jpnn.com, SEOUL - Pelan tapi pasti. Seperti itulah perjalanan Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara (Korut) menuju perdamaian. Belakangan, hubungan dua negara bertetangga tersebut terus menghangat. Kehangatan itu menjalar dari perbatasan. Area yang selama ini identik dengan kengerian, propaganda, dan senjata.
Lima prajurit Korsel membuka gerbang yang dililit kawat berduri Jumat pagi (30/11). Sekuat tenaga, mereka mendorong pintu besi yang barangkali sudah berkarat karena terlalu lama diabaikan.
BACA JUGA: Kian Mesra, Korut dan Korsel Jajaki Kereta Trans-Korea
Seiring terbukanya gerbang tersebut, terbitlah harapan baru di perbatasan dua Korea. Setelah pintu utama menuju zona demiliterisasi (DMZ) itu menganga, tampaklah kereta api Korail yang bergerak menuju Korut.
Kereta milik Korsel tersebut menjadi yang pertama melintasi Mount Kumgang menuju Tumen River sejak berakhirnya Perang Dunia II. Pada 2007 lalu, jalur itu sempat dibuka. Tapi, kereta api hanya melintas sampai Kawasan Industri Kaesong. Tidak sampai ke Mount Kumgang.
BACA JUGA: Warga Korsel Ramai-Ramai Masuk Penjara demi Hindari Stres
"Pemerintah akan melakukan serangkaian persiapan untuk menggelar upacara tahun ini seperti yang disetujui pemimpin Korsel dan Korut," ujar Menteri Unifikasi Cho Myoung-gyon. Rencananya, peresmian dibukanya kembali jalur kereta api lintas Korea itu diselenggarakan sebelum tahun berganti.
Saat ini, menurut Cho, pemerintah Korsel sedang mematangkan rencana tersebut dengan sejumlah negara. Korsel tidak mau terburu-buru meresmikan jalur kereta api itu. Sebab, Korut masih terjerat sanksi DK PBB. Maka, Korsel harus berhati-hati agar misi damai tersebut tidak sampai melanggar resolusi DK PBB terhadap Korut.
BACA JUGA: Korut Uji Coba Senjata Rahasia
Kementerian Transportasi dan Infrastruktur Korsel akan menginspeksi jalur kereta api dari Kaesong menuju Sinuiju. Inspeksi jalur sepanjang 400 kilometer itu ditargetkan rampung pada 5 Desember mendatang.
Selanjutnya, tim gabungan dua Korea akan melanjutkan rute Gunung Kumgang ke Tumen River pada 8-17 Desember. Selama evaluasi berlangsung, seluruh personel dari Korsel harus makan, tidur, dan menganalisis di dalam kereta.
Sanksi DK PBB atas Korut sedikit banyak menyulitkan proses damai dua Korea. Sebelum menjalankan tahap-tahap rujuk dengan Korut, Korsel harus berkonsultasi dengan PBB. Juga Amerika Serikat (AS) yang menjatuhkan sejumlah sanksi terhadap Korut.
Selain kendala sanksi DK PBB, kondisi finansial Korut yang buruk juga menjadi hambatan. Korsel maklum jika Korut tidak bisa membiayai perbaikan jalur kereta api lintas Korea. Namun, mustahil bagi Korsel untuk menanggung sendiri semua biaya perbaikan rel. Apalagi, biaya yang dibutuhkan sangat banyak.
Chosun Ilbo melaporkan bahwa biaya untuk membangun jalur kereta api itu mencapai KRW 35,5 miliar (sekitar Rp 454,6 miliar) per kilometer. Jumlah tersebut belum termasuk biaya pembelian lahan.
Kementerian Tanah, Infrastruktur, dan Transportasi menyatakan bahwa selain meremajakan jalur kereta api, mereka juga perlu membangun jalan-jalan penunjang rute tersebut. Jika ditotal, biayanya untuk menghidupkan kembali jalur kereta api lintas Korea itu mencapai KRW 43 triliun atau setara Rp 550,54 triliun.
"Memodernisasi jaringan kereta api Korut adalah investasi reunifikasi. Tapi, jika mengesampingkan kalkulasi biaya, pemerintah melanggar otoritas Majelis Nasional," ujar legislator Liberty Korea Party Cheong Yang-seog.
Presiden Moon Jae-in memang sangat bersemangat menyatukan dua Korea. Dia bahkan tak terlalu peduli dengan kritik publik. Keinginannya mewujudkan unifikasi sudah dipaparkan sejak kali pertama memimpin.
Awalnya, penduduk tak mendukung. Namun, kini situasi berubah karena sikap Korut yang sudah lebih terbuka. (sha/c22/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wow, Kim Jong-un Dapat Hadiah Seberat 200 Ton dari Korsel
Redaktur & Reporter : Adil