Sikap Jual Mahal Taliban Hambat Perdamaian di Afghanistan

Senin, 31 Desember 2018 – 15:04 WIB
Anggota Taliban. Foto: Reuters

jpnn.com, KABUL - Di tengah pembicaraan perdamaian, Taliban masih menolak akur dengan pemerintah Afghanistan. Itu terlihat dari respons kelompok militan tersebut terhadap kabar perundingan Januari nanti. Mereka menegaskan tidak ingin bicara dengan utusan Presiden Ashraf Ghani.

Reuters melansir, Taliban dan koalisi AS telah sukses menggelar perundingan perdamaian di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, bulan ini. Rencananya, pertemuan tersebut dilanjutkan pada Januari di Arab Saudi. Namun, Taliban menolak pemerintah Afghanistan ikut dalam negosiasi tersebut.

BACA JUGA: Trump Ingin AS Berhenti Jadi Polisi Dunia

"Kami akan bertemu dengan pejabat AS tahun depan untuk merampungkan pembicaraan tertunda. Tapi, kami tidak akan bicara dengan pemerintah Afghanistan," tegas salah seorang petinggi dewan kepemimpinan Taliban.

Hal itu diungkapkan Zabihullah Mujahid, jubir Taliban. Menurut dia, posisi Taliban terhadap rezim Ghani masih sama. Mereka menilai AS merupakan lawan bicara perundingan yang tepat karena kekuatan militernya.

BACA JUGA: Kebijakan Trump Kembali Tewaskan Bocah Imigran

"Kami ingin segera menyelesaikan negosiasi agar tidak ada lagi invasi di negara kami," ujar Mujahid seperti dikutip Al Jazeera.

Taliban menuturkan bahwa era kekerasan sudah berakhir. Mereka tidak akan mengulang lagi cara keras seperti 1990-an. Saat itu Taliban mengekang warga Afghanistan dengan larangan terhadap musik dan pendidikan untuk perempuan. Berbagai tokoh dipancung di muka umum.

BACA JUGA: Anjing Gila Pun Tak Tahan Jadi Anak Buah Trump

"Saya pastikan akan ada amnesti setelah perundingan perdamaian. Tidak ada polisi, tentara, pejabat, atau siapa pun yang akan menjadi sasaran balas dendam kami," ucapnya.

Namun, banyak yang meragukan janji Taliban. Beberapa pihak merasa organisasi tersebut hanya ingin pihak asing angkat kaki, baru menerapkan hukum ketat.

Saat gencatan senjata tiga hari di Afghanistan, pimpinan Taliban marah karena pasukannya bertukar selfie dan makan es krim dengan warga sipil. Beberapa hari kemudian, mereka mencoba kudeta lagi.

"Saya kira cara pikir mereka belum berubah. Mereka hanya sadar bahwa organisasinya tak akan berkembang jika tak menghormati hak asasi manusia," ujar Bilal Sediqi, jubir Afghanistan Independent Human Rights Commission. (bil/c20/fal)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Punya Banyak Borok, Mendagri AS Pilih Mundur


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler