jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan tiga catatan dalam melihat proses serta figur yang lolos tahap administrasi seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan mereka sangat menyesalkan Panitia Seleksi Capim KPK tidak memperhatikan isu kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dari pendaftar.
BACA JUGA: Banyak Pejabat Tak Laporkan Kekayaan ke KPK, Ada Apa Nih ?
BACA JUGA : Seleksi Capim KPK Harus Cepat, Jangan Tunggu DPR Periode Baru Dilantik
BACA JUGA: Jangan Hanya Polri dan Kejaksaan, Pansel Capim KPK Juga Harus Datangi DPR
Terutama yang berasal dari unsur penyelenggara, aparatur sipil negara, dan institusi penegak hukum.
"Harusnya ini dijadikan salah satu penilaian dari sisi administrasi, karena bagaimanapun kepatuhan melaporkan LHKPN menjadi salah satu indikator dari integritas pejabat publik," kata Kurnia.
BACA JUGA: IPW: Salah Pilih Bisa Jadi Malapetaka
Menurut Kurnia, LHKPN merupakan suatu kewajiban hukum bagi setiap penyelenggara negara. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Dia menyatakan, seharusnya jika ditemukan dari para penyelenggara negara, aparatur sipil negara ataupun penegak hukum yang belum pernah atau tidak memperbaharui LHKPN-nya di KPK, maka sudah sewajarnya pansel tidak meloloskan.
BACA JUGA : IPW Minta Pansel Capim KPK Coret Calon Petahana
Kedua, lanjut Kurnia, untuk tahap selanjutnya pansel harus memastikan rekam jejak para pendaftar tidak pernah tersandung persoalan masa lalu.
Menurutnya, untuk menilai poin ini bisa menggunakan beberapa indikator. Misalnya, dari para pendaftar harus dipastikan bersih dari catatan hukum.
Selain itu, persoalan yang juga cukup penting adalah terkait dugaan pelanggaran etik para pendaftar pada lembaga terdahulu.
"Jangan sampai jika ada figur yang pernah diduga melanggar etik justru terlewat dan malah diloloskan oleh pansel," katanya.
Ketiga, sambung Kurnia, dalam nama-nama yang dinyatakan lolos pada tahap seleksi administrasi masih banyak ditemukan figur yang berasal dari institusi penegak hukum.
Sejak awal, kata dia, ICW menganggap bahwa calon-calon yang berasal dari institusi penegak hukum lebih baik diberdayakan saja di Kepolisian ataupun Kejaksaan.
"Mengingat dua institusi penegak hukum itu belum terlihat baik dalam hal memaksimalkan pemberantasan korupsi," paparnya.
Untuk tahap selanjutnya, kata Kurnia, jika para penegak hukum aktif tersebut tetap diloloskan oleh pansel, mereka harus mengumumkan akan mundur dari institusinya terdahulu ketika terpilih menjadi pimpinan KPK.
"Ini penting untuk meminimalisir potensi konflik kepentingan ketika menangani sebuah perkara yang mana pelaku berasal dari institusinya terdahulu," pungkasnya.
Seperti diketahui, Pansel Capim KPK pada 11 Juli 2019, resmi mengumumkan 192 calon yang lolos pada tahap seleksi administrasi.
Peserta yang dinyatakan lolos pada tahap administrasi memiliki latar belakang pekerjaan yang cukup beragam. Mulai dari akademisi, advokat, penegak hukum, hingga komisioner KPK saat ini. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pansel Diminta Beri Perhatian Ekstra kepada Capim KPK dari Indonesia Timur
Redaktur & Reporter : Boy