jpnn.com, JAKARTA - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyampaikan komitmen penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Dia juga mengungkapkan keprihatinannya atas kasus yang menimpa mahasiswi korban kekerasan seksual di kampus Universitas Riau (UNRI).
BACA JUGA: Puan Maharani: UU TPKS Disahkan, Bukti Perjuangan Bagi Korban Kekerasan Seksual
"Saya sangat berempati atas insiden yang terjadi," kata Nadiem saat bertemu korban di Jakarta, Kamis (14/4).
Dia berharap korban bisa terus menjaga semangat.
BACA JUGA: Mahasiswi Unri Mengaku Dilecehkan Oknum Dosen, Konon Kejadiannya di Ruang Dekan
Nadiem juga menegaskan berdiri di belakang korban dalam perjuangannya.
"Saya tahu ini tidak mudah, tetapi terima kasih telah berani bersuara dan berjuang," tutur Menteri Nadiem.
BACA JUGA: Mendikbudristek Nadiem Resmikan Monash University di BSD City, Mantap!
Upaya ini, lanjut Nadiem, mengirimkan pesan bagi semua civitas academica perguruan tinggi untuk memahami urgensi penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Kemendikbudristek bersikap tegas untuk terus mengedepankan kebijakan-kebijakan yang bersifat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di seluruh tingkat satuan pendidikan.
Di samping intoleransi dan perundungan, kekerasan seksual merupakan salah satu dari tiga dosa besar pendidikan yang dampaknya bisa mengakibatkan traumatis jangka panjang.
Selain itu, juga dapat memberikan pengaruh buruk terhadap keberlanjutan hidup korban.
"Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 merupakan wujud nyata dari upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi," ucapnya.
Dia menjelaskan poin terpenting dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 adalah keberpihakan kepada korban.
Dengan demikian, korban mendapat dukungan yang diperlukan untuk memproses kasusnya serta mendapatkan pemulihan.
Saat ini, Kemendikbudristek akan memproses pemeriksaan berdasarkan rekomendasi Satgas UNRI untuk diberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku.
"Kami meminta Pak Rektor untuk memastikan hak-hak korban dapat terpenuhi dan mendapatkan perlindungan dari stigma dan tekanan, mengingat putusan pengadian belum berkekuatan hukum tetap sampai saat ini," tutur Nadiem.
Mahasiswa L, korban kekerasan seksual, yang didampingi perwakilan Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI) UNRI menyampaikan kekecewaannya atas putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Putusan tersebut dinilai tidak sesuai dengan dokumen bukti tertulis hasil pendapat ahli psikolog dalam berkas perkara terkait hasil asesmen psikologi korban.
Mahasiswi L memohon untuk mendapatkan keadilan.
Dia mengharapkan Permendikbudristek sebagai satu-satunya harapannya untuk mendapatkan keadilan.
"Mereka mendengar aspirasi saya memberikan kekuatan kepada saya agar saya bisa terus memperjuangkan hal ini," kata L seusai bertemu dengan Mendikbudristek. (esy/jpnn)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Mesyia Muhammad