jpnn.com, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengawasi pencocokan dan penelitian (Coklit) sejak 24 Juni-24 Juli 2024 untuk memastikan prosesnya berjalan sesuai prosedur dan data pemilihnya akurat.
Metode pengawasan dilakukan melalui pengawasan melekat dan uji petik.
BACA JUGA: Bawaslu Ajak Nelayan Pangandaran Tegas Menolak Politik Uang dan Awasi Pilkada 2024
Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan Bawaslu melakukan langkah proaktif melalui patroli pengawasan kawal hak pilih menyasar pemilih rentan, wilayah perbatasan, dan pemilih di wilayah rawan.
Selain itu, Bawaslu mendirikan posko kawal hak pilih, baik di kantor, media sosial, maupun Posko Pengaduan Keliling Kawal Hak Pilih.
BACA JUGA: Lolly Suhenty Instruksikan Jajaran Bawaslu di Daerah Publikasi Kerja-Kerja Pengawasan
Dalam upaya memitigasi kerawanan dan mencegah pelanggaran prosedur Coklit, Bawaslu melakukan upaya pencegahan sejak dini, baik melalui imbauan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
"Sebanyak 2.083 imbauan, sosialisasi dan edukasi kepada pemilih, baik melalui media sosial, tatap muka, pamfle/leaflet, koordinasi dan kerja sama dengan KPU dan stakeholder kepemiluan lainnya, pelibatan pengawasan partisipatif, publikasi, serta saran perbaikan secara langsung," papar Lolly dikutip, Minggu (28/7).
BACA JUGA: Raih WTP 9 Kali Berturut-turut, Bawaslu Konsisten Kelola Keuangan Secara Akuntabel & Transparan
Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan hingga akhir Coklit pada Rabu (24/7), Lolly mengungkapkan terdapat tiga klaster masalah Coklit.
Pertama, hasil Pengawasan Pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih).
Dia mengungkapkan terdapat keterlambatan pembentukan Pantarlih di sejumlah daerah.
Di Sulawesi Barat, terdapat 10 Pantarlih terlambat dilantik di Kabupaten Mamuju Tengah.
Kendalanya di antaranya tidak ada pendaftar dan terdapat pendaftar namun tidak memenuhi syarat administrasi di beberapa TPS.
"Tindak lanjutnya, PKD melakukan koordinasi dengan PPS untuk melakukan proses rekrutmen melalui mekanisme penunjukan langsung," ungkap Koordinator Divisi Pencegahan, Parmas dan Humas Bawaslu RI itu.
Lolly mengatakan terdapat dugaan keterlibatan Pantarlih yang namanya tertera pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Hasil pengawasan pengecekan nama pantarlih pada Sipol menunjukkan terdapat 1.564 Pantarlih dengan dugaan keterlibatan Pantarlih yang namanya tertera pada Sipol, terjadi di 27 provinsi.
"Lima provinsi dengan kejadian terbanyak (lebih dari 100 kejadian) adalah Banten, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Bangka Belitung," bebernya.
Sementara itu, provinsi dengan kejadian paling sedikit (di bawah 10 kejadian), yaitu Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, DI Yogyakarta, Bengkulu, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Adapun tindaklanjut hasil pengawasan dilakukan dengan cara; Pengawas Pemilu memberikan saran perbaikan kepada kepada KPU sesuai tingkatan.
Selanjutnya, KPU sesuai tingkatan menindaklanjuti saran perbaikan dengan cara melakukan klarifikasi kepada Pantarlih.
Jika yang bersangkutan tidak terlibat sebagai anggota partai politik atau tidak menjadi tim kampanye atau tim pemenangan peserta Pemilu, Pantarlih membuat surat pernyataan tidak menjadi anggota/pengurus Parpol/tim kampanye/tim pemenangan.
"KPU sesuai tingkatan berkoordinasi dengan partai politik agar namanya dihapus dari Sipol," kata Lolly.
Namun, lanjut Lolly, jika yang bersangkutan terbukti merupakan anggota partai politik, KPU sesuai tingkatan menindaklanjutinya dengan cara mengganti Pantarlih tersebut.
Klaster kedua, terkait hasil Pengawasan terhadap Prosedur Pelaksanaan Coklit.
Lolly menjelaskan Bawaslu melalui Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa (PKD) melakukan Pengawasan secara pengawasan melakat dan uji petik proses Coklit dengan cara mendatangi Kepala Keluarga (KK) secara door to door, dengan total 23.415.664 KK yang tersebar di 386.404 TPS.
Hasil pengawasannya, Bawaslu menemukan jumlah KK yang belum dicoklit tetapi ditempeli stiker: 9.794 (0,04 persen) di 27 provinsi.
Provinsi dengan jumlah kejadian terbanyak (di atas 100 kejadian) ialah Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung.
Sementara itu, kejadian paling sedikit (di bawah 10 kejadian) terdapat di Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Riau, Sulawesi Tenggara, DIY.
Selanjutnya, hasil pengawasan lainnya, yaitu jumlah KK yang sudah dicoklit tetapi tidak ditempeli stiker:17.050 (0,07 persen) yang ditemukan di 29 provinsi.
Provinsi dengan jumlah kejadian terbanyak (di atas 1.000 kejadian) ialah Sumatera Utara, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Bengkulu, Kalimantan Barat.
Sedangkan provinsi dengan kejadian paling sedikit (di bawah 10 kejadian) terdapat di Kalimantan Tengah.
Kemudian jumlah kepala keluarga yang sudah dicoklit dan sudah ditempeli stiker, yakni 23.388.820 (99,88 persen).
Provinsi dengan kejadian terbanyak (di atas 1.000.000 kejadian) adalah Sumatera Utara, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Riau, Lampung, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur.
Lolly mengatakan Bawaslu juga melakukan pengawasan terhadap integritas petugas Pantarlih serta kinerja Pantarlih pada saat melakukan Coklit.
Hasilnya masih terdapat Pantarlih yang tercatat sebagai anggota/pengurus Parpol/tim kampanye/tim pemenangan pemilu/pemilihan terakhir (tercatat di Sipol), yakni sebanyak 811 orang yang tersebar di 23 provinsi.
"Wilayah dengan kejadian terbanyak (di atas 50 kejadian) terjadi di Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara," bebernya.
Hasil pengawasan pantarlih berikutnya adalah masih terdapat Pantarlih tidak melakukan Coklit secara langsung, yakni sebanyak 429 Pantarlih yang tersebar di 24 provinsi.
Wilayah terbanyak (di atas 40 kejadian) terdapat di Lampung, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat.
Kemudian terdapat Pantarlih yang tidak dapat menunjukan SK pada saat melakukan Coklit sebanyak 156 Pantarlih, tersebar di 8 provinsi, yakni Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Jambi, Sumatera Selatan, Maluku
Temuan lainnya adalah terdapat Pantarlih yang melimpahkan tugasnya kepada orang lain sebanyak 74 Pantarlih yang tersebar di 19 provinsi.
Wilayah terbanyak (di atas 5 kejadian) terdapat di Jawa Barat, Sumatera Utara, Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Selatan.
Klaster ketiga, lanjut Lolly, terkait hasil Pengawasan terhadap kejadian khusus lainnya.
Selain terdapat dugaan ketidaksesuaian prosedur, Bawaslu juga mengidentifikasi kejadian khusus lainnya, seperti Coklit yang dilaksanakan di daerah yang terdampak bencana alam.
Di Maluku, Coklit dihentikan sementara di Kabupaten Buru, karena terjadi banjir akibat meluapnya sungai sehingga terkendala dengan transportasi di tiga kecamatan.
"Bawaslu berkoordinasi dengan KPU agar melanjutkan Coklit kembali di tiga kecamatan tersebut dalam kondisi banjir sudah surut," kata dia.
Kemudian di Sulawesi Utara, terjadi erupsi Gunung Ruang di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), menyebabkan ribuan warga mengungsi ke beberapa titik pengungsian.
Terhadap hal ini, Bawaslu Sulawesi Utara bersama KPU Sulawesi Utara telah memastikan pengungsi dari Pulau Ruang tetap dapat menggunakan hak pilihnya di Pilkada 2024.
Bawaslu memastikan KPU menyiapkan mekanisme pemutakhiran data pemilih dalam keadaan bencana.
Bawaslu Sulawesi Utara berserta Bawaslu kabupaten/Kota di sekitar Gunung Ruang juga melakukan hal-hal, seperti membangun posko aduan kawal hak pilih di wilayah pengungsian, merekrut PKD dari pengungsi; dan pengawasan melekat saat Coklit.
Lolly juga mengungkapkan di Jawa Barat, khususnya di relokasi korban bencana dengan nama Griya Babakan Karet, Desa Babakan Karet, Kabupaten Cianjur, berdasarkan hasil uji petik terhadap 161 KK dengan 270 pemilih.
seluruhnya masih tercatat sebagai pemilih di lokasi bencana tempat asal, karena belum memiliki identitas kependudukan di lokasi relokasi.
“Terhadap hal tersebut, Bawaslu Kabupaten Cianjur melakukan koordinasi dengan KPU Cianjur agar pemilih yang tidak ditemui di domisili asal untuk dilakukan penandaan," ungkap Lolly.
Bawaslu, KPU, dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Cianjur juga berkooordinasi terkait percepatan administrasi kependudukan di wilayah relokasi sehingga pemilih dapat menggunakan hak pilihnya di TPS wilayah baru.
Lolly juga mengungkapkan Coklit yang dilaksanakan di daerah perbatasan.
Di Sumatera Selatan, terdapat pemilih yang ber-KTP Kota Palembang yang berdomisili di Kabupaten Banyuasin (pemekaran kecamatan).
Pemilih tersebut masuk dalam DP4 Kota Palembang, namun sudah berdomisili di Wilayah Kab.Banyuasin sehingga berpotensi tidak dicoklit baik di Palembang maupun Banyuasin.
Bawaslu Sumatera Selatan berkoordinasi dengan KPU Sumatera Selatan menyelesaikan hal ini dengan cara Coklit terhadap pemilih tersebut dilakukan oleh KPU Kota Palembang sesuai alamat e-KTP pemilih.
Terkait tempat pendirian TPS saat ini masih dalam proses pembahasan antara KPU Provinsi Sumatera Selatan dan Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan serta stakeholder lain.
Selanjutnya di Maluku, terdapat 37 pemilih di wilayah Tanjung Sial di TPS 16 Dusun Lauma Kasuwar, Kabupaten Maluku Tengah yang merupakan daerah sengketa tapal batas dengan Kabupaten Seram Bagian Barat.
Penduduk tersebut menyatakan menolak untuk dicoklit oleh Pantarlih, dengan alasan administrasi wilayah sudah pindah ke Maluku Tengah, namun secara adminitrasi kependudukan 37 pemilih tersebut terdaftar di Kabupaten Seram Bagian Barat.
"Terhadap permasalahan tersebut KPU sesuai tingkatan di Kabupaten Seram bagian Barat meminta kepada yang bersangkutan untuk menandatangani surat penolakan untuk dicoklit dengan dibubuhi materai Rp. 10 ribu," kata Lolly.
Kemudian Coklit yang dilaksanakan di wilayah yang tidak berpenghuni.
Di Kalimantan Utara, terdapat 4.763 pemilih yang berstatus sebagai pekerja migran Indonesia (PMI), di antaranya 3.225 pemilih berstatus rekam belum cetak, 1.538 berstatus rekam sudah cetak.
“Perekaman ini menjadi salah satu syarat bagi WNI yang ingin bekerja di luar negeri untuk mendapatkan surat keterangan pindah luar negeri (SKPLN), diterbitkan status kependudukannya yang berstatus RT 0 dan alamat kantor BP3MI perbatasan indonesia malaysia tepatnya di Kabupaten Nunukan," kata Lolly.
Dia menjelaskan berdasarkan keterangan pihak BP3MI, pemilih yang sudah perekaman ini sudah tersebar dan bertempat tinggal didalam dan diluar kabupaten Nunukan atau berstatus tidak diketahui tempat tinggal atau alamat (status tidak ditemui).
Terhadap hal tersebut, Bawaslu Kabupaten Nunukan berkoordinasi dengan KPU Kabupaten Nunukan dan menindaklanjutinya dengan tetap melakukan Coklit terhadap 1.538 pemilih yang sudah rekam sudah cetak di alamat di kantor BP3MI Kabupaten Nunukan, meskipun pemilihnya sudah tersebar di wilayah lain sebagai komitmen untuk melindungi hak pilih sesuai dokumen kependudukan di wilayah tersebut.
Di Sulawesi Barat, khususnya Lokasi TPS 3, TPS 4, TPS 5 dan TPS 6 Desa Pedanda, Pedongga Kabupaten Pasangkayu belum melaksanakan Coklit, karena pemilih di dalam A-Daftar Pemilih tidak dapat ditemui.
Sebab, wilayah tersebut merupakan area perkebunan sawit dan tidak terdapat pemukiman warga.
Kejadian ini sudah diselesaikan pada Pemilu 2024 dengan cara di- TMS-kan, namun data sebagian wilayah yang tidak berpenghuni ini muncul kembali pada Pemilihan 2024.
Bawaslu, KPU, dan Disdukcapil provinsi melakukan pengecekan ke lokasi untuk mengkonfirmasi dugaan pemilih tidak dikenali dan tidak dapat ditemui.
Hasilnya, terbukti 4 TPS tersebut tidak berpenghuni dan 2.041 warganya tidak dapat ditemui oleh Pantarlih.
Terhadap hal tersebut, Kepala Desa Pedanda telah mengeluarkan surat keterangan nomor 141/181/DP/VII/2024 tanggal 18 Juli 2024 yang menyatakan pemilih sebagaimana dimaksud bukan warga Desa Pedanda Kecamatan Pedongga Kabupaten Pasangkayu.
Berikutnya terkait kendala penggunaan E-Coklit, Lolly menerangkan berdasarkan hasil pengawasan, terdapat kendala input data pemilih ke dalam E- Coklit di beberapa daerah.
Hal ini terjadi karena 2 faktor, yakni error atau kendala dalam penggunaan apilasi E-Coklit oleh Pantarlih dan kendala jaringan internet di beberapa daerah, sehingga Coklit dilakukan secara manual.
Ketidakserentakan dalam prosedur Coklit karena adanya penggunaan aplikasi E-Coklit dan penggunaan Coklit manual berpotensi terjadinya data ganda dan data tidak akurat yang akan dihasilkan dari proses pemutakhiran data pemilih.
Potensi kerawanan ini menjadi perhatian KPU Bawaslu sesuai tingkatan untuk memastikan datanya akurat.
Saat ini, Bawaslu sedang melakukan pencermatan hasil pengawasan Coklit, khususnya akurasi data pemilih.
Pencermatan di antaranya dilakukan terhadap pemilih yang tidak memenuhi syarat (TMS) namun terdaftar dalam daftar pemilih, pemilih yang telah memenuhi syarat (MS) namun tidak terdaftar dalam daftar pemilih.
Selanjutnya, pemilih disabilitas yang tidak dicantumkan ragam disabilitasnya, dan pemilih yang elemen data pemilihnya bermasalah/tidak lengkap.
Terhadap adanya data yang teridentifikasi tidak akurat, selanjutnya dilakukan saran perbaikan dan koordinasi dengan stakeholder terkait.
Adapun tindak lanjut hasil pengawasan secara keseluruhan terhadap hasil pengawasan tersebut, Bawaslu menyampaikan saran perbaikan kepada KPU sesuai tingkatan dalam hal terdapat ketidaksesuaian prosedur Coklit.
Saran perbaikan tersebut telah dilakukan langkah tindaklanjut oleh KPU sesuai tingkatan.
Tindak lanjut berikutnya melakukan koordinasi kepada KPU dan stakeholder lainnya untuk melakukan mitigasi kerawanan dalam persiapan rapat pleno Rekap Daftar Pemilih hasil pemutakhiran tingkat kelurahan/desa.
Bawaslu juga mengimbau seluruh masyarakat untuk mengecek namanya dan/atau keluarganya sebagai pemilih yang telah dicoklit oleh Pantarlih.
“Jika ditemukan adanya pemilih yang belum dicoklit, silakan untuk menghubungi Posko Kawal hak Pilih yang disediakan Bawaslu, baik secara offline maupun secara online," pungkas Lolly. (mrk/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anggota Bawaslu RI Puadi Ingatkan Jajaran Profesional Tangani Dugaan Pelanggaran Pilkada
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi