jpnn.com, JAKARTA - Terdakwa kasus korupsi timah Harvey Moeis mengeklaim kerja sama PT Timah dengan perusahaan swasta memberikan dampak yang positif.
Hal itu diungkapkan Harvey dalam agenda pemeriksaan terdakwa sidang dugaan korupsi timah di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat (6/12).
BACA JUGA: Jaksa Tuntut Mantan Dirut PT Timah 12 Tahun Penjara
Harvey mengatakan dirinya mendapatkan pesan dari Kapolda Bangka Belitung pada 2018 silam untuk membantu PT Timah melalui Suparta sebagai pemilik dari PT Refined Bangka Tin (RBT).
Hal itu agar dapat mewujudkan mimpi PT Timah sebagai produsen timah nomor 1 di dunia.
BACA JUGA: Luar Biasa, Harvey Moeis Beli Sejumlah Mobil Mewah Ini Secara Tunai untuk Sandra Dewi
"Saya laporkan ke beliau (Kapolda), beliau bilang bagus kalau memang itu bisa meningkatkan produksinya PT Timah. Waktu itu mimpinya kan PT Timah jadi produsen timah nomor satu di dunia, bisa kontrol harga timah dunia dan lain-lain, beliau bilang bagus," ujar Harvey.
Awal mula kerja sama tersebut, Harvey bertemu dengan Kapolda Bangka Belitung di acara pisah sambut dan berlanjut mendatangi kantornya. Di situlah Harvey mendapatkan pesan dari Kapolda.
BACA JUGA: Cerita Saksi di Sidang Kasus Korupsi Timah, Mengaku Pernah Ditolong Harvey Moeis
"Beliau (kapolda) karena malam sebelumnya saya perkenalkan dengan Suparta sebagai pemilik dari salah satu smelter yang ada di daerah (Bangka Belitung), jadi kapolda menitipkan pesan ke saya. Tolong kasih tahu Suparta, tolong bantuin PT Timah mereka lagi susah katanya," jelasnya.
Setelah mendapatkan pesan dari kapolda, Harvey pun menyampaikan pesan kepada Suparta agar dapat membantu PT Timah yang sedang susah mendapatkan bijih timah untuk diolah menjadi logam.
"Saya bilang (kepada Suparta) ada pesan dari Pak Kapolda, bantu PT Timah. PT Timah susah pasir," kata dia.
Setelah PT RBT berhasil membantu kekurangan bijih timah, Harvey diajak bertemu dengan Direktur Operasional PT Timah pada masa itu, yakni Alwin Albar untuk meminta bantuan mencarikan smelter agar dapat mengolah bijih timah yang berlebih di PT Timah.
"Beliau (Alwin) bilang ini PT Timah analisanya bakal banyak barang (bijih timah) masuk, bahasa beliau tuh kelebihan, kekurangan kapasitas, tetapi akan banyak biji masuk," ucap Harvey.
Dari situlah awal mula terjadinya kerja sama sewa smelter dengan PT RBT dan perusahaan swasta lainnya.
Dalam pelaksanannya, Suparta membeberkan kalau pembayaran dari PT Timah kepada perusahaanya sering terlambat dan mengganggu keuangan PT RBT.
"Jujur waktu itu kan 2018, kami banyak cashflow yang terpakai untuk mengolah bijih dari PT Timah, jadi itu banyak kesedot di situ, saya tidak bisa expand besar, itu yang menyebabkan cashflow kami agak terganggu," jelas Suparta.
Selain itu, Suparta menjelaskan bahwa PT RBT tanpa adanya kerja sama dengan PT Timah juga akan berjalan seperti biasa.
Sebab, PT RBT memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sendiri.
"Tidak benar, kalau dibilang kami tidak punya (RKAB). Tetap berjalan (tanpa ada kerja sama), mungkin berbeda dengan (perusahaan) yang lain," kata dia.
Sebelumnya, Mantan Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani mengungkapkan kontribusi PT Timah kepada negara meningkat saat kerja sama tersebut berjalan.
Dalam laporan tahunan PT Timah pada 2019, kontribusi kepada negara disetorkan sebesar Rp 1,198 triliun yang mana mengalami peningkatan dari 2018 yang sebesar Rp 818 miliar.
"Ini kan ada annual report, sudah diaudit, sudah disetor ke negara juga," kata Riza. (mcr4/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi