jpnn.com, JAKARTA - Sikap Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sangat tegas soal keberadaan pasal terkait perzinaan dalam rancangan kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP).
Menurut Wakil Ketua Umum DPP PPP Arsul Sani, partainya akan tetap mempertahankan pasal tersebut.
BACA JUGA: Arsul Berkukuh Pasal Penghinaan Presiden Diperlukan, meski Sudah Dibatalkan MK, Begini Alasannya
Alasannya, budaya Indonesia berbeda dengan Eropa.
Hal-hal terkait perzinaan diatur dalam Pasal 417-419 RKUHP.
BACA JUGA: Ribuan Personel Dikerahkan, Ketua KPU dan Bawaslu juga Turun
"Kami akan pertahankan (pasal perzinaan dalam RKUHP). Ini KUHP Indonesia bukan KUHP Eropa Barat, karena budaya Indonesia memang beda," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/6).
Anggota Komisi III DPR ini menilai, pihak-pihak yang tidak setuju keberadaan pasal perzinaan, lalu beragumentasi RKUHP masuk terlalu jauh dalam ruang privat, perlu belajar hukum barat, filsafat hukum barat dan budaya hukum barat.
BACA JUGA: BNPT Segera Bertemu Para Tokoh Papua, Aksi Kekerasan Semoga Cepat Berakhir
"Memang, konsep dan filosofi hukum barat beda dengan Indonesia. Kalau Barat hanya mengenal kerugian individu atau 'individual damage'. Namun, di Indonesia ada kerugian masyarakat atau 'communal damage'," ujarnya.
Arsul menilai, pasal perzinaan justru mengatur agar masyarakat tidak main hakim sendiri.
Karena itu, penting diatur secara terperinci.
"Kami bilang ke masyarakat 'hai kalian tidak boleh mengarak orang dengan ditelanjangi, yang boleh dilakukan adalah mengadukan'," katanya.
Dalam draf RKUHP yang beredar, aturan terkait perzinaan diatur dalam Pasal 417-419.
Pasal 417 berbunyi, (1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda kategori II.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, Orang Tua, atau anaknya.
(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Pasal 418 berbunyi, (1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, Orang Tua atau anaknya.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat juga diajukan oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, Orang Tua, atau anaknya.
(4) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
(5) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Pasal 419 mengatur, setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan seseorang yang diketahuinya bahwa orang tersebut merupakan anggota keluarga sedarah dalam garis lurus atau ke samping sampai derajat ketiga dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.(Antara/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang