jpnn.com - JAKARTA – Anggota Ahli Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah mengucapkan Alhamdulilah, karena akhirnya bertemu dengan Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) DPP PKS pada Senin 11 Januari 2016, pukul 20.00 WIB. Pertemuan tersebut menurut Fahri, untuk memenuhi panggilan kedua dari BPDO, setelah panggilan pertama dirinya tidak sempat hadir karena sedang berada di luar negeri.
“Hal tersebut perlu saya jelaskan, sebagai klarifikasi tuduhan sebelumnya yang menyebut bahwa saya tidak kooperatif,” kata Fahri Hamzah, dalam rilisnya, Selasa (12/1).
BACA JUGA: Sidang MK, Bantah Ijazah Syarfi Hutauruk Palsu
Dalam pertemuan tersebut, kata Fahri, hadir unsur BPDO sebagai pemeriksa Abdul Muis Saadih, Iman Nugraha dan Sri Utami.
“Ternyata pemanggilan atas diri saya karena adanya laporan dugaan pelanggaran disiplin organisasi. Menurut Sekretariat BPDO, yang bertindak sebagai Pelapor adalah DPP PKS. Sampai sekarang saya belum menerima surat laporan pengaduan tersebut sehingga saya tidak tahu jenis pelanggaran yang dimaksud dan siapa yang menandatangani surat laporan serta lampiran alat buktinya berbentuk apa?,” ungkapnya.
BACA JUGA: Partisipasi Pemilih Rendah, KPU Medan Ogah Disalahkan
Dalam pemeriksaan, BPDO menanyakan sikapnya terkait permintaan pribadi Ketua Majelis Syuro PKS Salim Al Jufri agar Fahri Hamzah mengundurkan diri sebagai pimpinan DPR.
“Saya sudah menjelaskan secara panjang lebar sebelumnya kepada beliau. Penjelasan itu saya sampaikan kembali dalam pemeriksaan BPDO,” kata Fahri Hamzah.
BACA JUGA: Duh, UU Pilkada Bakal Direvisi Lagi
Ketua Majelis Syuro sendiri setelah mendengar penjelasan, ujar Fahri, selanjutnya mengirimkan SMS bahwa tidak memaksa Fahri mundur. Pasalnya, mengundurkan diri merupakan hak dalam posisi sebagai pejabat publik yang diikat oleh hukum publik.
“Akan tetapi, DPP PKS setidaknya beberapa oknum, ada yang masih terus melakukan penggalangan. Maka terjadilah situasi internal ditarik ke eksternal. Sebelumnya PKS tidak mempunyai tradisi seperti ini apalagi terkait kursi jabatan yang tidak pernah menjadi tujuan bagi siapapun kader PKS,” ungkap Fahri.
Wakil Ketua DPR RI ini menganggap bahwa permintaan Ketua Majelis Syuro adalah permintaan pribadi karena meminta tanggapan juga secara pribadi. Ia mengakui ada kekhawatiran bahwa sikapnya akan mendatangkan tekanan kepada internal partai khususnya para mantan menteri yang sekarang menjabat di partai.
“Tetapi saya menjelaskan tentang berbagai pertimbangan hukum dan juga politik terkait pilihan tersebut. Atas berbagai pertimbangan yang saya diskusikan dengan beliau, saya menyampaikan bahwa belum bisa memenuhi permintaan pribadi beliau,” ujar Fahri.
Dalam UU MD3, posisi jabatan pimpinan DPR, bukan prerogatif partai. “Berbeda dengan UU lama di mana pimpinan DPR diisi oleh partai dengan perolehan kursi terbanyak secara berurutan. Sementara UU baru mengatur bahwa partai mengajukan anggotanya dalam sebuah kesatuan paket yang bersifat tetap, untuk dipilih oleh paripurna. UU mengatur mekanisme pergantian Pimpinan DPR oleh Partai dengan rinci, di mana penarikan harus disertai oleh alasan yang konstitusional (Pasal 87 UU MD3 ayat (2) huruf (d),” kata anggota DPR dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat ini.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kompak Betul, Para Kepala Daerah dari PDIP Tak Main-main Soal ini
Redaktur : Tim Redaksi