenaran, Narkoba, dan Keinginan Bahagia

Ritual Memajang merupakan ritual pertama sebagai pembuka pelaksanaan ritual-ritual lainnya. Adapun makna dari ritual Memajang adalah sebagai simbol persamaan dan kesetaraan umat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah.

Sebelum menggelar prosesi Memajang, rombongan pemuda dan pemudi dari berbagai dusun di Desa Sesait berjalan menuju pusat lokasi acara dengan membawa berbagai macam hasil pertanian. Hasil pertanian ini akan digunakan dalam perayaan puncak Maulid Adat pada Jumat (25/12). Pemuda pemudi ini perlahan memasuki area penyimpanan dan menyimpan berbagai barang bawaan ke tempat yang disebut kampu.

Kegiatan berikutnya dilaksanakan di halaman Mesjid Kuno adalah Semetian atau Peresean yaitu saling pukul menggunakan rotan yang masing-masing bertameng. Acara semetian harus diawali oleh Pepadu (jagoan) Nina Sik Wah Supuk (perempuan uzur yang sudah monopaus), barulah Pepadu Mama boleh bertarung sampai tengah malam.

Sekretaris Pembekel Adat Sesait Masidep menjelaskan, prosesi awal yang dilakukan masyarakat adat wet Sesait, dimana masyarakat berbondong-bondong datang ke Kampu membawa berbagai macam barang berupa kayu uyunan, beras, puntik, lekok-buak, tembakau secukupnya serta hasil bumi lainnya. Oleh masyarakat Sesait dinamakan Merembun (mengumpulkan).

“Merembun adalah prosesi awal Maulid Adat, di mana masyarakat datang dengan membawa berbagai barang bawaan, baik yang bersifat material ataupun hasil bumi,” katanya seperti dilansir Harian Lombok Post (Grup JPNN.com), Kamis (31/12).

Rangkaian prosesi Maulid Adat ini akan terus berlangsung hingga hari Jumat. Adapun rangkaian prosesi lanjutan yang akan dilakukan di Kamis sore adalah Memajang, dan pada malam harinya dilanjutkan dengan Semetian atau Peresean. Sedangkan keesokan harinya, Jumat (25/12) prosesi ritual kembali dilanjutkan dengan acara bisoq menik (cuci beras) di sebuah sungai yang memang disakralkan dari zaman dahulu hingga saat ini.

Selanjutnya, disusul dengan penyembelihan seekor kerbau di depan pintu Mesjid Kuno Sesait. Prosesi ritual Maulid Adat Sesait akan berakhir setelah dulang nasi aji diturunkan dari Mesjid Kuno. Kemudian dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban di depan masjid kuno Sesait.

Namun hewan yang dikurbankan adalah hewan yang ukuran,umur dan bobot sudah menjadi ketentuan para leluhur. Tokoh Agama Sidep Al Lomboqi dalam tausiahnya mengatakan, prosesi Maulid Adat ini diharapkan dapat memberikan transformasi nilai-nilai agama. Agar dapat diimplementasikan di dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan yang dilakukan secara turun-temurun ini penuh dengan nilai gotong royong dan pesan-pesan spiritual. ”Para orang tua kita zaman dahulu menerapkan pengetahuan keagamaan mereka dengan tindakan. Nah, Maulid Adat di Wet Sesait ini adalah salah satu contohnya,” katanya.

Ditambahkan, tidak tepat melakukan pemisahan antara agama dengan adat. Ajaran agama selalu selaras dengan ajaran adat. Semua mengajarkan kebaikan dan saling mendukung satu sama lain. Ketika ada penyimpangan dalam praktiknya itu merupakan akibat kurangnya informasi yang diterima masyarakat.

”Kalau ada anggapan bahwa salat itu hanya menjadi kewajiban pemangku saja, saya rasa itu bukan ajaran agama dan adat. Barangkali informasi yang sampai pada saudara kita itu belum lengkap,” tandasnya.(*/r9/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gaek Taher, Pikun, Lumpuh, Ditinggal Istri dan Anak-anaknya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler