jpnn.com - JAKARTA -- Senyum bahagia terpancar di wajah keluarga Sukarni Kartodiwirjo usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jumat, (7/11). Bagaimana tidak bahagia, pria kelahiran Blitar, Jawa Timur 14 Juli 1916 itu akhirnya dianugerah sebagai Pahlawan Nasional dari pemerintah.
Anak bungsunya Emalia Iragiliati Sukarni Lukman (61) yang mewakili almarhum Sukarni menerima penganugerahan itu terharu karena ayahnya mendapatkan gelar itu setelah sekian lama menunggu.
BACA JUGA: Kartu Sakti Jokowi, JK: Payung Hukum Sudah Ada
"Ini merupakan satu kehormatan karena saya betul-betul ingin Bapak saya mendapat gelar pahlawan nasional itut. sejak beliau masih ada yaitu sejak 1957," ujar Emalia usai menerima penganugerahan gelar di Istana Negara. Suaranya serak terdengar hampir ingin menangis karena terharu atas gelar ayahnya.
Sukarni sendiri mengawali perjuangannya untuk kemerdekaan Indonesia di bidang politik. Pada tahun 1930an ia bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo) sejak bersekolah di MULO, Blitar, Jawa Timur. Ia kemudian dikirim oleh pengurus partai itu untuk mengikuti kegiatan pendidikan kader Partindo di Bandung dengan pembimbing utamanya Ir. Soekarno.
BACA JUGA: Menteri Siti Nurbaya Paling Melarat
Setelah mengikuti pendidikan kader, Sukarni mendirikan organisasi Persatuan Pemuda Kita dan bergabung dengan Indonesia Muda Cabang Blitar. Karirnya meningkat menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Indonesia Muda tahun 1935. Untuk menghindari penangkapann Politieke Inlichtingen Dienst (PID) Sukarni menyelamatkan diri ke Jatim dan bersembunyi di pondok pesantren di Kediri dan Banyuwangi.
Tahun 1941 ia ditangkap PID di Balikpapan, di penjara Samarinda, Surabaya kemudian Batavia. Sesudah divonis hukuman pembuangan di Boven Digoel, ia ditahan di Penjara Garut. Hukuman pembuangan gagal karena kekuasaan pemerintah Hindia Belanda berakhir Maret 1942.
BACA JUGA: Jokowi Disarankan Setop Sementara Program Kartu Sakti
Saat penjajahan Jepang membebaskan tahanan politik, Sukarni langsung bekerja di Sendenbu (Departemen Propaganda). Bersama tokoh lainnya seperti Supeno, Chairul Saleh dan Adam Malik membentuk Angkatan Baru Indonesia di Menteng, Jakarta.
Bersama rekan-rekannya, Sukarni mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan dan membawa keduanya ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Sore harinya, kedua Bapak Bangsa itut dibawa kembali ke Jakarta dan melakukan perumusan naskah proklamasi di Jalan Imam Bonjol 1, Jakarta.
Setelah proklamasi, Sukarni menghimpun rekan-rekannya untuk pengambilalihan angkutan umum dan radio dalam kota dari Jepang. Termasuk menggelar rapat raksasa di lapangan Ikada untuk mendesak pengambilalihan kekuasaan dari Pemerintah Jepang. Setelah berbagai aksinya, Sukarni terpilih sebagai anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP).
Di awal karirnya setelah kemerdekaan, Sukarni terpilih sebagai Duta Besar Berkuasa Penuh Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok. Ia mendapat tugas meminta dukungan pemerintah RRT untuk mendukung Indonesia membebaskan Irian Barat.
Atas segala perjuangan ayahnya ini, Emalia pun mengaku sangat bangga. Ia pun pernah menuliskan sajak untuk Sukarni dalam buku untuk ayahnya 'Sukarni dan Rengasdengklok'
"Ini suatu anugerah dari Allah, rezeki, kalau enggak pakai ridho Allah enggak bisa apapun. Saya kerja keras sejak tahun lalu untuk perjuangkan ini," kata Emalia.
Keluarga besarnya di Malang dan Surabaya, kata Emalia, menyambut baik penganugerahan gelar pahlawan tersebut. Dosen tetap Jurusan Bahasa Inggris Universitas Negeri Malang itu juga menyatakan akan selalu mengingat pesan ayahnya semasa hidup, agar tetap berguna bagi bangsa dan negara.
"Pesan ayah adalah minta dirimu sendiri, Ridho Allah, berbakti pada nusa bangsa. Jadilah orang produktif. Rakyat kita bersatu karena sistem kekerabatan. Jagalah itu untuk negara, bangsa," kata Emalia. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Poltikus Golkar Sebut Kartu Sakti Jokowi Ilegal
Redaktur : Tim Redaksi