jpnn.com, JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis refleksi pendidikan Indonesia sepanjang 2020 pada masa pandemi Covid-19.
Untuk kebijakan belajar dari rumah (BDR) atau pembelajaran jarak jauh (PJJ), FSGI menilai masih sarat kendala sehingga kurikulum darurat harus dimaksimalkan penggunaannya.
BACA JUGA: Jelang Ganti Tahun, Pasangan Mesum Tepergok Sedang Begituan di Indekos, Barang Buktinya Parah
"Pada prinsipnya pembelajaran daring dan luring selama pandemi Covid-19 tahun 2020 yang dilakukan membuka sebuah kondisi perbedaan yang mencolok antara siswa miskin dan kaya," kata Eka Ilham selaku kepala divisi Litbang FSGI, Kamis (31/12).
Ketua Serikat Guru Indonesia (SGI) Kabupaten Bima itu menambahkan, ada beberapa temuan ketika pembelajaran daring, yaitu:
BACA JUGA: Pejabat Kemenko PMK: Semua Harus Bisa jadi Guru PJJ
1. Studi kasus dari 30 siswa dalam satu kelas hanya tiga sampai 10 orang yang merespon kegiatan pembelajaran daring melalui Google Classroom dan WA dengan alasan:
Siswa sebagian besar tidak memiliki gawai handphone atau android. Kalaupun ada itu punya bapak, ibu atau kakaknya yang setiap saat tidak berada di rumahnya. Tidak memiliki kuota internet.
BACA JUGA: Cassion Berbagi Tip Menyiasati Rasa Bosan saat Belajar Online
"Jaringan lelet karena letak geografis sebagian siswa pada khususnya Kabupaten Bima daerah 3T akses internetnya sulit jangkauannya," terangnya.
2. Tidak terbiasanya siswa berselancar dengan pembelajaran online/daring;
3. Beberapa kepala sekolah setiap satuan pendidikan belum maksimal mengeluarkan dana BOS untuk peruntukan penyiapan pelaksanaan PJJ baik secara daring dan luring.
Sampai saat ini dari beberapa penuturan guru yang berada di Kabupaten Bima masih menggunakan biaya pribadi baik guru maupun siswa otomatis berpengaruh pada proses pembelajaran daring;
4. Dalam satu minggu pembelajaran daring/pemberian materi hanya satu dan dua kali dilakukan mengingat siswa tidak memiliki paket internet dan persoalan gawai handphone.
5. Siswa merasa terbebani dengan banyaknya tugas yang diberikan guru-gurunya.
Melihat dari kondisi tersebut, FSGI melihat pembelajaran daring sangat tidak efektif di aksanakan selama pandemi ini.
"Solusi ke depan di tengah pandemi Covid-19 para guru harus rela kembali mengunjungi siswa untuk memberikan modul dan lembar kerja siswa ke rumah-rumah terutama bagi siswa yang tidak memiliki gawai handphone atau android," tutur Eka Ilham.
Hal ini berlaku pada daerah- daerah yang letak geografis jauh dari jangkauan akses internet;
6. Turunnya minat dan motivasi belajar siswa dalam pelaksanaan PJJ akibat dari rasa bosan;
7. Bantuan paket internet bagi guru dan siswa sepenuhnya tidak didapat sebagian siswa dan guru;
8. Sosialisasi pelaksanaan kurikulum darurat sepenuhnya belum terlaksana di tingkat satuan pendidikan;
9. Kurangnya koordinasi dan pengawasan di tingkat daerah dalam pelaksanaan PJJ walaupun banyak produk kebijakan dari Kemendikbud RI.
10. Pelaksanaan PJJ mengakibatkan tingkat stres atau tekanan pada diri siswa sehingga peristiwa bunuh diri yang dilakukan peserta didik di tahun 2020 terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
“Kalaupun ada kebijakan paket internet gratis yang dibagikan oleh Kemendikbud RI, tetapi fakta di lapangan tidak seluruhnya digunakan oleh siswa dan guru,"ucapnya.
Hal ini terkendala pada input data handphone siswa oleh operator sekolah ke dapodik karena setiap siswa tidak semuanya memiliki gawai.
Padahal, jutaan anak Indonesia saat ini terkurung di rumah, dan para orang tua cemas terhadap efek jangka panjang pada anak-anak akibat terisolasi di rumah, kehilangan hak bermain, kesempatan bersosialisasi dan terlalu lama beristirahat dari kegiatan akademik dan ekstrakurikuler di sekolah. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad