jpnn.com, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang kembali menggelar sidang lanjutan perkara gugatan sengketa lahan di daerah Salembaran Jaya, Kosambi, Kabupaten Tangerang.
Kali ini, majelis hakim mendengarkan pendapat dari ahli Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Budi Nurtjahyono dalam perkara saling klaim tanah tersebut.
BACA JUGA: Dikawal 612 Personel Gabungan, Pengosongan Lahan untuk Tol Cibici Berjalan Tertib
Atas sengkarut tersebut, Budi sebagai saksi ahli menjelaskan bahwa girik yang dimiliki oleh pihak Ahmad Ghozali bukan sebagai bukti hak kepemilikan tanah. Ditegaskan bahwa kepemilikan hak atas tanah yang sah dan diakui negara adalah sertifikat.
"Itu (sertifikat) tertinggi di republik ini, tidak ada yang lain. Mudah-mudahan syarat itu bisa ditangkap oleh semua pihak bahwa girik hanya menunjukkan siapa pembayar pajak," kata Budi di hadapan majelis hakim di Pengadilan Negeri Tangerang, Selasa (22/2).
BACA JUGA: Semen Gresik Fasilitasi 361 Petani untuk Garap Lahan Seluas 119,25 Hektar
Perkara ini merupakan perseteruan kepemilikan tanah antara Tonny Permana dengan Ahmad Ghozali, dimana Ahmad Ghozali diduga melakukan melakukan pengerusakan dan penyerobotan lahan milik Tonny Permana dan pemalsuan dokumen. Sebaliknya, Ahmad Ghozali mengklaim lahan seluas 2 Ha di pantai utara Tangerang itu adalah miliknya.
Dalam perkara tersebut, Tonny Permana menegaskan bahwa dirinya merupakan pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM). Sementara Ahmad Ghozali diduga mengambil alih lahan hanya dengan berpegang dokumen girik yang diduga palsu dan akta jual beli (AJB) tahun 2011 .
BACA JUGA: Gagas ET, Erick Thohir Ajak Warga Manfaatkan Lahan Jadi Produk Pertanian
Dijelaskan Budi, keterangannya diperkuat dengan adanya Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor Register 34/K/Sip/1960, sehingga bisa dijadikan yurisprudensi bahwa girik hanya menunjukkan siapa pembayar pajak, bukan sebagai bukti kepemilikan tanah.
"Girik sama sekali bukan bukti kepemilikan. Dia (girik) hanya menunjukkan siapa pembayar pajak, dimana dia berada tanahnya, siapa namanya. Saya katakan sah (girik), karena bayar pajak. Tapi kalau itu (girik) bukti kepemilikan, ya bukan bukti kepemilikan. Bukti kepemilikan adalah sertifikat tanah," jelas dia.
Dengan demikian, penjelasan yang disampaikan Budi dalam persidangan tersebut menerangkan bahwa sejatinya pemilik yang sah atas lahan tersebut adalah Tonny Permana, berdasarkan SHM sejak 1997.
Lebih lanjut dirinya juga menegaskan, dengan begitu, girik yang dimiliki Ahmad Ghozali tidak bisa membatalkan sertifikat. Sebab, kedudukan sertifikat tanah itu jauh lebih tinggi dibandingkan dari girik.
Didalam perisidangan hakim bertanya kepada Budi Jika SHM digugat bersadarkan girik bagaimana?
Budi menegaskan “harus dilihat APAKAH BETUL GIRIK TERSEBUT benar keluaran dari Kantor Pajak Bumi, karena bukan rahasia umum banyak kasus-kasus di BARESKRIM dan di POLDA saya dimintai menjadi ahli terhadap kejadian tersebut.”
Kemudian Budi menegaskan format girik harus benar sesuai waktu penerbitannya. “Tahun 1980 itu Direktorat IPEDA sudah bergabung ke Direktorat Jendral pajak pada tahun 1976 sehingga nama kantornya adalah Inpeski pajak IPEDA. Stampel atau Cap kantor digirik tahun 1976 adalah IPEDA, tetapi IPEDA apa itu? daerah atau cabang atau pembaruan pengenaan atau kantor inspeksi dinas luar tingkat satu, perubahan itu ada waktu-waktunya,” ujar dia.
“Blanko (girik) tidak pernah ada kesalahan, karena memang nasional. Pejabat stempel harus sesuai kurun waktu, penulisan format girik kantor daerah atau cabang itu hanya sampai tahun 1974, yang ada hanya kantor inspeksi dan kantor dinas luar tingkat 1.”
Selain itu Budi menekankan jika blanko (girik) bunyinya daerah atau cabang stempelnya juga harus berbunyi yang sama. "Tidak boleh dicampur aduk, kalau blanko sudah lewat waktu tidak bisa dipakai. Jika format girik tidak sesuai dengan blanko nasional, maka girik tersebut tidak benar (cacat)," terang dia.
Sementara Pengacara Tonny Permana selaku penggugat, Hema A. M. Simanjuntak menjelaskan keterangan saksi ahli dalam persidangan ini sangat membantu untuk mengungkap fakta, bahwa girik itu tidak sebanding menggugat kepemilikan sertifikat.
“Kami akan memberi kesempatan kepada majelis hakim untuk menyimpulkan, namun kami sangat senang karena tujuan kami menghadirkan Pak Budi sebagai ahli goalnya tercapai menurut kami,” katanya.
Sebaliknya, dalam persidangan, kuasa hukum Ahmad Ghozali, Alfi Rully menanyakan kepada Budi perihal peningkatan status kepemilikan lahan dari Letter C dan Girik menjadi sertifikat. Atas pertanyaan tersebut, Budi menjelaskan hal tersebut memang dimungkinkan sesuai dengan peraturan, dimana girik atau bukti lainnya hanya sebatas bukti awal.
"Sebagai bukti awal iya. Kalau di penjelasan PP Nomor 24 Tahun 1997 ayat 1 huruf K menyatakan, salah satu bunyi tertulis berupa girik dan beberapa lainnya," jelas Budi.
Alfi melanjutkan pertanyaan, apakah memungkinkan dalam satu bidang tanah terdapat beberapa beberapa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB).
Budi memberikan penjelasan bahwa hal tersebut merupakan persil atau bagian dari lahan yang memiliki hak-hak berbeda dengan batas alam maupun nyata dan bisa terdiri dari satu bidang. "Dari situ dipetik di buku C dan satu subjek pajak satu nomor C tidak boleh doubel," ucap Budi.
Sidang tersebut juga menghadirkan saksi bernama Lukman, seorang pekerja di lahan milik Tonny Permana. Dalam keterangannya, Lukman menjelasakan bahwa sejak beralih kepada Tonny Permana tanah dikuasai dirawat dan dipasang batas-batas, sebelum terjadinya pengerusakan dan penyerobotan oleh pengembang. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil