jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendukung sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait rencana vaksin Covid-19 berbayar atau vaksinasi gotong royong.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan tidak mendukung vaksin berbayar yang akan dilakukan oleh jaringan klinik Kimia Farma. Sebab, hal itu berisiko karena rawan kecurangan.
BACA JUGA: Firli Bahuri Beri Peringatan kepada Luhut dan Erick Thohir soal Vaksin Berbayar
Sahroni menilai masukan KPK itu sudah tepat mengingat potensi korupsinya yang tinggi.
"Vaksin ini kan program kemanusiaan, jadi siapa pun dan dengan kepentingan apa pun harus satu suara untuk mengawal program ini dengan sebaik-baiknya. KPK sudah tegas mengambil posisi ini dan saya apresiasi sekali," kata Sahroni dalam keterangan, Rabu (14/7).
BACA JUGA: Babak Baru Kasus Dosen Unej Mencabuli Keponakan, Istrinya Sampai Memohon
Politikus Partai NasDem itu mengatakan dalam kondisi pandemi saat ini, tidak bisa dipungkiri bahwa mafia obat kian bermunculan. Bahkan, sudah terjadi kelangkaan obat hingga kenaikan harga yang tidak masuk akal.
Hal itu menurut Sahroni, perlu dihindari dengan tetap membuat vaksin sebagai komoditas gratis, bukan produk yang diperdagangkan.
BACA JUGA: Kombes Sambodo Membeber Evaluasi Sepekan PPKM Darurat, Hasilnya di Luar Dugaan
Bila vaksin dijadikan produk berbayar, katanya, dikhawatirkan bakal terjadi penimbunan oleh oknum tidak bertanggung jawab dan dijual lagi dengan harga mahal.
"Ini akan sangat melukai nurani kita yang tengah berjuang bersama-sama membendung penyebaran Covid-19," ucap pria asal Tanjung Priok, Jakarta Utara itu.
Bendahara umum Partai NasDem itu juga menyoroti tentang pendanaan vaksinasi yang berasal dari anggaran PEN atau pemulihan ekonomi nasional yang diambil dari kas negara.
Ketika vaksin dibuat jadi berbayar, maka DPR RI juga harus meminta penjelasan pemerintah terkait pendanaan vaksin mandiri.
"Karena setahu saya, dana yang digunakan berasal dari anggaran PEN, artinya bersumber dari keuangan negara, bukan dari bank HIMBARA milik BUMN. Ini yang harus kita hati-hati karena rawan penyelewengan," pungkas Ahmad Sahroni. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam