Setop Kematian akibat Rabies, Lakukan Langkah Pencegahannya

Sabtu, 01 Oktober 2016 – 22:53 WIB
Ilustrasi: kemenkes

jpnn.com - JAKARTA - Wabah Rabies tidak bisa dianggap enteng. Dari tahun ke tahun jumlah kasus penyakit rabies terus meningkat. Sayangnya hingga kini belum ditemukan obat atau cara pengobatan untuk penderita rabies, sehingga selalu diakhiri dengan kematian pada hampir semua penderita baik rabies pada manusia maupun hewan. 

Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus dari genus Lyssavirus. (Dalam bahasa Yunani, Lyssavirus artinya mengamuk atau kemarahan). Penyakit ini bersifat akut serta menyerang susunan syaraf pusat pada hewan berdarah panas dan manusia.

BACA JUGA: Cukai Rokok Naik, Pemerintah Dituding Cuma Cari Uang

Virus rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan, misalnya anjing, kucing, kera, rakun, kelelawar. Penularan virus biasanya dimulai dari air liur hewan yang terinfeksi ke hewan sehat. Sementara virus rabies masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan melalui luka gigitan hewan penderita rabies dan luka yang terkena air liur hewan atau manusia penderita rabies. 

Virus masuk ke tubuh melalui luka gigitan atau dari liur hewan yang terinfeksi (kucing dan anjing) ke hewan sehat selama kurang lebih 2 minggu, pada manusia masa inkubasi 23 minggu, (masa inkubasi terlama, yaitu sekitar 1-2 tahun). Selanjutnya, virus menuju susunan syaraf pusat kemudian ke otak tempat virus melakukan pembelahan, virus berkembang biak di sel-sel syaraf. Kemudian virus menyerang hampir setiap organ dan jaringan di dalam tubuh dan berkembang biak dalam jaringan kelenjar ludah, ginjal dan lainnya. 

BACA JUGA: Merasa Bernyali, Nusron Sebut PDIP Angkuh

Di Indonesia rabies pertama kali dilaporkan secara resmi oleh Esser di Jawa Barat tahun 1884 pada seekor kerbau. Kemudian oleh Penning pada anjing tahun 1889 dan oleh E.V de Haan pada manusia tahun 1894. Penyebaran virus rabies di Indonesia bermula pada tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan sebelum pecahnya perang dunia ke-2. 

Pada dasarnya, distribusi penyakit rabies sangat bervariasi untuk setiap belahan dunia. Di Indonesia hewan penular utama, yaitu anjing sebanyak 98%, monyet dan kucing sebesar 2%.

BACA JUGA: Penting! Inilah Beda Plh dan Plt di Pemerintahan

Data Ditjen P2P Kemenkes RI mencatat, kasus rabies pada manusia mengalami penurunan dari 2010, yaitu 206 kasus menjadi 98 kasus pada 2014. Namun, kembali meningkat pada 2015. Begitu juga dengan kasus rabies pada hewan mengalami penurunan kasus dari 2010, yaitu 1.814 kasus menjadi 1.074 kasus pada tahun 2014 dan meningkat kembali pada 2015. Peningkatan kasus pada tahun 2015 ini salah satunya disebabkan wabah rabies di Bali. 

Kasus kematian rabies meningkat 20 persen dari tahun 2014 ke 2015, di mana kasus Gigitan Hewan Penyakit Rabies (GHPR) meningkat 6.6336 kasus. Secara umum, kasus kematian terbanyak terjadi di Sulawesi Utara, Bali, Kalimantan Barat, dan Sumatera Utara. Kementerian Kesehatan memproyeksikan hal ini bisa jadi karena kaitannya dengan budaya lokal. 

Namun jangan khawatir, upaya pengendalian rabies telah dilaksanakan secara integrasi  oleh dua kementerian, yakni Kementerian Pertanian dalam hal ini Direktorat Kesehatan Hewan untuk penanganan kepada hewan penular dan pengawasan lalu lintasnya, serta Kementerian Kesehatan untuk penanganan kasus gigitan pada manusia dan penderita rabies. 

Hari Rabies Sedunia (WRD) diperingati setiap tanggal 28 September. Tahun ini puncak peringatan WRD di Indonesia dipusatkan di Kalimantan Barat. Adapun tema yang diangkat tahun ini adalah Edukasi dan Vaksinasi Menuju Indonesia Bebas Rabies 2020. Pemilihan Kalimantan Barat sebagai tempat peringatan WRD tepat mengingat jumlah kasus rabies di sini saat ini cukup besar dan meningkat.

Upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan dalam penanganan rabies di Indonesia adalah menyiapkan vaksin anti rabies dan refrigerator, menyediakan KIE, sosialisasi pengendalian rabies bagi Nakes dan sektor terkait di provinsi Sulawesi Tenggara dan Riau, sosialisasi pengendalian rabies bagi tenaga didik di provinsi Sumatera Barat. Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, Sp.M(K) menyatakan bahwa Kalbar merupakan daerah yang perlu mendapat perhatian khusus terkait penyebaran Rabies.

Tantangannya cukup tinggi, karena selain daerahnya yang cukup luas, banyaknya hewan liar yang menjadi sumber penularan dan berkeliaran di tempat pemukiman penduduk menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus Rabies. Untuk itu, kerjasama antara Pemerintah Pusat dan Daerah harus benar-benar terjalin dengan baik untuk menekan angka penyebaran kasus Rabies

Apa yang Perlu Dilakukan Jika Digigit Hewan Pengidap Rabies?

Kementerian Kesehatan menyarankan, bila seseorang digigit hewan pengidap rabies, segera melakukan beberapa langkah: 

1. Mencuci luka
Pencucian luka merupakan langkah pertama yang sangat penting dilakukan dalam kasus GHPR. Luka gigitan dicuci dengan air mengalir dan sabun atau deterjen selama 10-15 menit.
2. Setelah dicuci bisa diberikan alkohol 70%, Betadine atau Obat Merah.
3. Luka GHPR tidak boleh dijahit, untuk mengurangi invasi virus pada jaringan luka. Kecuali luka yang lebar dan dalam yang terus mengeluarkan darah, dapat dilakukan jahitan situasi untukmenghentikan perdarahan 
4. Pemberian vaksin dan serum. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dan Serum Anti Rabies (SAR) ditentukan menurut kategori luka gigitan. Sedangkan kontak (dengan liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies atau penderita rabies) tetapi tidak ada luka, maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR dan SAR. 

Pada kasus luka risiko rendah hanya diberikan VAR saja. Tidak semua kasus GHPR harus diberikan VAR, tergantung riwayat apakah sebelumnya penderita GHPR pernah mendapat VAR. Sedangkan pada kasus luka risiko tinggi harus diberikan VAR dan SAR . 

Kasus GHPR harus segera ditangani, jika tidak setelah gigitan akan muncul gejala, hal ini sering berakhir fatal dengan kematian. 

Secara statistik, menurut WHO dan CDC, sekali gejala rabies muncul hampir pasti kecil peluang penyembuhannya. Sebaliknya imunisasi pencegahan rabies segera setelah gigitan dapat melindungi diri dari ancaman yang lebih parah. 

Pencegahan Rabies

Kementerian Kesehatan terus berupaya untuk melakukan pencegahan merebaknya virus rabies. Kementerian yang dipimpin oleh Menteri Nila Moelok ini memberikan panduan langkah-langkah pencegahan rabies.

- Tidak memberikan izin untuk memasukan atau menurunkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya di daerah bebas rabies. 
- Memusnahkan anjing, kucing kera atau hewan sebangsanya yang masuk ke daerah bebas rabies. 
- Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km di sekitar lokasi kasus. 

Kementerian Kesehatan mengajak masyarakat untuk ikut berperan dalam mengendalikannya. Pada prinsipnya, tinggi rendahnya kasus rabies pada hewan dan manusia tergantung beberapa faktor. 

1. Kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit rabies, termasuk melakukan vaksinasi pada hewan piaraan agar kebal terhadap virus rabies. 
2. Kesadaran dan kemauan untuk segera mendapat perawatan/pengobatan setelah mendapat gigitan hewan yang diduga rabies. Populasi anjing dan kegunaannya bagi masyarakat suatu daerah. 
3. Perpindahan pendudukan dan lalu lintas penduduk yang padat membatasi ruang gerak hewan. 
4. Upaya pemberantasan penyakit rabies telah dilalukan secara terus 
menerus oleh pemerintah daerah sehingga daerah bebas rabies di  Indonesia makin banyak. 

Kementerian Kesehatan mengerahkan upaya pemberantasan rabies ini, sehingga tercapai target Indonesia bebas rabies tahun 2020 dan mencapai ASEAN Free Rabies 2020. (adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK, Ingat! Gubernur Nur Alam Sedang Menggugat di Praperadilan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler