jpnn.com - JAKARTA - Serikat Pekerja dan kuasa kukum PT Cinderella Vila Indonesia (CVI) dari Surabaya menemui Komisi III DPR yang membidangi hukum di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/10). Kedatangan mereka untuk melaporkan ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkait eksekusi lahan yang menjadi objek sengketa dengan PT Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) pada 3 September lalu.
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi III DPR, kuasa hukum PT CVI, Budi Kusumaning Atik melaporkan ketua PN Surabaya yang memerintahkan eksekusi atas lahan sengketa yang ditempati perusahan pembuat sepatu itu berganti pemilik. Menurutnya, akibat eksekusi itu para pekerja PT CVI tak bisa kembali bekerja seperti semula.
BACA JUGA: Banyak Tambang Pasir, Kades Pemain Ilegal
Atik menjelaskan, sengketa lahan antara PT CVI dengan PT EMKL sebenarnya sudah berakhir dengan keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) di tingkat peninjauan kembali (PK) pada 20 November 2013 silam. MA menolak permohonan PK yang diajukan PT EMKL atas lahan yang disengketakan itu.
"Kami melihat terdapat kejanggalan berupa penyalahgunaan wewenang yang secara kasat mata dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri Surabaya dalam melakukan eksekusi atas perkara ini. Ketua Pengadilan Negeri Surabaya sama sekali tidak mengindahkan petunjuk dari Mahkamah Agung," ujar Atik.
BACA JUGA: Siapa PKI Itu? Dari Mana Dia?
Ia menambahkan, MA juga telah menerbitkan putusan yang menyatakan eksekusi terhadap tanah milik PT CVI tidak bisa dilakukan atau non-executable. Bahkan Komnas HAM sudah mengingatkan bahw eksekusi atas sengketa lahan itu bisa menimbulkan pelanggaran HAM yang sangat serius.
Sedangkan Marini dari Serikat Pekerja PT CVI mengatakan, saat ini sekitar 1700 pegawi di perusahaan itu kehilangan pekerjaan. Ia menuding eksekusi pada 3 September lalu yang dijaga aparat kepolisian dan TNI berlangsung tidak wajar.
BACA JUGA: PARAH! Yang Lama Belum Padam, Muncul Pembakaran Baru
“PN Surabaya dan kepolisian mengerahkan 2000 aparat. Kami ada yang luka dan pingsan. Komisi III harus memperhatikan kasus ini," pintanya.
Karenanya kuasa hukum dan SP PT CVI meminta Komisi III DPR RI membentuk tim khusus melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM atas terjadinya eksekusi ini.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPR, Risa Mariska mengaku heran dengan sikap Ketua PN Surabaya yang memaksakan eksekusi.
"Ketua PN Surabaya mengesampingkan norma hukum dan putusan inkracht MA yang menyatakan untuk tidak dieksekusi," ujarnya.
Namun, yang juga jadi perhatian Risa adalah nasib 1700 pegawai PT CVI. Sebab, perintah eksekusi dari PN Surabaya itu membuat buruh PT CVI menderita.
Risa pun mengusulkan agar Komisi III DPR melakukan kunjungan spesifik ke Surabaya. “Ini menjadi perhatian bukan soal nasib buruh saja tapi penyimpangan Ketua PN Surabaya," tambah Risa.
Sedangkan anggota Komisi III DPR lainnya, Ahmad Basarah menharapkan Komisi Yudisial menelisik perintah eksekusi yang dikeluarkan PN Surabaya. “KY perlu proaktif mengusut dugaan abuse of power yang dilakukan Ketua PN Surabaya," ujar Basarah.
Politikus PDI Perjuangan itu menambahkan, bila diperlukan bisa saja Komisi III DPR mendorong KPK menyelidiki kejanggalan di balik perintah eksekusi. “Kemungkinan telah terjadi jual beli perkara dalam kasus tersebut," tambahnya.(ara/JPG/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kades Selok Awar-Awar jadi Tersangka, Polisi Masih Cari Dalangnya
Redaktur : Tim Redaksi