jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Ray Rangkuti menyayangkan langkah Persatuan Alumni (PA) 212 memolisikan Ketum PSI Grace Natalie karena menolak perda berdasarkan syariat Islam dan praktik poligami. Menurut dia, kedua pernyataan Grace itu merupakan sikap politik PSI yang tidak bisa dipidanakan.
"Lemah laporan itu. Lemah karena platform partai enggak bisa dipidana. Kalau Parpol menghina agama ya udah enggak usah dipilih. Karena di Indonesia ini juga banyak orang menolak syariah. Jadi dalam demokrasi pengusul syariah dan penolak syariah, dua duanya diakomodir," katanya saat dihubungi, Selasa (5/2).
BACA JUGA: Ibu Meliana Imlek di Penjara, PSI: Hapus UU Penodaan Agama!
Ray mengungkapkan, PA 212 memiliki hak untuk mengusung ide syariah. Sehingga, dia mengingatkan, orang atau pun partai lain juga memiliki hak untuk menolak ide tersebut.
"Salah besar kalau hak orang menolak syariah itu dianggap melecehkan agama. Sebagaimana PA 212 punya hak untuk mengusung ide syariah, warga negara lain juga punya hak untuk menolaknya. Keduanya harus dihormati, harus dapat tempat," jelasnya.
BACA JUGA: Eka: Yang Dikatakan Ketua BTP Mania Menyakiti Hati Umat 212
Dia mengingatkan, adanya pemilihan umum adalah untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menentukan partai mana yang akan mewakili mereka sebagai legislatif. "Jangan hal seperti ini dibawa ke politik. Intinya nanti ditentukan dipemilihan dan itu gunanya pemilu," tutup Ray. (dil/jpnn)
BACA JUGA: Debat Capres: PSI Minta Durasi Tanya Jawab Antar Kandidat Ditambah
BACA ARTIKEL LAINNYA... Alumni 212 Diingatkan untuk Kampanyekan Pemilu Damai
Redaktur & Reporter : Adil