jpnn.com - JAKARTA - Kubu Ferdy Sambo menghadirkan saksi ahli meringankan pada sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (22/12).
Saksi yang dihadirkan dalam sidang Ferdy Sambo kali ini merupakan ahli pidana materiel dan formal dari Universitas Islam Indonesia, Mahrus Ali.
BACA JUGA: Kubu Ferdy Sambo Hadirkan 2 Saksi Ahli Meringankan, Satunya dari UII
Dalam kesaksiannya, Mahrus mengatakan pentingnya motif diungkap di ruang sidang, karena itu terkait perihal penerapan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang didakwa kepada para terdakwa.
"Penting motif diungkap di persidangan dalam pembunuhan berencana," kata Mahrus.
BACA JUGA: 3 Poin Penjelasan Reni tentang Ferdy Sambo, Jangan Fokus ke-2 Saja
Dia mengeklirkan, motif penting dalam penerapan Pasal 340 KUHP karena terdakwa memiliki akal ketika hendak melakukan pembunuhan terhadap korban.
Mahrus mencontohkan dirinya yang hadir di ruang sidang karena memiliki motif untuk memberikan keterangan sebagai saksi ahli.
BACA JUGA: Keterangan Putri Candrawathi soal Dugaan Kekerasan Seksual Layak Dipercaya
Mahrus menyatakan hanya orang-orang tak berakal yang melakukan pembunuhan tanpa ada motivasi, misalnya orang gila.
"Meskipun membaca Pasal 340 KUHP tak ada motif, tetapi kalau membaca literatur pasti ada motif yang menyebabkan pelaku menyebabkan perbuatan itu," kata Mahrus.
Di sisi lain, kata dia, dalam perencanaan pembunuhan ada jeda waktu terdakwa saat memutuskan melakukan perbuatannya.
"Jeda waktu itu menjadi sangat relatif, karena tak ada literatur satu pun yang mengatakan waktunya harus satu jam, waktunya harus dua jam, satu minggu, itu tak ada," ujar Mahrus.
Dia menyatakan bisa jadi dalam waktu yang relatif lama ternyata pelaku tidak dalam situasi tenang.
Bisa jadi dalam waktu satu jam, pelaku bisa memikirkan dengan baik segala akibat termasuk dengan cara apa melakukan pembunuhan itu.
Ferdy Sambo. Foto: Ricardo/JPNN
"Dalam konteks menghilangkan jejak, itu harus muncul di awal. Saat dia sudah ada jeda di situ dia muncul. Dengan cara apa melakukan itu, di mana. Apakah punya waktu untuk tidak melakukan perbuatan itu, termasuk bagaimana bisa menghilangkan jejak," tutur Mahrus.
Dia mengatakan upaya menghilangkan jejak oleh pelaku belum tentu relevan dengan Pasal 340.
"Apakah kalau pelakunya ada penghilangan jejak bisa (kena) 340, belum tentu," ujar Mahrus.
Dia lantas mencontohkan perihal harga diri menjadi pemicu perkelahian.
"Dalam putusan-putusan pengadilan terutama berkaitan kehormatan harga diri, bisa saja carok (perkelahian menggunakan senjata tajam, red), itu justru pelakunya setelah korban meninggal tidak menghilangkan jejaknya, dia hadir ke kepolisian lalu mengaku saya pelakunya," kata Mahrus.
Di sisi lain, lanjut dia, dalam situs seperti itu, pelaku diangap sebagai pembunuhan berencana.
"Artinya apa? Bisa jadi dalam kasus misalnya upaya menghilangkan jejak itu bisa masuk 338 KUHP, tetapi bisa masuk 340. Karena apa? Karena yang dipentingkan adalah apakah ada situasi tenang dalam diri pelaku," tutur Mahrus.
Dia mengatakan syarat-syarat itu mutlak dibuktikan karena bersifat kumulatif.
"Artinya apa? kalau satu saja tidak terbukti, maka tidak bisa pelaku dinyatakan bersalah melakukan kejahatan pembunuhan yang dilakukan secara berencana sebagaimana dalam Pasal 340 KUHP," ujar Mahrus.
Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Mereka terancam hukuman mati atas jeratan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. (cr3/jpnn)
Redaktur : Mufthia Ridwan
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama