jpnn.com - JAKARTA – Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin mengatakan sidang gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilihan presiden yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), di Jakarta, Selasa (12/8) menampilkan sejumlah sisi-sisi menarik.
Sisi menarik yang dimaksud adalah sikap Hakim Konstitusi yang terkesan sangat ingin mengetahui alasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil Pilpres lebih awal dari jadwal yang diatur dalam undang-undang pilpres.
BACA JUGA: Tak Sesuai Visi, Wiranto Pecat 3 Pendiri Hanura
“Bagi saya hal ini (waktu penetapan hasil pilpres,red) agak unik juga. KPU yang kita kenal selama ini punya reputasi sering molor atau tidak tepat waktu dalam melaksanakan tahapan Pemilu, tiba-tiba begitu ketat mengatur waktu dengan memercepat penetapan hasil Pilpres 10 hari lebih awal dari ketentuan UU Pilpres,” katanya Said di Jakarta, Selasa (12/8).
Menurut Said, atas langkah KPU tersebut, sepintas terlihat perilaku penyelenggara pemilu cukup baik. Namun jika melihat substansi, justru terasa sebaliknya. Alasannya, di saat waktu yang diberikan UU begitu longgar dan pada saat bersamaan masih ada persoalan pemilu yang belum diselesaikan, KPU justru buru-buru menetapkan hasil Pilpres.
BACA JUGA: Jimly: Indonesia Buktikan Agama dan Demokrasi Sejalan
Padahal salah satu fungsi rapat pleno rekapitulasi tingkat nasional, katanya, merupakan sarana menyelesaikan permasalahan yang diajukan oleh saksi masing-masing pasangan calon presiden.
“Kalau UU memberi ruang yang lebar menentukan batas akhir penetapan hasil Pilpres 9 Agustus 2014 lalu, kenapa KPU malah memaksakan diri menetapkan hasil Pilpres di tanggal 22 Juli 2014. Ini sukar dimengerti,” katanya.
BACA JUGA: KPK Cegah ke Luar Negeri Sejumlah Orang Terkait Kasus Korupsi di Papua
KPU kata Said, memang beralasan penetapan dilakukan untuk mengejar batas waktu yang mereka tetapkan sendiri dalam Peraturan KPU tentang jadwal tahapan. Tapi pertanyaannya kemudian, mana yang lebih tinggi kedudukan hukumnya, Peraturan KPU atau UU Pilpres.
“Lebih tinggi UU dong. Selama ini kan KPU terbiasa mengubah jadwal tahapan, lalu mengapa pada 22 Juli lalu KPU tak memundurkan jadwal penetapan hasil Pilpres? Padahal, sepanjang pemunduran jadwal tidak melampaui 9 Agustus, maka sebetulnya tidak ada ketentuan UU yang dilanggar,” katanya.
Said kemudian mencontohkan sejumlah jadwal tahapan pemilu yang waktunya pernah dimundurkan oleh KPU. Antara lain pengumuman hasil verifikasi administrasi parpol peserta Pemilu 2014. Awalnya, menurut PKPU Nomor 11 tahun 2012, jadwal pengumuman tanggal 22 Oktober 2012. Namun kemudian diundur menjadi 25 Oktober.
“Itu pun masih dimundurkan kembali oleh KPU ke tanggal 28 Oktober 2012 dengan cara mengubah PKPU tentang jadwal tahapan,” katanya. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tingkatkan Pengamanan Jelang Putusan Sengketa Pilpres
Redaktur : Tim Redaksi