Serikat Guru Memberi Rapor Merah untuk Nadiem Makarim, Ada Angka-angkanya

Minggu, 25 Oktober 2020 – 16:52 WIB
Mendikbud Nadiem Makarim saat Raker di Komisi X DPR. Foto M Fathra Nazrul Islam/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai kinerja Menteri Pendidkan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim selama setahun ini sangat buruk.

FSGI memberikan rapor merah untuk Nadiem Makarim.

BACA JUGA: Mas Nadiem Didesak Tunda Pelaksanaan Asesmen Nasional 2021

"FSGI selama satu tahun melakukan pemantauan kinerja dan memiliki sejumlah data survei terkait kinerja Mas Menteri selama satu tahun," kata Sekjen FSGI Heru Purnomo di Jakarta, Minggu (25/10).

Setelah melakukan analisis kinerja Mendikbud Nadiem, FSGI memberikan penilaian  kinerja dengan memberikan nilai rapor atau penilaian hasil kinerja dengan menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 75. 

BACA JUGA: Indra Charismiadji Sebut Program Nadiem Makarim Cuma Ganti Nama, Miskin Inovasi

Adapun kinerja yang dipilih untuk diberikan penilaian ada  8 yaitu sebagai berikut : 

1. Kurikulum Darurat  dengan nilai 80 (tuntas)

BACA JUGA: Detik-detik Oknum Perwira Polisi Pengkhianat Bangsa Ditembak, Menegangkan

2. BDR atau PJJ dengan nilai 55 (tidak tuntas)

3. Hibah Merek Merdeka Belajar  dengan nilai 60 (tidak tuntas)

4. Bantuan Kuota Belajar dengan nilai 65 (tidak tuntas)

5. Penghapusan UN/USBN dengan nilai sempurna 100 (tuntas)

6. Asesmen Nasional dengan nilai 75 (tuntas) 

7. Relaksasi BOS dengan nilai 60 (tidak tuntas) 

8. Program Organisasi Penggerak (POP) dengan nilai 50 (tidak tuntas) 

"Dari 8  program yang dinilai, hanya 3 yang tuntas. Sedangkan 5 tidak tuntas dengan nilai rata-rata sebesar 68, sehingga dengan demikian Mendikbud menurut versi FSGI mendapatkan nilai rapor merah atau tidak naik kelas," tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan, gebrakan Nadiem Makarim di awal dengan Merdeka Belajar memberikan pencerahan dan munculnya harapan baru bahwa pendidikan Indonesia akan dikembalikan dengan semangat Ki Hajar Dewantara.

Namun, tak sedikit para pendidik yang bingung ketika Merdeka Belajar diwujudkan dalam 4 kebijakan, yaitu

1. USBN diganti Ujian (Asesmen)

2. UN diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter

3. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) di persingkat menjadi 1 halaman

4. Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lebih fleksibel. 

Meski keempat wujud program Merdeka Belajar tersebut belum sepenuhnya dipahami tetapi dukungan publik masih lumayan.

Sayangnya, begitu Program Organisasi Penggerak (POP) lahir, publik mengkritik keras.

Ini diperparah dengan fakta Merdeka Belajar yang digunakan Kemendikbud ternyata sudah didaftarkan sebagai merek dagang di Kementerian Hukum HAM oleh sebuah Perseroan Terbatas (PT).

"Sampai di sini, kepercayaan publik mulai menurun," ujar Heru.

Publik semakin ragu dengan kemampuan Mendikbud Nadiem ketika kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR) atau lebih dikenal dengan istilah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sarat masalah dan tak kunjung terlihat perbaikan. 

Bahkan  beban berat PJJ telah merenggut 2 nyawa siswi kelas 1 SD yang tewas setelah dianiaya orangtuanya karena sulit diajarkan selama PJJ.

Juga nyawa seorang siswi SMAN di Kabupaten Gowa yang bunuh diri karena depresi dengan beban tugas PJJ, termasuk kendala sulit sinyal. (esy/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler