jpnn.com, JAKARTA - Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, pengaktifan kembali Koopssusgab (Komando Operasi Khusus Gabungan TNI) yang mendapat restu Presiden Jokowi, secara prinsipil dapat diterima.
Asalkan, bertujuan untuk pemberantasan tindak pidana terorisme dan tetap patuh pada ketentuan Pasal 7 UU 34/2004 tentang TNI.
BACA JUGA: Percayalah Pak Jokowi, Koopssusgab Tidak Diperlukan
Menurut Hendardi, dalam pasal tersebut diatur, pelibatan TNI bersifat sementara dan merupakan upaya terakhir dengan skema perbantuan terhadap Polri, yang beroperasi dalam kerangka integrated criminal justice system.
"Setara Institute mengingatkan setiap pihak dapat menahan diri dan cerdas menginterpretasikan perintah presiden tentang pelibatan TNI, agar tidak membuat kegaduhan baru dan mempertontonkan kesan kepanikan yang berlebihan," ujar Hendardi di Jakarta, Kamis (17/5).
BACA JUGA: Sapu Bersih Pendukung Teroris di Birokrasi dan BUMN
Untuk diketahui, Koopssusgab merupakan pasukan TNI yang bertugas sebagai antiteror. Komando tersebut berasal dari pasukan khusus yang dimiliki tiga matra TNI. Yakni Sat-81 Gultor Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD, Detasemen Jalamangkara (Denjaka) TNI AL, dan Satbravo 90 Komando Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU. Sempat dibentuk di tahun 2015, Koopssusgab sempat nonaktif di era Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo.
Hendardi menilai, pengaktifan kembali Koopssusgab boleh saja disebut sebagai bagian dari upaya memperkuat kemampuan negara dalam menangani terorisme. Namun penting dipastikan pemanfaatan TNI tetap dalam konteks tugas perbantuan terhadap Polri.
BACA JUGA: Teror Marak Lagi, Tolong Evaluasi Anggaran 3 Institusi Ini
"Koopssusgab mesti digunakan untuk membantu dan di bawah koordinasi Polri serta ada pembatasan waktu yang jelas kapan mulai dan kapan berakhir, sebagaimana satuan-satuan tugas yang dibuat oleh negara," katanya.
Tanpa pembatasan apalagi di luar kerangka sistem peradilan pidana, kata Hendardi, Koopssusgab hanya akan menjadi teror baru bagi warga negara.
"Karena itu, Presiden Jokowi diharapkan dapat mendisiplinkan jajarannya yang mengambil langkah-langkah kontraproduktif dan bertentangan dengan semangat kepatuhan pada rule of law dan penghormatan pada hak asasi manusia," ucapnya.
Hendardi mengingatkan, cara-cara represi justru akan menjauhkan warga dengan Jokowi yang akan berlaga kembali di Pilpres 2019. Karena itu, dibanding menghidupkan kembali Komando tersebut, Jokowi lebih baik turut aktif memastikan penyelesaian pembahasan revisi RUU Antiterorisme. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Agus: Koopssusgab TNI Sebaiknya Tunggu UU Antiterorisme
Redaktur & Reporter : Ken Girsang