Simak, HNW Beri Catatan Penting Untuk Aparat Hukum Saat Tangani Tokoh Agama

Rabu, 10 Februari 2021 – 08:00 WIB
Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengingatkan aparat penegak hukum, baik Polri maupun Kejaksaan, untuk ekstra transparan, adil dan profesional dalam menangani kasus yang melibatkan tokoh agama.

Hal ini penting karena posisi tokoh agama sangat terhormat di kalangan umat. Oleh karena itu, dalam penanganan kasus yang menyeret sejumlah tokoh agama perlu transparan, adil dan profesional.

BACA JUGA: HNW Mengkritik SKB Tiga Menteri Tentang Penggunaan Seragam Sekolah, Begini Catatannya

Sebagai contoh, dalam kasus penetapan tersangka dan penahanan terhadap Habib Rizieq Syihab, mantan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), KH Shobri Lubis dan petinggi FPI lainnya.

“Sikap transparan dan profesional ini perlu dihadirkan, untuk mengembalikan kepercayaan umat dan publik terhadap penegakan hukum yang adil dan benar. Apalagi terhadap tokoh Agama,” ujar Hidayat melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (9/2).

BACA JUGA: Pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 dengan Pilpres 2024 Jangan Berbareng, Begini Alasan HNW

Menurut Hidayat, bertindak adil, transparan dan profesional diperlukan agar tidak menimbulkan fitnah dan salah paham di masyarakat terkait aparat hukum dan hubungannya dengan para tokoh agama.

Selain itu, sangat penting untuk memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia, termasuk tokoh-tokoh Agama, tanpa kecuali, sebagaimana janji Kapolri yang baru.

BACA JUGA: HNW: Demi Keadilan dan Stabilitas Politik, Pilkada Jangan Diserentakkan Pileg dan Pilpres 2024

HNW sapaan akrab Hidayat menuturkan, aparat penegak hukum seharusnya juga bisa memastikan kesehatan, keselamatan dan memberikan akses pelayanan kesehatan bagi para tokoh Agama yang ditahan.

Apalagi, publik juga mengetahui sebelumnya beberapa pihak yang ditahan di rumah tahanan Bareskrim sempat terpapar Covid-19, sekalipun telah sembuh.

Salah satu kasus yang terbaru adalah Ustaz Maaher at Thuwailibi yang  meninggal dalam status ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri.

“Aparat harus bisa menjaga dan memastikan kesehatan dan keselamatan para tokoh Agama yang ditahan. Jangan sampai mereka terpapar penyakit seperti covid-19 justru ketika mereka di dalam rutan yang berada di bawah pengawasan aparat terkait, apalagi kalau sampai meninggal di dalam tahanan seperti kasusnya ustaz Maher,” tuturnya.

HNW mengatakan, aparat hukum perlu merealisasikan visi dan janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang akan memimpin Polri dengan konsep “Presisi”, yakni prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.

“Konsep ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh setiap penyidik Polri, tetapi juga kejaksaan yang saat ini menangani kasus setelah pelimpahan berkas dari kepolisian,” ujarnya.

Selain itu, lanjut HNW, sikap positif dari Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam upayanya  bersilaturahmi dan minta dukungan kepada para tokoh Agama Islam seperti ke Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Robithoh Alawiyah, sangat dipuji dan penting dilanjutkan.

“Kedekatan aparat penegak hukum dengan tokoh Agama perlu terus dibangun dan dijaga, agar ada komunikasi yang baik antara aparat dengan para tokoh Agama yang merupakan elemen penting bangsa, yang sangat dihormati dan ditaati oleh umatnya,” tuturnya. 

Karena itu, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini secara khusus menyoroti penetapan tersangka dan penahanan mantan Ketua FPI KH Ahmad Shabri Lubis, menantu Habib Rizieq Shihab dan sejumlah mantan petinggi FPI lainnya dalam kasus kerumunan.

“Agar sesuai dengan konsep Presisi tersebut, penyidik dan kejaksaan seharusnya mempertimbangkan secara objektif, menjelaskan secara transparan, adil dan profesional, mengapa penetapan tersangka dan penahanan sampai dilakukan? Sedangkan dalam kasus-kasus kerumunan lainnya, tidak ada proses hukum, atau malah bisa diselesaikan dengan sanksi administrasi,” ujarnya.

Atas alasan tersebut, HNW mengatakan, pihak kejaksaan yang menangani kasus ini semestinya dapat mempertimbangkan opsi deponering (pengesampingan perkara demi kepentingan umum), atau surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) apabila kasus ini tidak layak untuk diteruskan ke pengadilan.

Demi keadilan hukum, menurut HNW, hal tersebut sewajarnya dapat dilakukan agar  penegakan hukum berkeadilan dalam bingkai konsep negara hukum yang dijamin oleh Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, benar-benar selalu dapat dilaksanakan.

Penegakan hukum yang berkeadilan, menurut HNW sangat penting. Karena banyak warga dan kelompok-kelompok masyarakat yang membandingkan kasus-kasus penahanan Habib Rizieq Shihab dan mantan Pimpinan FPI tersebut dengan kasus-kasus sejenis lainnya.

Seperti kasus rasisme dan penistaan terhadap Agama Islam, yang belum tersentuh proses hukum berkeadilan ini dan belum dijadikan sebagai tersangka, apalagi ditahan. Berbeda dengan pemberlakukan terhadap mantan Pimpinan-Pimpinan FPI.

“Bila keadilan hukum ditegakkan, maka kasus-kasus yang meresahkan masyarakat, yang dirasakan adanya hukum yang tajam ke bawah tumpul ke atas, mengusik rasa keadilan publik, atau penegakan hukum sebagai alat kekuasaan negara, akan terkoreksi dengan sendirinya, dan kepercayaan rakyat dan umat kepada penegakan hukum oleh negara akan kembali, dan akan selamatlah NKRI,” pungkas anggota Komisi VIII DPR RI ini.(jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler