jpnn.com, JAKARTA - SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) memiliki prediksi pertumbuhan ekonomi domestik yang sedikit lebih rendah dibandingkan proyeksi pemerintah.
Namun, sudah ada gejala ekonomi yang menembus tataran ekspansif setelah siklus kontraksi terhenti.
BACA JUGA: Gerindra Nilai Target Pertumbuhan Ekonomi 2018 Penuh Risiko
Pemerintah sendiri mematok target pertumbuhan ekonomi yang cukup optimistis pada tahun depan, yakni 5,4 persen.
Chief Economist SIGC Eric Alexander Sugandi menuturkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan diproyeksikan di kisaran 5,3 persen.
BACA JUGA: Pemerintah Diragukan Bisa Penuhi Target Pertumbuhan Ekonomi
Dia menguraikan, ekonomi Indonesia menghadapi tekanan sejak 2014. Yakni, saat harga-harga komoditas sangat terpukul.
”Sejak 2014, pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia tertahan di sekitar angka lima persen karena tertekannya harga komoditas batu bara dan minyak kelapa sawit di pasar global,” ujarnya, Minggu (17/9).
BACA JUGA: Ini Saran Misbakhun ke Pemerintah agar APBN 2018 Kredibel
Pelemahan pertumbuhan ekonomi tersebut terlihat dari tergerusnya kinerja ekspor berbasiskan komoditas.
Kemudian, turunnya investasi ke sektor pertambangan dan penggalian serta melemahnya daya beli masyarakat yang pendapatannya bergantung pada sektor komoditas.
Sebenarnya, kata Eric, jika dilihat per triwulan, perekonomian Indonesia mulai tumbuh di atas tren pertumbuhan jangka panjang sejak triwulan keempat 2015 dan semakin jelas terlihat sejak 2016.
”Hal ini mungkin menandakan akan segera dimulainya tahap ekspansi dalam siklus bisnis pada perekonomian Indonesia, setelah sebelumnya mengalami tahap kontraksi sejak triwulan ketiga 2012. Pergerakan harga komoditas di pasar global ikut mempengaruhi siklus bisnis pada perekonomian Indonesia,” jelasnya. (ken/c21/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Target Pertumbuhan Ekonomi Versi Jokowi Sulit Tercapai
Redaktur & Reporter : Ragil