Simak Pendapat Eks Ketua Pansus RUU Pemilu Soal Putusan MA

Kamis, 09 Juli 2020 – 16:17 WIB
Wakil ketua Komisi II DPR Lukman Edy

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Ketua Pansus RUU Pemilu DPR RI, Lukman Edy memberikan pendapatnya terkait putusan Mahkamah Agung (MA) No. 44 P/HUM/2019 yang sedang menjadi polemik.

Putusan MA itu mengabulkan gugatan pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno Rachmawati Soekarnoputri dkk terhadap Pasal 3 Ayat (7) PKPU Nomor 5/2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.

BACA JUGA: Istana Sebut Putusan MA tak Bisa Pengaruhi Kemenangan Jokowi - Maruf

MA menyatakan pasal dalam PKPU itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Lukman menyebutkan, secara konstitusionalisme, Joko Widodo - KH ma'ruf Amin telah memenangkan pesta demokrasi 2019.

BACA JUGA: Putusan MA Bisa Mengundang Kembali Polemik Hukum Hasil Pilpres

Kemenangan itu baik dari aspek dominasi suara pemilih maupun representasi wilayah di lebih dari 20 provinsi sebagaimana diatur dalam Pasal 6A UUD 1945.

"Kemenangan Jokowi-Amin sudah memenuhi kedua aspek tersebut dan ditetapkan oleh KPU sesuai perundang-undangan yang berlaku," kata Lukman di Jakarta Kamis, (9/7).

BACA JUGA: Ada Bukti Virus Corona Menyebar Lewat Udara, WHO Harus Ubah Pedoman

Dai aspek dominasi suara pemilih, katanya, memperlihatkan bahwa Jokowi - Amin didukung oleh mayoritas penduduk Indonesia.

Sedang aspek representasi wilayah, pasangan ini menang di mayoritas provinsi yang ada.

Politikus yang beken disapa dengan panggilan LE, ini lantas menyitir Pasal 416 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal itu intinya menyatakan pasangan calon terpilih adalah yang meraih suara lebih dari 50% dari jumlah suara di pemilu dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 jumlah provinsi di Indonesia.

"Secara substansi dan original intensnya adalah sepenuhnya menyadur UUD NRI 45 pasal 6A, menegaskan tentang pemenuhan aspek dominasi dan aspek representasi," jelas LE.

Demikian juga adanya Putusan MK Nomor 50 Tahun 2014 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, serta Putusan MK Nomor 36 Tahun 2019 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, atas gugatan Ignatius Supriyadi yang menyatakan bahwa jika calon hanya terdiri dua pasang, maka yang memperoleh suara 50% lebih bisa ditetapkan sebagai pemenangnya.

"Pada ketentuan ini malah hanya memenuhi aspek dominasi dan menghilangkan aspek representasinya," tegas mantan wakil ketua Komisi II DPR ini.

LE berpendapat, putusan MA Nomor 44 P/HUM/2019 atas terkait permohonan Rahmawati dkk yang menyatakan Pasal 3 ayat (7) PKPU Nomor 5/2019 bertentangan dengan UU Nomor 7/2017 pasal 416 ayat (1), sebagai koreksi dan berimplikasi harus kembali seperti teks UU Nomor 7/2017.

Oleh karena itu, dia mendorong supaya para ahli hukum tata negara mendiskusikan titik temu dari perbedaan putusan MA dan MK, sehingga hasilnya bisa dimasukkan DPR ke dalam perubahan UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu.

"Silakan para ahli tata negara mendiskusikannya. DPR tinggal menunggu hasil akhirnya seperti apa, kemudian memasukkannya ke dalam perubahan UU Nomor 7/2017, untuk kebutuhan Pemilu Presiden yang akan datang," ujar LE.

Mantan direktur saksi TKN ini juga menambahkan, kemenangan Jokowi - Amin di Pilpres 2019 tidak terpengaruh sama sekali oleh perbedaan putusan MK dan MA tersebut.

"Karena kemenangan Jokowi - Amin, pada prinsipnya telah memenuhi semua unsur dan substansi. Baik itu sesuai dengan keputusan MK maupun juga sangat sesuai dengan keputusan MA," tandasnya. (fat/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler