jpnn.com - JAKARTA - Posisi Setya Novanto sebagai ketua umum Partai Golkar memiliki tantangan tersendiri.
Peneliti senior lembaga kajian independen PARA Syndicate FS Swantoro menilai, Novanto harus mampu menghapus praktek oligarki di tubuh Partai Golkar. Dengan begitu, Novanto bisa membuka jalan bagi Golkar menuju Pemilu 2019.
BACA JUGA: Mendagri: Hari Pancasila Wajib Diperingati
“Kalau praktek oligarki masih terjadi, Golkar akan suram di Pemilu 2019,” kata Swantoro, kemarin (31/5).
Menurut Swantoro, pada pemilu 2014 di era Aburizal Bakrie, Golkar hanya mendapat perolehan suara sebesar 14,75 persen. Jika pola kepemimpinan Novanto masih sama dengan pendahulunya, maka perolehan suara Golkar bisa makin merosot.
BACA JUGA: Alhamdulillah, 126 Ribu Lansia Dijatah Rp 200 Ribu per Bulan
“Novanto harus mengikuti jejak Akbar Tanjung atau Prabowo, mereka mampu mengubah stigma negatif menjadi positif,” ujarnya.
Swantoro menyebut, di era kepemimpinan Akbar, Golkar mendapat stigma negatif sebagai partai Orde Baru. Bahkan, Akbar saat memimpin Golkar pernah ditetapkan sebagai tersangka.
BACA JUGA: WNI Terancam Hukuman Gantung, Ini Langkah Pemerintah
Namun, pada pemilu 2004, kepemimpinan Akbar mengubah semua prediksi dengan membawa Golkar sebagai pemenang pemilu.
“Akbar menciptakan ide konvensi pada 2003, yang berbalik menjadi citra positif bagi Golkar,” kata Swantoro.
Sementara Prabowo, mendapat persepsi negatif karena dugaan keterlibatan hilangnya sejumlah aktivis di kerusuhan Mei 1998. Namun, Prabowo mampu bangkit dengan ikut dalam konvensi Golkar, selanjutnya mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya yang mampu berada di tiga besar pemilu 2014.
“Jika Novanto mampu melakukan hal seperti dilakukan Akbar dan Prabowo, maka Golkar masih ada harapan, paling tidak Golkar masih bisa memperoleh 14 persen suara pada Pemilu 2019," tandasnya. (bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendagri Gelar Acara Peringatan Hari Lahir Pancasila
Redaktur : Tim Redaksi