Simak! LP Ma’arif NU Sampaikan Rekomendasi Kepada Pemerintah di Bidang Pendidikan

Minggu, 31 Mei 2020 – 17:50 WIB
Ketua dan Sekretaris Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, KH Z. Arifin Junaidi. Foto: PBNU

jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Pendidikan Ma’arif NU (LP Ma’arif NU) mencatat bahwa problem sosial, ekonomi dan kesehatan akibat COVID-19 menimbulkan berbagai problem pendidikan sebagai bagian penting dari hak dasar bangsa. Kebijakan WFH (Work From Home) dan social distancing atau physical distancing telah mengondisikan pendidikan dilakukan dengan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Seluruh sistem pendidikan formal dan nonformal ditutup. Terutama sekolah, madrasah, kampus, dan pesantren.

BACA JUGA: Ahmad Basarah: Tunda Pemberlakuan New Normal pada Lembaga Pendidikan

Siswa harus belajar dari rumah dan guru harus menjalani kebiasaan dan metode pembelajaran baru. Yaitu mengajar melalui mekanisme daring atau pembelajaran daring bagi yang memiliki akses layanan internet, atau metode pembelajaran alternatif lain karena keterbatasan dan kesenjangan fasilitas dan akses yang masih sangat lebar.

“Evaluasi terhadap pelaksanaan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) ini telah banyak dilaporkan sebagai proses pembelajaran yang tidak efektif karena ketidaksiapan satuan pendidikan dan negara dalam merespons kebijakan ini,” kata Ketua dan Sekretaris Lembaga Pendidikan Ma’arif NU, KH Z. Arifin Junaidi dan Harianto Oghie dalam siaran persnya, Minggu (31/5/2020).

BACA JUGA: 6 Pernyataan Sikap PB PGRI terhadap New Normal Dunia Pendidikan

Menurut Kiai Arifin, penerapan PJJ berdampak pada timbulnya kekerasan fisik dan psikis yang dialami peserta didik. Masalah yang dihadapi siswa dalam pelaksanaan PJJ berkaitan dengan masalah kuota, peralatan belajar yang tidak memadai, interaksi guru yang kurang, tugas yang banyak dengan waktu terbatas, hingga masalah kesehatan fisik dan mental dalam bentuk kelelahan dan mata sakit akibat terlalu lama di depan HP atau komputer.

Selain pada siswa, physical depression juga dialami para guru dan civitas akademika di sekolah  dan madrasah, terutama pada sekolah dan madrasah swasta.

BACA JUGA: Syarief Hasan Desak Pemerintah Segera Berikan Insentif Kepada Tim Medis COVID-19

Lebih lanjut, Kiai Arifin mengatakan persoalan keterbatasan kemampuan pengajaran daring, akses dan jaringan internet yang tidak stabil, biaya pembelajaran daring yang berat, sarana belajar yang tidak memadai, dukungan struktural dan finansial yang terbatas serta kemampuan orang tua siswa menfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring menjadi masalah utama. Terutama di wilayah pedesaan dan pedalaman serta pada keluarga yang terdampak secara ekonomi.

Menurutnya, sebagai solusi atas problem ini, di beberapa daerah, tidak sedikit guru yang mendatangi rumah-rumah siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan mengontrol langsung anak didiknya satu persatu. Kondisi ini menjadi beban berlebih bagi guru sekaligus meningkatkan kerentanan guru dan siswa terpapar virus corona.

Problem yang dialami siswa dan guru ini semakin terasa berat karena dukungan pemerintah dalam menyiapkan perangkat dan fasilitas yang memadai belum dirasakan merata dan berkeadilan bagi setiap satuan pendidikan di Indonesia.

Seraya berharap wabah Covid 19 segera hilang dari muka bumi, LP Ma’arif NU menyampaikan menjaga keberlangsungan belajar mengajar dan interaksi efektif antara guru dan siswa sebagai akibat pandemi yang jadi bencana nasional, tidak dapat dilakukan pemerintah sendiri.

Dalam situasi PSBB semacam ini, pemerintah perlu mengajak stakeholder yang memiliki konsern tinggi dalam peningkatan kualitas masyarakat untuk bersama-sama mencari solusi melalui diskusi dan kerja sama efektif mutualistik.

Dalam situasi dan kondisi belum terlihat penurunan kurva korban Covid-19, bahkan ada daerah yang justru mengalami kenaikan kurva, pemerintah menetapkan new normal life, yang di bidang pendidikan diikuti dengan keputusan mulainya kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan hal tersebut, LP Ma’arif NU PBNU mengusulkan beberapa pokok pikiran untuk dijadikan pertimbangan pemerintah dalam bidang pendidikan di tingkat nasional dan daerah.

Pertama, apabila tidak dimungkinkan adanya perubahan tahun ajaran atau masa mulainya pembelajaran, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Agama dapat membuka belajar siswa di tahun pelajaran 2020-2021 yang rencananya dimulai tanggal 13 Juli 2020 dengan tetap menerapkan Protokol Covid 19 secara ketat dan pengawasan secara simultan.

Kedua, Pemerintah cq. Kemendikbud, dan Kementerian Agama hendaknya melakukan komunikasi dan koordinasi terlebih dahulu dengan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dalam mewujudkan rencana tersebut sehingga kebijakan dan langkah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sinkron.

Ketiga, Pembukaan belajar siswa baru tersebut hendaknya dilaksanakan dalam skala terbatas, yaitu hanya di daerah yang dinilai zona hijau (zona normal) secara normal dan zona biru (zona moderat) dengan sistem belajar siswa secara bergantian, sementara untuk daerah yang dinilai berada dalam zona hitam (zona kritis), zona merah (zona berat), dan zona kuning (zona cukup berat), maka sistem belajar harus tetap menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Keempat, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah segera menyusun rencana baru dalam merealisasikan belajar siswa tahun pelajaran baru 2020-2021, terutama pada pengalihan anggaran (realokasi) APBN/APBD untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dan perangkat daring yang dibutuhkan seluruh satuan pendidikan, terutama sekolah dan madrasah swasta sebagai satuan pendidikan yang paling merasakan dampak pandemi.

Kelima, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran khusus untuk peningkatan kapasitas guru dalam merancang dan mendesain PJJ yang mudah dan sederhana namun efektif dan berkualitas, dengan memanfaatkan perangkat atau media daring yang tepat, sesuai dengan materi yang diajarkan serta berorientasi pada tercapaianya tujuan pendidikan nasional.

Keenam, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan fasilitas dan dukungan penuh kepada manajemen sekolah dan madrasah, baik satuan pendidikan negeri dan swasta yang memiliki rencana pembelajaran daring sebagai pemenuhan tanggung jawab negara khususnya kepada masyarakat di daerah pedesaan dan pedalaman.

Ketujuh, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam rencana pembukaan belajar siswa baru maupun pembelajaran jarak jauh hendaknya melibatkan LP Ma’arif NU PBNU dan penyelenggara pendidikan swasta lain di tingkat dasar dan menengah, yang satuan pendidikannya terbanyak tersebar di pedesaan di seluruh Indonesia.

Kedelapan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memperhatikan dan memberikan insentif secara finansial bagi guru-guru yang terdampak Covid 19 terutama pada guru (tenaga pendidik) dan tenaga kependidikan dari satuan pendidikan dengan kondisi operasional sekolah dan madrasah yang mengandalkan dana partisipasidari orang tua yang juga terdampak Covid 19.

Kesembilan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan dukungan penuh kepada manajemen sekolah dan madrasah, baik satuan pendidikan negeri dan swasta untuk pelaksanaan protokol kesehatan bagi sekolah dan madrasah yang memulai pembelajaran tatap muka sesuai keputusan pemerintah.

Menurut Arifin, rekomendasi LP Ma’arif NU yang penting ini diharapkan dapat diperhatikan oleh pemerintah. Kehadiran negara sangat dibutuhkan dalam situasi sulit ini demi terpenuhinya hak dasar bangsa Indonesia di bidang pendidikan.

“LP Ma’arif NU PBNU akan tetap terus mendukung pemerintah dengan tetap menjalankan tanggung jawab sosialnya. Semoga kita selalu sehat, dan wabah pandemik Covid 19 segera berakhir, sehingga anak-anak bangsa dapat kembali belajar dengan nyaman, aman, bahagia, dan berdaya,” kata Kiai Arifin Junaidi.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler