jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (4/2), menggelar sidang gugatan praperadilan terkait sah tidaknya penangkapan terhadap keluarga almarhum M Suci Khadavi Putra, Laskar FPI.
Sidang yang beragendakan mendengarkan keterangan saksi dari Termohon itu dipimpin hakim tunggal Ahmad Sahyuti.
BACA JUGA: AKBP Aminullah Bicara Fakta, Polisi Tidak Melakukan Penangkapan terhadap Laskar FPI
Dalam persidangan, salah satu saksi ahli Termohon, Andre Joshua, menjelaskan soal pengertian tertangkap tangan.
Pada intinya, Andre memaparkan bahwa tertangkap tangan ialah suatu peristiwa di mana barang bukti melekat pada yang diduga sebagai pelaku pidana tersebut.
BACA JUGA: Bareskim Sudah Gelar Perkara soal 92 Rekening FPI, Hasilnya?
Menurutnya, siapa pun boleh melakukan penangkapan setelah itu menyerahkan ke penyidik dalam waktu segera.
Terkait tertangkap tangan diatur dalam Pasal 18 ayat 2 KUHAP. Di mana dijelaskan bahwa penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti ke penyidik atau penyidik pembantu terdekat.
BACA JUGA: PG Tergolong Orang Berbahaya, Mengerikan, Kawannya Belum Tertangkap
Merespons itu, pengacara keluarga Khadavi, Rudy Marjono mengatakan, persoalan itu sudah jelas tetapi tidak diatur secara jelas di dalam KUHAP.
"Persoalan tertangkap tangan memang tak diatur secara luas di dalam KUHAP cuman di situ ada pasal yang mengatur bahwa seseorang ketika tertangkap tangan harus segera diserahkan kepada penyidik terdekat dalam artian di sini bisa Polsek atau Polres," ungkap Rudy usai sidang, Kamis.
Lebih lanjut, Rudy juga menyoroti soal siapa saja yang boleh melakukan penangkapan.
Dia menyebut, berdasar keterangan ahli, ada alasan subjektif dan objektif.
Dia pun menyoroti dasar pertimbanganya. Sebab, pemaparan ahli hanya menjelaskan jika yang melakukan penangkapan dilakukan masyarakat umum dan aparat kepolisian, ditafsirkan berdasar alasan subjektif dan objektif.
"Suatu keharusan memang ya enggak bisa ditawar cuma ahli yang mengatakan bahwa ada alasan subyektif dan obyektif. Bagi kami itu dari mana pertimbangannya," katanya.
Persoalan alasan subjektif dan objektif, lanjut dia, bisa menjadi alasan petugas untuk membawa ke mana saja yang tertangkap tersebut.
Namun, secara umum seharusnya diserahkan ke aparat keamanan setempat.
"Jadi terserah petugas mau dibawa ke mana tetapi kalau (yang menangkap masyarakat) umum mereka seharusnya diserahkan pada aparat keamanan setempat," katanya.
Atas dasar itu, Rudy pun lantas mempertanyakan, apakah tertangkap tangan dan penangkapan merupakan suatu rangkaian tindakan yang seharusnya diserahkan ke polisi lalu dikeluarkan surat penangkapan yang berikan kepada keluarga yang bersangkutan. (cr3/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama