jpnn.com - JAKARTA - Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Keuda Kemendagri) Agus Fatoni mengatakan daerah saat ini bisa mengakses sumber pembiayaan utang daerah yang meliputi pinjaman, obligasi, dan sukuk daerah.
Dia menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara utama rakornas Pengelolaan Dana Transfer, Pinjaman, dan Obligasi Daerah di Bandar Lampung pada pekan lalu.
BACA JUGA: BSKDN Kemendagri Mendorong Pemprov Banten Memperbaiki Peringkatnya di IGA, Semangat!
Dalam rakornas itu membahas alternatif sumber pembiayaan daerah, serta pengelolaan dana transfer seusai diterbitkannya Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pada UU Nomor 1 Tahun 2022 terdapat beberapa pengaturan pembiayaan utang daerah yang mengalami perubahan.
BACA JUGA: Kepala BSKDN Kemendagri Yusharto Minta Provinsi Kalsel Tingkatkan Penginputan Data IPKD
“Ada empat perubahan pengaturan terkait dengan pembiayaan utang," kata Agus Fatoni dalam rakornas yang dihadiri kepala daerah, sekretaris daerah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Kepala Dinas Pekerjaan Umum, dan kepala dinas terkait di provinsi maupun kabupaten/kota.
Empat perubahan pengaturan terkait dengan pembiayaan utang tersebut adalah:
BACA JUGA: BSKDN Kemendagri Jaring Aspirasi Pemda untuk Penyempurnaan Pengukuran IPKD
- Penyesuaian taksonomi pinjaman daerah menjadi pembiayaan utang daerah berupa pinjaman, obligasi, dan sukuk daerah sesuai praktik APBN.
- Pengintegrasian persetujuan DPRD atas pembiayaan utang daerah dari regulasi sebelumnya, yaitu persetujuan DPRD dilakukan bersamaan pada saat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) menjadi persetujuan DPRD diberikan pada saat pembahasan APBD
- Perluasan skema pembiayaan dengan memasukkan aspek syariah seperti sukuk daerah. Hal ini sesuai dengan aspirasi sebagian daerah yang menginginkan adanya skema pembiayaan syariah karena secara kultur dan politis lebih diterima.
- Reklasifikasi jenis pinjaman dari berdasarkan jangka waktu menjadi berdasarkan bentuk pinjaman, yaitu pinjaman program dan pinjaman kegiatan. Sehingga dapat mencegah kesimpangsiuran istilah yang akan membingungkan daerah sebagai institusi pelaksana peraturan dan selaras dengan praktik dalam APBN
Agus Fatoni pun menekankan pemerintah daerah agar serius melakukan pembiayaan utang daerah yang digunakan untuk membiayai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
"Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan prinsip pengelolaan pembiayaan utang daerah, di antaranya taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, transparan, akuntabel, efisien, efektif, serta kehati-hatian, dan profesional," katanya.
Dia juga menyebutkan daerah mempunyai ruang untuk mendapatkan insentif fiskal yang diberikan atas penghargaan kinerja tahun sebelumnya dan kinerja tahun berjalan.
Insentif fiskal yang bersumber dari transfer pemerintah dialokasikan kepada pemerintah daerah yang berkinerja baik.
"Hal ini dihitung berdasarkan klaster daerah, indikator kesejahteraan, kriteria utama, dan kategori kinerja. Kemudian daerah tertinggal dihitung berdasarkan kategori kinerja yang dikelompokkan atas tata kelola keuangan daerah, dan pelayanan dasar publik," kata Fatoni.
Dia menambahkan, insentif fiskal daerah untuk kinerja tahun sebelumnya digunakan untuk daerah berkinerja baik, di antaranya dalam percepatan pemulihan ekonomi daerah yang meliputi infrastruktur, perlindungan sosial, dukungan dunia usaha terutama UMKM, dan penciptaan lapangan pekerjaan.
Untuk daerah tertinggal digunakan dalam pembangunan dan percepatan infrastruktur dalam rangka pemulihan ekonomi.
“Insentif fiskal tidak dapat digunakan untuk mendanai seperti gaji, tambahan penghasilan, honorarium, dan perjalanan dinas,” tutur Fatoni. (kdn/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan