SIGMA: Revisi UU KPK Jangan Sampai Menjadi Bola Liar

Jumat, 09 Oktober 2015 – 01:04 WIB
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin. FOTO: DOK.JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Fraksi-fraksi di DPR saat ini mengusulkan draf revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu poin dari draf yang diusulkan DPR itu adalah ketentuaan mengenai harus mendapatkan izin dari pengadilan sebelum melakukan penyadapan.

“Usulan tersebut tidak tepat, karena bisa menurunkan derajat kasus korupsi dari kategori extra ordinary crime menjadi varian lain dari kejahatan biasa,” kata Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin, Kamis (8/10).

BACA JUGA: Top! Kinerja PNS Diukur dengan Sistem Elektronik

“Korupsi, menurut Said, suatu kejahatan luar biasa yang penanganannya juga harus dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa. Karena itu, dia menilai kurang tepat kalau untuk penyadapan KPK harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari pengadilan.

Said juga menilai kewenangan menyadap tanpa izin pengadilan adalah salah satu ciri penanganan kasus dengan cara yang luar biasa itu. Jadi, kalau KPK diharuskan meminta izin terlebih dahulu dari institusi lain sebelum melakukan penyadapan, maka ciri tersebut menjadi pudar dan kasus korupsi tidak tepat lagi digolongkan sebagai kasus kejahatan luar biasa.

BACA JUGA: PDIP Minta Penggiat Antikorupsi Berhenti Mendewakan KPK

“Akan sangat riskan jika orang yang hendak disadap oleh KPK adalah hakim yang menjadi kolega ketua pengadilan misalnya,” kata Said.

Ada beberapa usulan lain menurut Said yang dikemukakan sejumlah pihak terkait rencana revisi UU KPK yang kurang tepat. Termasuk soal masa kerja lembaga KPK yang dibatasi hanya 12 tahun. Setelah itu kemudian lembaga antirasuah tersebut dibubarkan.

BACA JUGA: Jambore Nasional Bangun Jiwa Korsa Satpol PP

“Itu pun menurut saya tidak tepat. KPK itu harus dianggap sebagai lembaga permanen, kecuali UU KPK dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Istilah adhoc yang berkembang selama ini kan hanya tafsir saja, bukan ketentuan norma UU. Jadi tidak tepat jika lembaga negara ditarget-targetkan masa hidupnya,” kata Said.

Ia juga menilai soal pembentukan Dewan Eksekutif KPK juga tidak perlu. Selain tidak ada urgensinya, juga sudah ada organ Penasehat KPK dan Dewan Kehormatan KPK, apabila jadi dibentuk. Tidak perlu terlalu banyak organ dalam kelembagaan KPK.

“Jadi saya mau ingatkan kepada pembentuk undang-undang khususnya Presiden yang menjadi inisiator awal revisi UU KPK, jangan sampai revisi UU KPK menjadi kebablasan,” katanya.

Lebih lanjut, dia mengingatkan setiap ruang yang berpotensi menjadi pintu masuk bagi pihak-pihak yang ingin melemahkan KPK harus ditutup. Agenda revisi UU KPK, kata dia, jangan sampai menjadi bola liar yang dapat dijadikan sebagai momentum oleh pihak-pihak tertentu untuk mempreteli kewenangan dan membuat KPK menjadi lembaga difabel.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kata Survei, 82 Persen Publik Lebih Percaya KPK daripada Presiden


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler