Simak Alasan Kenapa Proyek Kereta Cepat Seharusnya Dihentikan

Minggu, 31 Januari 2016 – 17:44 WIB
Presiden Joko Widodo (tengah) saat groundbreaking kereta cepat Jakarta-Bandung. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Prosesi groundbreaking proyek kereta cepat Jakarta-Bandung telah dilaksanakan. Namun, keberlanjutan proyek tersebut dinilai belum dapat dijamin. Penyebabnya antara lain, adanya permintaan dari pihak Tiongkok terhadap pemerintah Indonesia, soal pemberian jaminan pemerintah dan alokasi pembagian risiko terhadap proyek tersebut.

Hal itu diungkap peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) ‎Ronald Rofiandri. Menurutnya, permintaan itu tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelengaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

BACA JUGA: Ini soal Kedaulatan, Politikus Gerindra Serukan Dukungan untuk Menteri Susi

Selain itu, juga tidak sesuai dengan komitmen awal di mana kedua pihak sebelumnya tidak memasukkan penjaminan Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari kesepakatan.

"Sikap inkonsisten itu berpotensi merugikan keuangan negara apabila proyek mengalami kegagalan atau kerugian dalam operasionalisasinya," ujar Ronald, Minggu (31/1).

BACA JUGA: FAA PPMI: Konsisten Merajut Nusantara

Ronald juga menilai, permintaan hak eksklusif atau monopoli terhadap jalur kereta cepat Jakarta-Bandung, juga bertentangan dengan semangat hak non-eksklusif yang tercantum dalam Undang-Undang Nomr 23 Tahun 2007, tentang Perkeretaapian dan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha. 

"Pengadaan dan penyediaan infrastruktur harus mematuhi semangat dalam kedua UU tersebut," ujar Ronald.

BACA JUGA: Jelang Aksi Besar, Honorer K2 Koordinasi dengan Organisasi Buruh Dunia

PSHK kata Ronald, juga menyoroti ‎pelaksanaan groundbreaking yang telah dilakukan meski dokumen perizinan belum lengkap. ‎Menurutnya, langkah tersebut seolah-olah mengirim pesan proyek pasti dilaksanakan. 

Padahal, terdapat konsekuensi sanksi pidana bagi pihak yang melakukan pembangunan dan operasional perkeretaapian, tanpa perizinan yang sah sebagaimana tercantum dalam Pasal 188 UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. 

Karena itu PSHK mendorong pemerintah harus konsisten menolak permintaan jaminan atas penyediaan infrastruktur dan mematuhi Pasal 4 ayat (2) Perpres No. 107 Tahun 2015 terkait dengan tidak akan digunakannya APBN dalam pembangunan proyek tersebut.

"Pemerintah harus menolak permohonan hak eksklusif atau monopoli dalam proyek kereta cepat, karena berpotensi melanggar UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha," ujar Ronald.

PSHK juga menyarankan pemerintah menghentikan sementara pelaksanaan proyek kereta cepat, hingga perjanjian konsesi final sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan seluruh dokumen hukum serta perizinan terkait proyek dilengkapi. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Ringan Tangan Masinton pada Staf Cantik, MKD Segera Koordinasi ke Bareskrim


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler