jpnn.com - JIKA Presiden Soekarno pernah dianugerahi gelar Nakhoda Agung saat Musyawarah Nasional Maritim I, 23 September 1963, Capt. Abdul Rivai mendapat gelar Nakhoda Utama.
Siapa Abdul Rivai? Dialah nakhoda kapal Tampomas II—kapal penumpang kebanggan Indonesia yang tenggelam pada 1981. Kenapa dia beroleh gelar Nakhoda Utama? Ini kisahnya…
BACA JUGA: Siapa Nakhoda Kapal Tampomas II yang Dinyanyikan Iwan Fals?
Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network
Pembaca yang baik. Ini serial kedua dari rangkaian tulisan mengenang tragedi tenggelamnya kapal Tampomas II.
BACA JUGA: Masih Ingat Tragedi Tampomas II? Ini Kisahnya...
Bagi yang belum membaca serial pertama, sila klik: Masih Ingat Tragedi Tampomas II?
***
BACA JUGA: Secuplik Cerita Kerajaan Maritim Bugis Makassar
Kantor berita Antara di Ujung Pandang mengabarkan:
…jasad Capt. Abdul Rivai, nakhoda kapal Tampomas II yang dikabarkan hilang, berhasil diketahui dan diketemukan pada Sabtu sore.
Esok harinya…
Minggu, 1 Februari 1981. Presiden Soeharto dalam surat keputusan No. 002/TK/1981 memberi izin pemakaman Capt. Abdul Rivai di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
Keputusan itu, “setelah menimbang dan memperhatikan jasa-jasa almarhum yang luar biasa terhadap negara dan bangsa khususnya dalam bidang perhubungan laut,” tulis Sinar Harapan, 2 Februari 1981.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut J.E Habibie mengatakan, Presiden Soeharto telah menetapkan Nakhoda Kapal Tampomas II Abdul Rivai sebagai Pahlawan Nasional, pada 1 Februari 1981.
“Rivai telah mengangkat derajat pelaut Indonesia ketika semua orang mencibirkan bibir terhadap profesi tersebut,” kata J.E. Habibies, tulis koran Suara Karya, 2 Februari 1981.
Menurut Habibie, nakhoda kapal Tampomas II telah membutikan tanggungjawab sebagai nakhoda, ia meninggalkan kapal terakhir pada saat kapal yang terbakar itu tenggelam ke dasar laut.
“Apa yang dilakukan Rivai membantah pendapat sementara orang bahwa pelaut-pelaut Indonesia diragukan perasaan tanggung jawabnya. Ia telah membuktikan pelaut Indonesia juga memiliki dedikasi terhadap profesi.”
Digali Ulang
Sebelumnya, karena tak dikenali, Jasad Capt. Abdul Rivai sempat dikubur massal bersama korban KM Tampomas II lainnya di tanah Sulawesi.
Setelah ada petunjuk berdasarkan keterangan dari nakhoda kapal MV Sonne yang berbendera Jerman Barat, Sabtu sore dilakukan penggalian kuburan di mana mayat-mayat korban Tampomas II itu dimakamkan.
Kapal MV Sonne merupakan satu di antara kapal penolong yang mengangkut seorang yang hidup dan 29 mayat dari lokasi ke Ujung Pandang.
Nakhoda kapal tersebut mengetahui ciri-ciri nakhoda Tampomas II setelah membaca satu koran Ibukota yang memuat bentuk badan mendiang.
“Kapten Sonne lebih meyakini lagi, nama isteri almarhum serta puteranya sama dengan isi surat yang tak sempat dikirim,” tulis Suara Karya, 2 Februari 1981.
Penggalian kuburan disaksikan oleh Kepala Cabang Pelni Ujung Pandang, N.D. Sumarto dan karyawan perusahaan tersebut lainnya.
Dan, benar saja. “Petunjuk yang meyakinkan sebentuk cincin yang dipakai pada bahagian sebelah dalam terdapat tulisan “Hasanah” (nama isterinya), jari telunjuk tangan kanan memiliki kelainan, bentuk badan dan rambut dicukur pendek,” tulis Suara Karya.
Sempat disemayamkan di kantor Pelni Ujung Pandang (kini Makassar), jenazah Capt. Abdul Rivai diterbangkan ke Jakarta, Minggu, 1 Februari 1981 dengan pesawat F-27 milik AURI.
Tiba di bandara Kemayoran jam 12.45, disambut oleh Sekjen Departemen Perhubungan A Tahir, Dirjen Perhubungan Laut Pongky Supardjo, Sekretaris Ditjen Perhubungan Laut J.E Habibie, Dirut Pelni Huseeyn Umar.
Tampak juga anggota DPR Fraksi Karya Pembangunan Harsono RM Soeharto, Chris Rahanra dan beberapa orang lainnya.
Dari Kemayoran, jenzah dibawa ke rumahnya di Jl. Tebet Barat Dalam, Jakarta Selatan. Kemudian dibawa lagi ke kampus AIP Gunung Sahari untuk disemayamkan sampai jam 10.00.
Alumni AIP
Capt. Abdul Rivai alumnus Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) angkatan 1959.
Baca juga:
Di aula AIP, peti jenazah yang diselubungi bendera merah putih itu mendapat penghormatan dari ribuan pelayat. Dari rekan-rekan seprofesinya, karyawan PT Pelni, mahasiswa, pelajar, para alumnus AIP dan lain sebagainya.
Direktur Utama Pelni Hussein, Senin, 2 Februari 1981 pagi di aula AIP, sebagaimana dicuplik dari Sinar Harapan, 3 Februari 1981, menyatakan, Capt. Rivai telah membuktikan dirinya sebagai pancasilais sewaktu memberi pertolongan pada para penumpang Tampomas, tanpa menghiraukan dirinya sendiri.
“Keberanian almarhum ini pantas dijadikan suri tauladan semua warga Pelni,” katanya.
Karena itu, perusahaan pelayaran tersebut mengangkat Capt. Rivai sebagai Nakhoda Utama yang patut dijadikan teladan.
Capt. Rahardjo yang mewakili alumni AIP menyatakan, Rivai orang yang sederhana, tapi sangat tegas dalam pendirian. Dapat dipercaya dan punya rasa tanggungjawab.
Dari AIP, banyak masyarakat yang ikut mengantar ke TMP Kalibata. Ratusan kendaraan. “Simpati masyarakat terasa demikian besar dan tulus,” tulis koran Pelita, 3 Februari 1981.
Prosesi pemakaman Capt Rivai mendapat perhatian yang sangat besar dari masyarakat ibukota.
Koran Pelita menggambarkan:
Satu jam sebelum pemakaman dan penurunan jenazah ke liang lahat dilaksanakan, udara di atas Kalibata mendadak mendung dan hujan turun membasahi alam sekitarnya.
Namun ketika peti jenazah dan rombongan pengantar tiba di Kalibata sekira pukul 12.55 WIB, udara yang semula mendung dan gerimis berobah menjadi cerah dalam sinar matahari Pebruari.
Upacara antara lain dihadiri juga oleh Menteri Negara PPLH Emil Salim, bekan Menteri Perhubungan RI.
Waktu peti jenazah diturunkan, satu regu pelaut memberikan penghormatan dengan memberikan tembakan salvo.
Koran Kompas, 3 Februari 1981 menulis, jenazah nakhoda KM Tampomas II, Capt. Abdul Rivai, Senin siang tepat pukul 13.30 dimakamkan di TMP Kalibata. Diiringi tembakan salvo oleh 20 prajurit TNI AL.
Hadir juga pada acara itu antara lain Irjen Perhubungan Ir. Sutomo Adisasmita, Sekjen Perhubungan Ahmad Tahir, Dirjen Perhubungan Laut Pongky Soepardjo.
Menteri Perhubungan Roesmin Nurjadin yang beritndak selaku inspektur upacara mengatakan, Rivai adalah contoh seorang yang penuh tanggung jawab di atas tugas yang dibebankan kepadanya.
Kejadian itu menyadarkan bahwa Indonesia tetap membutuhkan orang-orang seperti Rivai yang menghayati bidang tugasnya yang penuh resiko.
Di tempat terpisah, bersamaan dengan prosesi pemakaman itu, Wakil Presiden Adam Malik mengatakan, tenggelamnya kapal Tampomas II hendaknya menjadi pelajaran yang mahal. Dan tidak akan terulang lagi di kemudian hari.
“Kecelakaan kapal Tampomas II baru-baru ini merupakan suatu bencana nasional,” kata Wapres di Bina Graha, usai bertemu dengan Presiden Soeharto.
Koran Sinar Harapan edisi 3 Februari 1981 menulis, saat prosesi pemakaman Capt. Rivai di TMP Kalibata, Menteri Perhubungan Roesmin Nuryadin menyatakan rasa duka atas kehilangan seorang nakhoda terpercaya.
Dengan mengambil contoh keteladanan Capt. Rivai, menteri mengajak semua untuk mawas diri. Menhub memasang karangan bunga sebagai penghormatan atas jasa-jasanya dan diikuti oleh ratusan pelayat lain.
Pekan pertama Februari 1981, koran Suara Karya mengulas senarai biografi Capt. Rivai.
Ia lahir di Tanjung Karang, Lampung, 25 Agustus 1936. Meninggalkan seorang istri dan empat orang anak.
Pernah menjadi nakhoda kapal besar, seperti KM Towuti, KM Bangawan, KM Tolandu, KM Imarito dan KM Iweri, KM Selayar dan KM Batanghari.
Memulai karir sebagai di Pelni sejak 23 September 1959. Pada awal karirnya, Rivai pernah menjabat Mualim III KM Tampomas dan KM Sangihe.
Kapal yang terakhir ini jugalah (KM Sangihe) yang mengetahui dan mengirimkan SOS atas peristiwa naas yang terjadi di KM Tampomas II.
Selain sebagai pelaut teladan, ia juga seorang militer yang telah memperoleh penghargaan Satya Dharma dalam perjuangan Trikora.
Dalam perjuangan Trikora, Abdul Rivai bertugas pada KM Sangihe sebagai Perwira Satu dengan pangkat Letnan. Atas pengabdian itu ia mendapat penghargaan Satya Lencana (1963).
Abdul Rivai menuntut ilmu di Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) dengan memperoleh ijazah Mualim Pelayaran Besar III pada 1959, Mualim Pelayaran Besar II pada 1966 dan Mualim Pelayaran Besar I tahun 1971.
Mengenang kepahlawan Capt. Abdul Rivai, pada 1982, penyanyi Ebiet G Ade membuat lagu bertajuk Sebuah Tragedi 1981.
Berikut lyrich lengkapnya:
Dia nampak tegah berdiri, gagah perkasa
Berteriak tegas dan lantang, ia nakhoda
Sebentar gelap hendak turun
Asap tebal rapat mengurung
Jeritan yang panjang, rintihan yang dalam,
derak yang terbakar, dia tak diam
du du du du du du du du du du du du
Dia nampak sigap bergerak di balik api
Seperti ada yang berbisik, ia tersenyum
Bila bersandar kepadaNya
terasa ada tangan yang terulur
Bibirnya yang kering serentak membasah
Tangannya yang jantan tak kenal diam
Bertanya kepadaNya, "Mesti apalagi?"
Semua telah dikerjakan tak ada yang tertinggal
Geladak makin terbenam, ho harapan belum pudar
Masih ada yang ditunggu mukjizat dariNya
Atau bila segalanya harus selesai
Pasrah terserah kepadaNya
Dia nampak duduk terpekur tengah berdoa
Ia hadirkan semua putranya, ia pamitan
Tanggung jawab yang ia junjung dan rasa kemanusiaan
ia telah bersumpah selamatkan semua
ia rela berkorban jiwa dan raga
du du du du du du du du du du du du
Di tengah badai pusaran air tegak bendera
Ia t'lah gugur begitu jantan, ia pahlawan
Pengorbanannya patut dikenang, jasa-jasanya pantas dicatat
Taburkanlah kembang di atas kuburnya
Berbelasungkawa bagi pahlawan
Rivai dinobatkan menjadi Nakhoda Utama oleh PELNI. Ia dianggap berjasa menyelamatkan nyawa para penumpang dengan mengorbankan nyawanya sendiri. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sejarah Baru! Kapal Dewaruci Pecahkan Rekor Dunia
Redaktur & Reporter : Wenri